DIAGRAMKOTA.COM – Di kota modern dan heterogen seperti Surabaya, aksara Jawa mungkin masih terlihat asing. Namun, seiring dengan upaya pelestarian, aksara Jawa kini mulai dikenal lebih luas di kota ini.
Sekitar 140-an kantor kelurahan, 31 kantor kecamatan, kantor-kantor OPD, DPRD Kota Surabaya, hingga Balai Kota dan berbagai fasilitas umum seperti rumah sakit, taman, dan halte bus kota kini menggunakan aksara Jawa. Surabaya telah beraksara Jawa.
Kota Surabaya yang modern ini telah menunjukkan keramahannya terhadap aksara tradisional Jawa, yang merupakan identitas bangsa Indonesia. Aksara Jawa adalah salah satu aksara Nusantara yang perlu dilestarikan sesuai undang-undang Pemajuan Kebudayaan, dan Surabaya sedang dalam proses pelestariannya.
Puri Aksara Rajapatni, sebuah komunitas budaya yang fokus pada aksara Jawa, aktif mengkampanyekan aksara Jawa di Surabaya melalui berbagai kegiatan. Salah satu kegiatannya adalah literasi “Sinau Aksara Jawa”.
Mereka juga memasang banner-banner bertuliskan aksara Jawa serta mengelola website www.rajapatni.com dan media sosial. Semua ini untuk menyuarakan pentingnya aksara Jawa.
Kegiatan mereka bukan hanya bersifat literatif, tetapi juga menjadi gerakan kebudayaan. Rajapatni memperkenalkan pentingnya pelestarian aksara Jawa dan mengajak masyarakat untuk belajar demi tujuan praktis.
Peserta “Sinau Aksara Jawa” diajak belajar aksara Jawa bukan untuk mencari nilai akademis, tetapi untuk mengembalikan aksara Jawa di tengah masyarakat dan memanfaatkan potensinya dalam ekonomi kreatif.
Dari aksara Jawa, mereka bisa menciptakan karya seni dan budaya yang berdampak ekonomi dan menjadi bahan kampanye. Desain baju, kaos, batik, hingga kemasan makanan dan minuman dengan aksara Jawa menjadi contoh nyata.
Pembuatan logo dan brand beraksara Jawa juga menjadi bagian dari kampanye Rajapatni di tengah arus modernisasi Surabaya.
Meski tidak mudah, semangat dan dedikasi insan Rajapatni dalam melestarikan aksara Jawa tetap tinggi. Meskipun jumlah mereka masih sedikit, mereka terus berjuang di tengah kemajuan kota. Membangun literasi aksara Jawa di Surabaya adalah langkah perjuangan.
Puri Aksara Rajapatni, yang didirikan pada 22 Desember 2023, melaksanakan kegiatannya melalui pertemuan online seperti zoom meeting dan WhatsApp meeting. Mereka belum memiliki markas untuk mendukung kegiatan operasional.
Kegiatan belajar Sinau Aksara Jawa rutin digelar setiap hari Sabtu di Museum Pendidikan Surabaya di Jalan Genteng Kali, hasil perencanaan online. Di sela-sela kegiatan, tim Rajapatni bertemu untuk koordinasi, kadang di kedai sambil makan dan minum untuk melepas lelah setelah mengajar aksara Jawa.
Ketersediaan fasilitas belajar ini didukung oleh Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disbudporapar) Kota Surabaya.
A. Hermas Thony, penggerak budaya Surabaya yang juga penasehat Rajapatni, mengapresiasi upaya mereka.
“Mereka ini sangat militan dan masing-masing aktivis aksara Jawa memiliki keahlian di bidangnya masing-masing. Kemilitanan itu ditunjukkan dengan bagaimana mereka menghidupi organisasi secara mandiri dengan tujuan agar Aksara Jawa bisa kembali ke Surabaya,” ujar Thony yang juga dikenal sebagai Rama Hanacaraka.
Secara historis, aksara Jawa bukanlah hal asing di Surabaya. Di Ampel Denta, Sunan Ampel mengajarkan Islam menggunakan aksara Jawa. Pada gapura yang dibuat pada abad ke-15, terdapat inskripsi beraksara Jawa. Di Masjid Kemayoran, prasasti beraksara Jawa dibuat pada tahun 1840-an. Di Pesarean Agung Boto Putih, inskripsi aksara Jawa juga ditemukan pada kuburan dan nisan.
Untuk melestarikan budaya literasi aksara Jawa dan sejarah, Puri Aksara Rajapatni memimpikan sebuah tempat sebagai markas yang dinamakan Puri Aksara untuk mengelola organisasi dan mendukung kemajuan kota Surabaya. (dk/Nanang).