Sidang MKD Mengenai 5 Anggota DPR, Prof. Satya: Politik Harus Selaras dengan Konstitusi
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month 2 jam yang lalu
- comment 0 komentar

DIAGRAMKOTA.COM — Mahkamah Etik DPR RI (MKD) mengadakan sidang etika terhadap lima anggota DPR yang di nonaktifkan, setelah rangkaian kejadian yang memicu demonstrasi besar di depan Gedung DPR RI Jakarta pada 25–31 Agustus 2025.
Sidang umum yang diadakan pada Senin (3/11/2025) ini mengundang beberapa saksi dan ahli, termasuk Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI), Prof. Satya Arinanto.
Di bawah kesaksian Prof. Satya, dikatakan bahwa tidak ada pelanggaran etis dalam pernyataan yang disampaikan oleh anggota DPR tersebut.
Ia menilai pernyataan Ahmad Sahroni justru memperkuat posisi konstitusional DPR dalam sistem pemerintahan Indonesia.
“Pak Ahmad Sahroni mengkritik orang-orang yang menyarankan pembubaran DPR. Dalam UUD 1945 asli, posisi DPR kuat dan tidak dapat dibubarkan oleh presiden. Berbeda dengan sistem parlementer. Meskipun UUD telah mengalami perubahan, DPR tetap tidak bisa dibubarkan oleh presiden,” kata Prof. Satya di ruang sidang MKD.
Ia juga menyoroti pengaruh media sosial terhadap pandangan masyarakat. Menurutnya, dampak yang signifikan di dunia digital tidak langsung menjadi alasan pelanggaran etika.
“Kebebasan media dan kebebasan di dunia maya perlu dijaga, tetapi tetap diiringi dengan tanggung jawab. Dalam hal ini, tidak ada pelanggaran etika yang terjadi,” katanya.
Merespons pertanyaan anggota MKD, Habiburokhman, mengenai batas antara kebebasan berpendapat dan pelanggaran hukum, Prof. Satya menekankan perlunya membedakan antara penyampaian pendapat dan tindakan merusak.
“Secara filosofis, batas dalam menyampaikan pendapat adalah ketika kita tidak melanggar hak orang lain, dan tentu saja tidak bersifat merusak. Jika sudah merusak, maka itu menjadi masalah,” tegasnya.
Ia juga menilai bahwa aparat penegak hukum harus bersikap keras terhadap tindakan yang melebihi batas kebebasan berekspresi, seperti kerusakan atau perusakan.
“Para penegak hukum seharusnya aktif menurut saya. Jelas itu,” tambahnya.
Ketua MKD DPR RI, Nazaruddin Dek Gam, mengatakan bahwa sidang ini bertujuan untuk menjelaskan secara jelas peristiwa yang terjadi mulai dari 15 Agustus hingga 3 September 2025.
Salah satu yang menjadi perhatian adalah narasi masyarakat mengenai kenaikan upah serta tunjangan perumahan anggota DPR, serta tindakan menari yang mendapat kritik.
“MKD menerima surat dari pimpinan DPR RI mengenai pemeriksaan awal. Sidang ini diadakan terbuka sebagai bentuk transparansi,” ujar Nazaruddin saat membuka sidang.
Selain Prof. Satya, MKD juga mengundang beberapa saksi dan ahli dari berbagai bidang. Di antaranya Deputi Persidangan Setjen DPR RI Suprihartini dan Suwarko.
Dari kalangan akademisi, hadir pakar kriminologi Prof. Dr. Adrianus Eliasta, ahli sosiologi Trubus Rahardiansyah, serta pakar analisis perilaku Gusti Aju Dewi.
MKD juga menghadirkan keterangan dari Wakil Koordinator Wartawan Parlemen, Erwin Siregar.
Latar Belakang Persidangan MKD dan Benda Pemeriksaan
Persidangan ini merupakan langkah awal yang diambil oleh MKD DPR RI untuk menindaklanjuti laporan yang diterima dari masyarakat dan pimpinan lembaga mengenai dugaan pelanggaran etika oleh lima anggota DPR RI yang tidak aktif.
Pemeriksaan dilakukan pada tahap awal, dengan agenda menghadirkan keterangan saksi serta pendapat para ahli dari berbagai bidang seperti hukum, kriminologi, sosiologi, dan perilaku.
Laporan yang menjadi dasar sidang diterima oleh MKD pada tanggal 4, 9, dan 30 September 2025.
Isinya menyoroti dugaan sikap hedonis, pernyataan yang memicu kontroversi, serta tindakan tidak sopan yang dianggap melanggar etika parlemen, khususnya setelah Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD RI dan selama demonstrasi besar di depan Gedung DPR RI pada akhir Agustus.
Objek pemeriksaan meliputi lima anggota DPR RI yang sudah tidak aktif: Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi Gerindra, Adies Kadir dari Fraksi Golkar, serta Surya Utama dikenal sebagai Uya Kuya dan Eko Hendro Purnomo yang akrab disapa Eko Patrio dari Fraksi PAN.
Setelah sidang terbuka pada 3 November 2025, MKD rencananya akan melanjutkan pemeriksaan mengenai rangkaian kejadian yang memicu aksi unjuk rasa antara 25 hingga 31 Agustus 2025. Sebagai informasi tambahan, seluruh pimpinan dan anggota MKD yang menangani perkara ini juga merupakan anggota DPR RI, serta sebagian berasal dari fraksi yang sama dengan pihak yang diperiksa. Hal ini menjadikan proses etik bukan hanya sebagai forum klarifikasi, tetapi juga ujian transparansi dan integritas internal lembaga legislatif di hadapan masyarakat.





Saat ini belum ada komentar