Iklan Mihol Menjamur di Medsos, Pemkot Surabaya Ingatkan: Ini Bukan Soal Konten, Tapi Pelanggaran Hukum
- account_circle Shinta ms
- calendar_month Jum, 7 Nov 2025
- comment 0 komentar

DIAGRAMKOTA.COM- Di tengah maraknya promosi minuman beralkohol (mihol) melalui media sosial, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menegaskan sikap tegasnya terhadap setiap bentuk pelanggaran terhadap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Perdagangan dan Perindustrian. Regulasi itu secara eksplisit melarang promosi maupun iklan mihol di media mana pun.
Langkah tegas ini menjadi sorotan karena sejumlah konten promosi produk beralkohol sempat ramai di platform digital, termasuk yang melibatkan influencer.
Menyikapi fenomena ini, Pemkot menilai perlu ada penegasan ulang agar praktik bisnis tidak berjalan di luar koridor hukum.
Kepala Dinas Koperasi, Usaha Mikro, dan Perdagangan (Dinkopumdag) Kota Surabaya, Febrina Kusumawati, menegaskan bahwa pelaku usaha wajib memahami batas-batas hukum sebelum melangkah lebih jauh.
“Kami telah mengumpulkan seluruh pihak terkait. Pesan kami jelas, membuka usaha mihol harus diiringi dengan pemahaman mendalam tentang regulasi dan batasan yang berlaku,” ujar Febri, sapaan akrabnya, Jumat (7/11/2025).
Menurut Febri, ketertiban kota tidak hanya bergantung pada niat baik pelaku usaha, tetapi juga pada kepatuhan terhadap aturan yang sudah ada. Ia menegaskan, bisnis mihol termasuk dalam kategori usaha terbatas yang memerlukan pengawasan ketat.
“Tempat usaha lain harus menyesuaikan perizinannya atau hanya diperbolehkan sesuai ketentuan yang sangat terbatas,” jelasnya.
Perda tersebut memuat dua poin penting dalam Pasal 69 Ayat 9, yaitu larangan penjualan mihol kepada pembeli di bawah usia 21 tahun yang wajib dibuktikan dengan kartu identitas, serta larangan mutlak bagi pelaku usaha mihol untuk beriklan di media massa apa pun.
Namun, di tengah ketegasan itu, Pemkot Surabaya juga menempuh langkah persuasif. Dinkopumdag menggandeng Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) untuk melakukan edukasi kepada para influencer agar tidak terjebak dalam kerja sama promosi yang melanggar hukum.
“Kami mengerti profesi influencer, namun kami ingatkan, mereka dilarang keras menerima materi promosi yang bertentangan dengan Perda,” tegas Febri.
Pendekatan edukatif itu mulai menunjukkan hasil. Sebagian besar konten yang dinilai melanggar telah diturunkan, meskipun masih ada satu akun personal yang terus dipantau oleh Pemkot.
“Kami tidak bisa serta-merta melakukan take down akun personal tanpa melalui prosedur yang sesuai,” ujarnya.
Sikap hati-hati Pemkot ini menunjukkan adanya celah dalam pengawasan digital yang masih bergantung pada koordinasi lintas instansi dan kementerian pusat.
Meski demikian, Febri memastikan langkah penegakan hukum tetap akan diambil jika pelanggaran terus berlanjut.
“Kami juga meminta bantuan dan kolaborasi dari seluruh masyarakat untuk ikut memantau. Jika masyarakat menemukan pelanggaran yang sudah diperingatkan dan masih ada lagi, Pemkot meminta untuk segera dilaporkan,” pungkasnya.
Dengan munculnya kasus ini, Pemkot Surabaya dihadapkan pada tantangan ganda: menegakkan aturan secara tegas tanpa mematikan ruang usaha yang legal, serta menata ekosistem digital yang kini menjadi medan promosi utama berbagai produk termasuk yang seharusnya dibatasi. (sms)
- Penulis: Shinta ms




