Penulis : Nawi (Warga Surabaya)
Pernyataan Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, bahwa Anggaran sebesar Rp1,1 triliun yang sebelumnya dialokasikan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) akan dialihkan untuk pembangunan sekolah dan perbaikan kampung menimbulkan tanda tanya besar.
Jika merujuk pada fakta yang diungkap oleh anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Surabaya, anggaran untuk MBG di 2025 ternyata tidak pernah diusulkan, apalagi disahkan. Lalu, dana Rp1,1 triliun yang diklaim akan dialihkan itu berasal dari mana?
Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Aning Rahmawati, menegaskan bahwa ketika APBD 2025 disahkan, tidak ada satu rupiah pun yang dialokasikan untuk program Makan Bergizi Gratis.
Disisi yang sama, Imam Syafi’i, anggota Banggar dari Partai Nasdem, juga mengungkapkan bahwa anggaran MBG sebesar Rp1,1 triliun tidak pernah dibahas dalam APBD 2025. Bahkan, Bahtiyar, Wakil Ketua DPRD Surabaya dari Gerindra (dari keterangan Imam Syafi’i), juga tidak mengetahui adanya anggaran tersebut. “Belum diajak ngomong Walikota,” ujar Imam Syafi’i menyampaikan info dari Bahtiyar.
Jika para legislator yang memiliki kewenangan dalam pengesahan anggaran tidak pernah mengetahui atau membahas anggaran ini, lalu bagaimana mungkin Wali Kota bisa mengklaim telah mengalokasikannya dan kini berencana mengalihkannya?
Logika sederhana bisa membuktikan bahwa klaim Wali Kota Eri Cahyadi ini tidak berdasar. Sebuah anggaran yang tidak pernah disahkan tidak mungkin bisa dialihkan. Pernyataan ini bukan hanya menyesatkan, tetapi juga menunjukkan indikasi kebohongan publik yang terstruktur.
Jika memang Pemkot Surabaya melakukan efisiensi setelah program MBG dibiayai oleh APBN, maka seharusnya transparansi menjadi kunci. Pemkot wajib menjelaskan secara rinci pos-pos anggaran yang sebelumnya dianggarkan untuk MBG, bagaimana proses efisiensinya, dan ke mana dana tersebut dialokasikan secara akuntabel.
Sayangnya, alih-alih memberikan kejelasan, pernyataan Wali Kota justru membuat situasi semakin absurd. Publik berhak mempertanyakan apakah ini hanya permainan retorika untuk mendulang simpati atau memang ada sesuatu yang disembunyikan. Bukankah lebih baik jika Wali Kota jujur bahwa sebelumnya tidak ada anggaran untuk MBG dan sekarang hanya mengikuti kebijakan Inpres No. 1 Tahun 2025 yang mengarahkan pendanaan MBG ke APBN? Alih-alih mengarang skenario seolah-olah telah ada alokasi yang kini “dialihkan” demi kepentingan pembangunan infrastruktur?
Pemerintah kota seharusnya memahami bahwa kepercayaan publik tidak bisa dibangun dengan ilusi dan narasi yang tidak berdasar. Jika kebohongan ini terus dibiarkan, maka bukan hanya citra Wali Kota yang dipertaruhkan, tetapi juga kredibilitas Pemkot Surabaya dalam mengelola anggaran rakyat. Transparansi dan akuntabilitas bukan hanya sekadar jargon, melainkan tanggung jawab moral yang harus dijunjung tinggi. Jangan sampai Surabaya dipimpin oleh narasi-narasi manipulatif yang menyesatkan publik demi kepentingan politik sesaat. (*)