Dedi Mulyadi Dihebohkan Emak-emak Soal Donasi Rp 1000, Gubernur Jabar Ingatkan Kasus Kakak Adik Gantian Seragam
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Kam, 9 Okt 2025
- comment 0 komentar

Gerakan Rereongan Poe Ibu: Dukungan Masyarakat atau Kekacauan?
DIAGRAMKOTA.COM – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kini tengah menghadapi berbagai tanggapan dari masyarakat terkait inisiatif yang diberi nama Gerakan Rereongan Poe Ibu. Gerakan ini bertujuan untuk memperkuat solidaritas sosial dengan mengajak ASN, pelajar, dan warga setempat menyisihkan uang sebesar Rp 1.000 per hari. Dana yang dikumpulkan akan digunakan untuk membantu kebutuhan darurat di bidang pendidikan dan kesehatan.
Namun, beberapa waktu terakhir, gerakan ini menjadi sorotan karena adanya penolakan dari sejumlah warga, terutama para ibu rumah tangga. Di media sosial, banyak diskusi tentang bagaimana kebijakan ini dinilai memberikan ketidaknyamanan bagi masyarakat. Salah satu yang menyoroti isu ini adalah seorang perempuan berkacamata yang tidak diketahui identitasnya. Dalam sebuah video, ia menyampaikan bahwa gerakan ini justru membuat masyarakat bingung.
“Teruntuk Bapak Aing, Kang Deddy Mulyadi, Gubernur Jawa Barat, Emak ingin kasih tahu sesuatu nih soal urusan surat edaran tentang gerakan patuangan sehari seribu atau Rereongan Poe Ibu poe ibu,” kata ibu tersebut dalam video yang viral.
Ia menjelaskan bahwa gerakan ini menghimbau rakyat, mulai dari tingkat RT, di sekolah, ASN, hingga masyarakat umum, untuk menyisihkan uang sebesar Rp 1.000 setiap hari. Namun, menurutnya, kebijakan ini tidak sepenuhnya disetujui oleh masyarakat.
“Emak mah tak setuju. Kebijakannya bikin pusing, pokoknya mah cabut,” ujarnya.
Penjelasan Gubernur Mengenai Tujuan Gerakan
Dedi Mulyadi kemudian menjelaskan tujuan dari dana yang dikumpulkan melalui Gerakan Rereongan Poe Ibu. Ia menegaskan bahwa dana tersebut tidak ditujukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk membantu warga yang sedang kesulitan. Ia juga menyinggung kisah dua bersaudara di Bogor yang harus bergantian memakai seragam sekolah karena hanya memiliki satu stel. Menurutnya, jika masyarakat di lingkungan tempat anak-anak itu tinggal menerapkan gerakan ini, mereka seharusnya bisa saling membantu, termasuk membelikan seragam bagi yang membutuhkan.
“Saya tidak mungut uang seribu untuk dikumpulin di gubernur yang bermilyar-milyar bertriliun-triliun ini,” ujar Dedi Mulyadi.
Ia menambahkan bahwa dana yang dikumpulkan dapat dikelola oleh unit kerja masing-masing, seperti dinas atau OPD. Jika ada orang yang membutuhkan bantuan, misalnya untuk biaya pengobatan atau belanja popok, maka dana ini bisa digunakan. Bahkan, jika ada anak yang viral karena tidak punya baju pramuka, dana ini bisa digunakan untuk membelikannya.
Tanggapan Terhadap Penolakan
Dedi Mulyadi juga menyebut jika ada warga yang kesulitan dan meminta pertolongan, akan dikembalikan ke daerah asalnya, apabila ketahuan tidak menjalankan gerakan sehari Rp 1.000. Namun, ia menekankan bahwa kebijakan ini tidak bersifat wajib. “Dan itu pun kalau yang mau, yang mau beramal ibadah. Yang mau, ya kalau tidak, tidak apa-apa, emak,” katanya.
Ia juga menjelaskan bahwa kegiatan ini dilaksanakan bagi yang bersedia melaksanakan. Jika ada yang datang ke Gedung Sate atau tempat lainnya dari Pangandaran, maka akan diminta kembali ke kampungnya jika ternyata tidak bisa membangun gerakan sosial.
Perbandingan dengan Kebiasaan Sekolah
Mantan Bupati Purwakarta ini juga membandingkan Gerakan Rereongan Poe Ibu dengan kebiasaan anak-anak di sekolah yang kerap mengumpulkan uang ke bendahara. “Jadi begitu emak, santai saja kalau emak punya. Terus yang di sekolah, yang di ruang kelas, ada kas sosial. Sejak saya SMP juga begitu, emak. Kemudian ada temannya sakit, ditengok, dikasih biaya untuk berobat. Ada temannya tidak punya seragam, diberi, dipegangnya oleh siapa? Ya, oleh bendahara kelas. Tidak ada paksaan,” ujarnya.
Saat ini belum ada komentar