Oleh: Agunk (Warga Negara Indonesia)
DIAGRAMKOTA.COM – Kritik atau nyinyir? Teruntuk yang terhormat kawan-kawan wakil rakyat di gedung parlemen Kota Pahlawan. Ketika kritik legislator dianggap nyinyir oleh eksekutif akan terbantahkan disini. Kita semua tahu! DPRD memiliki tiga fungsi, yaitu : Legislasi, berkaitan dengan pembentukan peraturan daerah. Anggaran, Kewenangan dalam hal anggaran daerah(APBD). Pengawasan, Kewenangan mengontrol pelaksanaan perda dan peraturan lainnya serta kebijakan pemerintah daerah.
Sebelumnya, saya sempat berdiskusi dengan seorang anggota Dewan. Beliau berkomentar “judulnya ngeri”, terkait artikel berita kritik terhadap pemerintah kota. Kemudian saya menyampaikan, sebagai anggota dewan harus tetap konsisten meski warna politik sebagai pendukung dalam Pilkada 2024 lalu. Akan tetapi jangan sampai terkesan nyinyir timpal beliau.
Kritik Atau Nyinyir? Bedah Batas Setipis Kertas
Bedah batas perbedaan antara kritik dan nyinyir dalam perspektif UUD 1945 dan UU ITE memang penting, karena batasannya bisa kabur, terutama dalam ranah hukum dan opini publik. Berikut cara membedakannya kritik atau nyinyir:
1. Perspektif Konstitusi (UUD 1945)
Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Ini berarti kritik adalah bagian dari hak warga negara untuk menyampaikan pendapat, termasuk terhadap kebijakan pemerintah.
Namun, kebebasan ini tidak absolut karena dibatasi oleh Pasal 28J ayat (2) yang menyatakan bahwa kebebasan seseorang dibatasi oleh hak orang lain serta ketertiban umum. Artinya, kritik harus berdasar, objektif, dan tidak melanggar norma hukum atau merugikan hak individu lain.
Perbedaan Kritik atau Nyinyir dalam Konstitusi:
Kritik → Berorientasi pada perbaikan, berbasis fakta, dan bisa dipertanggungjawabkan.
Nyinyir → Lebih ke serangan personal, sindiran berulang, atau meremehkan tanpa solusi yang jelas.
Contoh:
✔ Kritik: “Kebijakan subsidi BBM ini seharusnya dievaluasi karena lebih banyak dinikmati oleh golongan menengah atas.”
❌ Nyinyir: “Subsidi BBM? Ah, pasti buat memperkaya pejabat lagi!”
2. Kritik atau Nyinyir? Perspektif UU ITE
UU ITE sering digunakan dalam kasus pencemaran nama baik, yang terkadang membingungkan antara kritik dan nyinyir.
Pasal 27 ayat (3) UU ITE → Mengatur tentang penghinaan dan pencemaran nama baik di dunia digital.
Pasal 28 ayat (2) UU ITE → Mengatur larangan penyebaran kebencian atau hoaks.
Bagaimana membedakannya kritik atau nyinyir dalam konteks UU ITE?
Kritik: Didasarkan pada fakta dan tidak menyerang individu secara pribadi.
Nyinyir: Mengandung unsur penghinaan, menyebarkan kebencian, atau informasi yang tidak benar.
Contoh dalam ranah digital:
✔ Kritik: “Kinerja dinas kebersihan perlu ditingkatkan karena masih banyak sampah menumpuk di beberapa titik kota.”
❌ Nyinyir: “Dinas kebersihan kerjanya tidur aja, gaji buta semua!” → Bisa dianggap penghinaan dalam UU ITE.
3. Cara Agar Kritik Tidak Dianggap Nyinyir
Agar kritik tidak mudah dikriminalisasi atau disalahartikan sebagai nyinyir, perhatikan beberapa prinsip berikut:
✅ Gunakan Fakta → Kritik harus berbasis data, bukan asumsi atau fitnah.
✅ Jangan Menyerang Personal → Fokus pada kebijakan atau tindakan, bukan karakter seseorang.
✅ Gunakan Bahasa yang Sopan → Hindari kata-kata kasar atau sindiran berlebihan.
✅ Tawarkan Solusi → Kritik yang baik bukan hanya mengungkap masalah, tetapi juga memberi alternatif perbaikan.
Contoh:
✔ Kritik yang Baik: “Kondisi jalan di daerah X rusak parah, mohon Pemkot segera memperbaiki untuk menghindari kecelakaan.”
❌Nyinyir: “Pemerintah ini kerjanya apa sih? Jalan rusak dibiarkan kayak kubangan!”
Jadi Kesimpulannya begini. Kritik sah secara konstitusional (UUD 1945) selama berbasis fakta dan bertujuan membangun.
Nyinyir bisa masuk ke ranah penghinaan atau pencemaran nama baik (UU ITE) jika menyerang personal, menyebarkan hoaks, atau berisi ujaran kebencian.
Cara terbaik menyampaikan kritik adalah dengan fakta, bahasa santun, dan fokus pada solusi agar tidak disalahartikan sebagai nyinyir.
Jadi, jangan takut mengkritik, tapi tetap hati-hati. Salam Nademkra!