Kegagalan Politik Terkuak! Kotak Kosong Lemahkan Demokrasi

DIAGRAMKOTA.COM – Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus, menyoroti maraknya fenomena calon tunggal versus kotak kosong dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Yang menurutnya mencerminkan kegagalan partai politik dalam mengembangkan kader yang kompeten.

Ia berpendapat, keterlibatan kotak kosong dalam Pilkada dapat merusak legitimasi pemimpin terpilih. Serta memperlemah hubungan antara pemimpin dan masyarakat.

“Fenomena kotak kosong mencerminkan kegagalan partai politik dalam mempersiapkan kader. Yaitu yang kompeten untuk bersaing di tingkat daerah. Hal ini di perparah dengan munculnya satu koalisi besar yang mengaburkan pilihan. Dan persaingan yang kompetitif,” ujar Guspardi Gaus, Selasa (17/9/2024).

Fenomena ini juga dapat memperburuk tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi politik. Meski demikian, Guspardi tetap mengimbau masyarakat untuk menggunakan hak suaranya. Meskipun hanya ada calon tunggal melawan kotak kosong.

Baca Juga :  Bentuk Kepedulian,PDIP Surabaya Berikan Bantuan Kepada Warga Korban Kebakaran di Simokerto

“Meskipun Pilkada dengan calon tunggal melawan kotak kosong dapat di lanjutkan sesuai peraturan. Penting untuk memastikan prosesnya transparan dan adil. Untuk menjaga kepercayaan publik dan kualitas demokrasi,” jelas Legislator Dapil Sumatera Barat II itu.

“Namanya pilkada itukan pemilihan kepala daerah, bukan kotak kosong yang di lawan. Kalau kaya begini itu namanya tidak mencerdaskan para pemilih, itu merusak demokrasi,” imbuhnya.

Ia juga menekankan pentingnya mempersiapkan opsi seperti Pilkada ulang di tahun 2025. Jika kotak kosong menang melawan calon tunggal.

“Jadi memang harus di lakukan opsi di persiapkan pelaksanaan pilkada berikutnya. Dan yang paling cepat di laksanakan pada 2025,” ungkapnya.

Kegagalan Politik? Kotak Kosong, DPR Dorong Revisi UU Pilkada

Guspardi juga mendorong di lakukannya revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Guna menghindari maraknya calon tunggal.

“Ke depan harus di lakukan perbaikan regulasi yaitu UU Pilkada. Jika regulasi soal pilkada itu diubah, dapat menutup kesempatan calon tunggal. Harus di hindari adanya calon tunggal. Kalau ada regulasinya kan partai tidak berdaya, paslon pun tidak bisa berbuat apa-apa,” tambahnya.

Baca Juga :  Ketua Komisi C Sebut Titik Rawan Genangan Surabaya Menurun

Menurutnya, munculnya fenomena kotak kosong ini di sebabkan oleh regulasi yang saat ini memungkinkan terjadinya situasi tersebut. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/2024, yang menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah dari partai politik. Di harapkan dapat mengubah dinamika koalisi partai politik dalam mengusung calon.

“Karena meskipun sudah ada putusan MK itu, tapi tetap saja masih banyak daerah di Indonesia yang hanya diikuti oleh calon Tunggal. Itu menunjukkan paslon itu berarti tidak siap untuk maju, tidak siap untuk menang dan kalah. Kita itu kalau maju siap untuk kalah. Jangan hanya siap menangnya saja,” urai Guspardi.

Ia juga menekankan bahwa banyaknya calon tunggal adalah tanda kegagalan partai politik dalam menjalankan kaderisasi. Karena menunjukkan tidak adanya kandidat berkualitas yang layak diusung.

Baca Juga :  Jelang Nataru, DPRD Sebut PDT KBS Telah Persiapkan Layanan Dan Infrastruktur

“Kalau ada calon tunggal, itu berarti para partai yang ada 18 ini gagal memberikan pendidikan politik kepada para kader dan pengurusnya. Jadi itu mengkerdilkan partai itu sendiri, kenapa tidak memajukan kadernya,” ucapnya.

Oleh karena itu, Guspardi mendorong penguatan partai politik dan revisi UU Pilkada. Yakni untuk memperbaiki sistem politik dan menghindari fenomena calon tunggal di masa depan.

Memilih kotak kosong tetap merupakan hak para pemilih yang merasa tak cocok dengan paslon yang di sodorkan,” tutup Guspardi. (red)

Share and Enjoy !

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *