DIAGRAMKOTA.COM – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan komitmennya mendukung program pemerintah terkait penyediaan hunian layak, khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Program ini bertujuan menciptakan peluang kepemilikan rumah melalui target pembangunan 3 juta hunian.
Dalam mendukung pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), OJK memberikan fleksibilitas kepada Lembaga Jasa Keuangan (LJK) untuk menetapkan kebijakan berdasarkan manajemen risiko, sesuai dengan kapasitas bisnis masing-masing. Surat resmi telah dikirimkan oleh OJK kepada perbankan dan LJK lainnya guna mendorong perluasan akses KPR bagi MBR.
Peran Penting SLIK dalam Penyaluran Kredit
Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) berperan sebagai sumber data yang netral dan bukan daftar hitam kredit. “SLIK membantu meminimalkan informasi asimetris yang dapat menyebabkan moral hazard atau adverse selection. Dengan demikian, proses penyaluran kredit lebih terkontrol,” jelas OJK.
SLIK mendukung analisis kelayakan calon debitur, tetapi bukan satu-satunya faktor yang menentukan. Bahkan, tidak ada aturan OJK yang melarang pemberian kredit kepada debitur dengan riwayat kredit non-lancar, termasuk penggabungan fasilitas kredit kecil. Data menunjukkan bahwa hingga November 2024, sebanyak 2,35 juta rekening kredit baru diberikan kepada debitur dengan histori kredit non-lancar.
Pengaduan dan Langkah Strategis OJK
OJK menyediakan saluran pengaduan melalui Kontak 157 untuk membantu masyarakat menghadapi kendala dalam pengajuan KPR, termasuk pengaduan terkait Surat Keterangan Lunas (SKL) yang belum terdata di SLIK. Untuk mempercepat penyelesaian pengaduan, OJK berencana membentuk satuan tugas khusus bersama Kementerian Perumahan dan stakeholder lainnya.
Kebijakan Strategis Mendukung KPR
Beberapa kebijakan penting OJK dalam mendukung pembiayaan sektor perumahan meliputi:
- Penilaian Kualitas KPR Berdasarkan Ketepatan Pembayaran
Berdasarkan POJK No.40/POJK.03/2019, kualitas KPR dengan plafon hingga Rp5 miliar dapat dinilai berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan bunga (1 pilar), berbeda dengan kredit lain yang menggunakan tiga pilar penilaian. - Bobot Risiko Rendah untuk Kredit Properti
Kredit perumahan mendapatkan bobot risiko aset tertimbang yang rendah sesuai SEOJK No.24/SEOJK.03/2021. Bobot ini dihitung granular berdasarkan Loan To Value (LTV) dan cenderung menurun seiring berkurangnya nilai kredit. - Pembiayaan untuk Pengadaan/Pengolahan Tanah
Larangan kredit untuk pengadaan tanah telah dicabut sejak 1 Januari 2023. Hal ini memberikan keleluasaan kepada pengembang untuk memperoleh pembiayaan, dengan tetap menekankan penerapan manajemen risiko.
Dalam mendukung program pembangunan 3 juta hunian, OJK juga bekerja sama dengan stakeholder untuk meningkatkan likuiditas pembiayaan, termasuk melalui optimalisasi skema Efek Beragun Aset Surat Partisipasi (EBA SP).
Diharapkan berbagai kebijakan ini mampu mempercepat realisasi program penyediaan rumah bagi masyarakat luas. (dk/nw)