Efektif Cegah Kasus Keracunan, DPRD Surabaya Minta Pengawasan MBG Diperketat
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Sen, 29 Sep 2025
- comment 0 komentar

Ketua Komisi A DPRD Surabaya Yona Bagus Widyatmoko (Cak Yebe)
DIAGRAMKOTA.COM – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya kembali mendapat sorotan. Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, menegaskan dukungannya terhadap langkah Wali Kota Eri Cahyadi yang mewajibkan vendor MBG memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Menurutnya, syarat ini menjadi pondasi penting pengawasan agar program berjalan sesuai standar kesehatan dan keamanan pangan.
“Secara umum, kebijakan wali kota sudah tepat. Vendor MBG wajib memiliki SLHS serta didukung tenaga profesional yang berpengalaman dalam pengolahan makanan,” ujar Yona, akrab disapa Cak Yebe, Senin (29/9/2025).
Selain SLHS, Pemkot juga membentuk Satuan Tugas (Satgas) MBG melalui Keputusan Wali Kota Nomor 100.3.3.3/195/436.1.2/2025. Satgas ini bertugas mengoordinasikan, mengawasi, serta mengevaluasi pelaksanaan program, sekaligus melibatkan akademisi, media, dan berbagai elemen masyarakat.
Yona menekankan pentingnya peran Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI). Ia mengingatkan, tim pelaksana lapangan harus berintegritas, independen, serta konsisten menjalankan standar operasional prosedur (SOP).
“SPPI jangan tutup mata jika menemukan indikasi pelanggaran. Mereka harus menjadi penggerak utama, memastikan distribusi tepat waktu, memberi edukasi gizi, sekaligus menjaga kualitas makanan yang diterima anak-anak,” tegas legislator Fraksi Gerindra itu.
Cak Yebe juga menyoroti kasus dugaan keracunan MBG di beberapa daerah sebagai pelajaran berharga. Ia mendorong agar pengawasan di Surabaya diperkuat sejak dini dengan melibatkan puskesmas dan akademisi, termasuk psikolog dari perguruan tinggi.
“Puskesmas bisa memantau kesehatan siswa penerima MBG, sementara tim psikologi dapat menilai perkembangan mental anak. Evaluasi rutin, misalnya kunjungan acak minimal seminggu sekali, penting untuk menilai progres siswa,” sarannya.
Pengalaman pribadi Yona saat menggelar uji coba MBG di SDN Kedurus 1 juga menjadi dasar rekomendasinya. Selama sebulan, ia melibatkan tenaga medis dan tim akademisi untuk memantau 330 siswa penerima manfaat. Hasilnya, ia menilai kolaborasi lintas sektor mutlak diperlukan.
Cegah Kasus Keracunan: Sistem Pengawasan Kunci Utama
Ia menegaskan, sistem pengawasan menjadi kunci utama keberhasilan program. “Permasalahan bisa dari banyak faktor, tetapi ujungnya tetap di sistem pengawasan. Itu tanggung jawab penuh SPPG dan SPPI,” tandasnya.
Cak Yebe berharap Pemkot tidak sekadar mengandalkan besarnya anggaran, tetapi memastikan manfaat nyata bagi generasi muda.
“Program MBG ini bukan hanya soal angka fantastis dalam APBD, tetapi tentang masa depan anak-anak Surabaya. Mari kita evaluasi bersama sebelum ada masalah,” pungkasnya. (*)