Rakor Lintas Sektoral Penanganan dan Pencegahan TPPO, Jatim Dukung Pemberantasan Perdagangan Manusia

PEMERINTAHAN1242 Dilihat

Staf Khusus Kepala BP2MI, serta Dewan Pakar Satgas Sikat Sindikat BP2MI, Wawan Fahrudin, menyamakan perspektifnya dahulu tentang TPPO dan bagaimana perdagangan manusia ini aktif dan berjalan bahkan sampai pada detik ini.

“Jika kita bertanya data dari World Bank, Kemenlu, Imigrasi, serta Kemnaker, tidak ada satu suara pasti tentang jumlah Pekerja Migran Indonesia yang tersebar di luar negeri. Dari data World Bank, tercatat 9 juta Pekerja Migran Indonesia. Yang tercatat di sistem BP2MI, yaitu SISKOP2MI hanya 3,6 juta. Artinya, ada 5.4 juta Pekerja Migran Indonesia yang tidak tercatat, dan kemungkinan adalah korban TPPO,” jelasnya sebagai narasumber.

Wawan berujar, bagaimana BP2MI dapat melindungi Pekerja Migran Indonesia, sedangkan jumlah dan lokasi mereka saja kita tidak tahu. Maka Ia menyampaikan bahwa, BP2MI sedang berbenah diri dalam tata kelola pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

“Salah satu tata kelola kita adalah pembentukan Command Center yang dapat melacak identitas dan status Pekerja Migran Indonesia secara langsung. Asal mana mereka, bekerja ke negara apa, bekerja sebagai apa, gaji berapa, tinggal di mana di sana, dan lain sebagainya,” ungkapnya.

Tanpa tata kelola penempatan dan pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang menyeluruh, BP2MI tidak dapat melindungi Pekerja Migran Indonesia secara optimal. Bahkan di depan Komisi IX DPR-RI, para stakeholder, serta Presiden RI sendiri, Wawan mengaku banyak pertanyaan permasalahan pekerja migran terkendala yang belum dapat dijawab.

“Kepala BP2MI, Benny Rhamdani terus menggaungkan Indonesia darurat TPPO, karena oknum TPPO sendiri, ada yang dibekingi oleh oknum aparatur-aparatur negara kita sendiri. Hal itu membuat pelaku TPPO seakan-akan untouchable. Kita perlu fatwa haram terhadap praktik TPPO,” pungkasnya.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jatim, Dr. Himawan Estu Bagijo, mewakili Gubernur Jawa Timur menyambut baik para peserta yang hadir dengan menyatakan sikap mendukung pemberantasan TPPO di wilayah provinsi Jawa Timur.

“Setelah masa pandemi Covid, penempatan Pekerja Migran Indonesia turut membantu mengurangi angka pengangguran di Jawa Timur, karena pada masa itu, lapangan kerja dalam negeri dapat dibilang mati. Pada Oktober 2023, tercatat 59.000 lebih pekerja migran asal Jatim yang bekerja ke luar negeri. Tapi ingat, hanya yang tercatat saja,” ungkapnya sebagai tuan rumah.

Pemda Jatim, menurut Himawan memetakan para Calon Pekerja Migran yang rentan terkena TPPO yaitu, pekerja pada sektor informal, wanita, pekerja di bawah umur, pekerja lanjut usia, masyarakat adat, serta masyarakat tidak memenuhi syarat kesehatan.

“Dengan mendirikan fasilitas di Jatim seperti, menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan Kerja (Diklatker) yang terakreditasi; Memfasilitasi kepulangan Pekerja Migran Indonesia terkendala; Menerbitkan dan mengevaluasi kepada Kemnaker tentang izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI); Membentuk pos pelayanan Pekerja Migran Indonesia seperti LTSA pada tingkat provinsi; dan lain sebagainya, dapat menekan angka penempatan Pekerja Migran Indonesia nonprosedural,” tutup Himawan. (Humas)

Share and Enjoy !

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *