Diagramkota.com – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya pada Senin (14/10/2024). Dalam persidangan ini, terdakwa mantan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau yang dikenal dengan Gus Muhdlor, dihadapkan dengan delapan saksi kunci yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Para saksi yang hadir antara lain Akbar Prayoga dan Aswin Reza Sumantri, yang merupakan staf Prokopim Sidoarjo; ajudan Gus Muhdlor, Gelar Agung Baginda dan Perdigsa Cahya Binara; Agus Sugiarto, suami dari mantan Kasubag BPPD Sidoarjo Siska Wati, yang juga menjabat sebagai Kabag Pembangunan Setda Sidoarjo; serta staf BPPD Faridz Farah Zein Nurani, sopir pribadi Gus Muhdlor Achmad Masruri, dan Dosen UIN Malang, M Robith Fuadi.
Saksi Bantah Terima Dana Korupsi
Dalam pemeriksaan awal, empat saksi dimintai keterangan, yakni Akbar Prayoga, Aswin Reza, Gelar Agung, dan Perdigsa. Keempatnya secara tegas membantah tuduhan bahwa mereka menerima aliran dana tambahan dari Siska Wati, yang diduga diambil dari potongan insentif pajak pegawai BPPD. Mereka menyatakan bahwa seluruh pembayaran yang mereka terima hanya berasal dari gaji resmi yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sidoarjo.
“Apakah saudara pernah menerima honor tambahan dari Siska Wati atau dari Achmad Masruri?” tanya JPU Andre Lesmana. Setiap saksi, satu per satu, menjawab bahwa mereka tidak pernah menerima uang tambahan, termasuk Tunjangan Hari Raya (THR).
Kesaksian Bertolak Belakang dengan Pengakuan Siska Wati
Kesaksian para ajudan dan staf ini bertolak belakang dengan pengakuan sebelumnya dari Siska Wati. Dalam persidangan sebelumnya, Siska menyatakan bahwa ia telah menyerahkan Rp 50 juta kepada Achmad Masruri, sopir pribadi Gus Muhdlor. Uang tersebut diklaim diambil dari dana potongan insentif pajak pegawai BPPD dan dimaksudkan sebagai honor untuk 12 orang yang bekerja di pendopo Kabupaten Sidoarjo, yang menurut Masruri tidak digaji oleh Pemkab Sidoarjo.
Namun, keempat saksi tersebut bersikeras bahwa mereka tidak pernah menerima uang tersebut, baik langsung dari Siska maupun melalui Achmad Masruri.
Tidak Ada Pertemuan Langsung dengan Gus Muhdlor
Selain soal aliran dana, para saksi juga membantah pernah mempertemukan Siska Wati dengan Gus Muhdlor untuk menandatangani Surat Keputusan (SK) Bupati terkait besaran insentif pegawai BPPD. Gelar Agung menyebut bahwa proses penandatanganan dilakukan melalui perantara. “Saya meminta Ibu Siska untuk menyerahkan SK itu di pos Satpol PP atau Sekretariat. Tidak ada pertemuan langsung,” kata Gelar.
Sementara itu, Akbar Prayoga menambahkan bahwa ia hanya berkomunikasi dengan Siska Wati melalui WhatsApp. Pada hari yang dijadwalkan untuk pertemuan dengan Gus Muhdlor, ia kebetulan sedang libur kerja sesuai jadwal piket ajudan. “Saya mengikuti jadwal piket, dua hari kerja, dua hari standby, dan tiga hari di kantor,” jelasnya.
Kasus Berawal dari OTT KP
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang digelar di kantor BPPD Sidoarjo pada 25 Januari 2024. Dalam OTT tersebut, 11 orang diamankan, termasuk mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono dan Siska Wati. Keduanya telah divonis bersalah oleh majelis hakim, dengan hukuman 5 tahun penjara untuk Ari Suryono dan 4 tahun penjara untuk Siska Wati.
Mereka dinyatakan terbukti memotong insentif para pegawai BPPD Sidoarjo sebesar 10 hingga 30 persen, yang berlangsung dari triwulan keempat 2021 hingga triwulan keempat 2023. Total dana yang berhasil diselewengkan dalam kasus ini mencapai Rp 8,544 miliar.
Sidang lanjutan kasus ini akan terus berfokus pada peran Ahmad Muhdlor Ali, dengan KPK menyoroti dugaan keterlibatannya dalam proses pemotongan insentif tersebut.(Dk/di)