KPK Periksa Mantan Direktur Allo Bank Terkait Kasus EDC BRI
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Sel, 23 Sep 2025
- comment 0 komentar

Pemeriksaan Terhadap Mantan Direktur Utama Allo Bank Indonesia
DIAGRAMKOTA.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan pemeriksaan terhadap mantan Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia, Indra Utoyo. Ia diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi dalam kasus korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di Bank BRI pada periode 2020-2024. Pemeriksaan ini dilakukan di Gedung Merah Putih KPK dengan mengacu pada peran Indra Utoyo sebagai Direktur Digital dan Teknologi Informasi (TI) PT BRI dari Maret 2017 hingga Maret 2022.
Selain Indra Utoyo, ada satu saksi lain yang juga dipanggil untuk diperiksa dalam perkara yang sama. Saksi tersebut adalah Rosalina Wahyuni, seorang karyawan swasta. Pemeriksaan terhadap para saksi ini bertujuan untuk memperkuat bukti-bukti dalam penyelidikan kasus korupsi EDC BRI.
Pada tanggal 9 Juli 2025, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Salah satu tersangka adalah Indra Utoyo, yang juga pernah menjabat sebagai Direktur Digital dan Teknologi Informasi BRI serta Direktur Utama Allo Bank. Empat tersangka lainnya adalah mantan Wakil Direktur Utama BRI, Catur Budi Harto; Dedi Sunardi selaku SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI; Elvizar selaku Dirut PT Pasifik Cipta Solusi (PCS); serta Rudy Suprayudi Kartadidjaja selaku Dirut PT Bringin Inti Teknologi.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Indra Utoyo mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang perdana gugatan tersebut awalnya dijadwalkan pada 21 Agustus 2025, tetapi tertunda karena KPK tidak hadir sebagai pihak termohon. Sidang kemudian dijadwalkan ulang pada Senin, 15 September 2025.
Hari ini, Selasa, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang putusan atas gugatan Indra Utoyo. Perkara dengan nomor 101/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL. ini dijadwalkan mulai pukul 13.00 WIB.
Nilai Pengadaan EDC BRI dan Kerugian Negara
Pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa nilai pengadaan EDC BRI mencapai Rp 2,1 triliun. KPK melakukan perhitungan kerugian negara menggunakan metode real cost, yaitu berdasarkan biaya yang seharusnya dikeluarkan oleh BRI mencapai Rp 744 miliar.
KPK juga telah melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi, termasuk dua kantor BRI, dua kantor swasta, dan lima rumah. Dari penggeledahan tersebut, penyidik menyita uang sebesar 200 ribu dolar Amerika Serikat yang diduga milik Catur Budi Harto. Selain itu, ditemukan juga dokumen dan barang bukti elektronik.
Dalam penggeledahan di dua kantor swasta dan lima rumah, KPK juga menyita uang tunai sebesar Rp 5,8 miliar serta bilyet deposito senilai Rp 28 miliar. “KPK mengamankan dan menyita barang bukti yang diduga punya keterkaitan secara langsung dengan perkara tersebut,” kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, pada 3 Juli 2025.
Tindakan Pencegahan Ke Luar Negeri
KPK juga telah mencegah 13 orang untuk berpergian ke luar negeri. Alasannya, 13 orang tersebut dibutuhkan oleh penyidik dalam proses penyidikan di kasus dugaan korupsi pengadaan mesin EDC BRI. Salah satu dari mereka adalah mantan Wakil Direktur Utama BRI, Catur Budi Harto.
Penindakan ini merupakan bagian dari upaya KPK dalam menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi rakyat. Kasus korupsi EDC BRI ini menjadi salah satu contoh kasus besar yang sedang ditangani oleh lembaga anti-korupsi ini.
Saat ini belum ada komentar