DPRD Surabaya Soroti Aturan Pecah KK, PKS Desak Pemkot Segera Buat Payung Hukum Resmi
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Sel, 23 Sep 2025
- comment 0 komentar

Anggota Komisi A DPRD Surabaya, Cahyo Siswo Utomo, saat rapat dengar pendapat terkait pecah KK, Selasa (23/9)(@)
DIAGRAMKOTA.COM – Kebijakan pemecahan Kartu Keluarga (KK) di Kota Surabaya mendapat kritik keras dari legislatif. Ketua Fraksi PKS DPRD Surabaya, Cahyo Siswo Utomo, mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) agar tidak menerapkan aturan yang belum memiliki landasan hukum yang kuat. Menurutnya, kebijakan yang hanya berbasis surat edaran (SE) berpotensi membingungkan masyarakat sekaligus menempatkan aparat kelurahan maupun kecamatan dalam posisi rawan.
Kebijakan Pemkot Dinilai Lemah Landasan Hukum
Dalam rapat dengar pendapat bersama warga di Gedung DPRD Surabaya, Cahyo menegaskan setiap kebijakan kependudukan seharusnya memiliki dasar hukum formal seperti Peraturan Wali Kota (Perwali) atau Surat Keputusan (SK).
“Semua kebijakan pemerintah kota harus punya payung hukum yang kuat. Jika tidak, lurah, camat, maupun dinas terpaksa menerapkan aturan tanpa dasar yang jelas. Ini berbahaya,” tegasnya.
Keluhan Warga Semakin Meluas
Cahyo mengungkapkan, masalah pemecahan KK ini bukan lagi kasus perorangan, melainkan sudah menjadi keluhan massal di berbagai wilayah Surabaya.
“Dalam 12 titik reses yang kami datangi, setidaknya ada dua sampai tiga lokasi yang warganya menanyakan persoalan serupa. Ini menunjukkan masalahnya riil di lapangan dan butuh solusi segera,” ujarnya.
Sorotan terhadap Absennya Regulasi Formal
Politisi PKS itu mempertanyakan alasan Pemkot hanya mengeluarkan surat edaran tanpa memperkuatnya menjadi regulasi resmi.
“Kenapa Surat Edaran ini tidak dituangkan dalam Perwali atau SK? Kenapa tidak ada keputusan resmi? Padahal ini jadi pertanyaan besar bagi warga,” kata Cahyo.
Menurutnya, jika regulasi tidak segera dirumuskan, maka Pemkot Surabaya bisa dianggap lalai melindungi hak masyarakat.
Potensi Pelanggaran Hak Konstitusional
Cahyo menilai kebijakan yang belum matang ini berpotensi melanggar hak dasar warga negara. Ia bahkan mempertanyakan apakah Pemkot Surabaya sudah melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Apakah sudah ada konsultasi ke Kemendagri? Apa jawabannya? Ini harus jelas. Jangan sampai ada warga yang akhirnya kehilangan status kependudukannya, menjadi stateless, gara-gara kebijakan yang tidak sempurna,” tandasnya.
Ia mencontohkan beberapa kasus di mana warga diarahkan kembali ke daerah asal karena tidak bisa memproses dokumen kependudukan di Surabaya. Hal itu, lanjutnya, berpotensi melanggar hak konstitusional warga untuk mendapatkan kepastian hukum.
Desakan DPRD untuk Segera Rumuskan Regulasi
Cahyo meminta Bagian Hukum Pemkot Surabaya segera merumuskan aturan resmi sebagai solusi. Dengan adanya dasar hukum yang jelas, aparat pelaksana tidak lagi berada dalam posisi dilematis.
“Kasihan dinas-dinas di lapangan yang menjalankan kebijakan tanpa payung hukum. Pemerintah kota harus segera merumuskan regulasi resmi agar tidak menimbulkan masalah yang lebih besar,” pungkasnya.
Sekedar untuk diketahui, sorotan DPRD Surabaya terhadap kebijakan pecah KK menunjukkan urgensi pentingnya regulasi formal dalam pelayanan kependudukan. Tanpa aturan yang kuat, kebijakan berpotensi menimbulkan kebingungan warga sekaligus melemahkan posisi hukum aparat pelaksana di lapangan. Pemkot Surabaya kini ditunggu tindak lanjutnya untuk memberi kepastian hukum dan melindungi hak-hak masyarakat. [@]