DIAGRAMKOTA.COM – Penolakan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) APBD 2024 oleh DPRD Sidoarjo terus menuai kritik. Kelompok aktivis yang tergabung dalam Gerakan Non Blok (GNB) menyebut keputusan tersebut telah menimbulkan dampak nyata dan merugikan masyarakat.
“Kalau memang mau tarung, silakan tarung. Tapi jangan rakyat yang jadi korban,” tegas Sugeng Gondrong, aktivis asal Desa Pilang, Wonoayu, saat audiensi dengan Ketua DPRD Sidoarjo dan anggotanya Wahyu Lumaksono di ruang VIP kantor dewan, Kamis (7/8/2025) siang.
Menurut GNB, penolakan LPJ telah menimbulkan sejumlah konsekuensi buruk, mulai dari terhambatnya layanan publik hingga keterlambatan pengadaan kebutuhan dasar. Badruzaman, aktivis lainnya, menyoroti masih kosongnya blangko KTP yang menyulitkan masyarakat dalam mengakses layanan administrasi.
“Kualitas layanan masyarakat juga belum optimal. Hal ini makin diperparah dengan dampak politik yang memengaruhi kinerja eksekutif dan legislatif,” ujarnya.
Akademisi, Ubaidillah, yang turut hadir dalam forum tersebut, mengingatkan bahwa keluarnya Peraturan Kepala Daerah (Perkada) sebagai pengganti Perda LPP APBD 2024 adalah tanda adanya masalah serius. “Ini bukan sekadar administrasi. Ada konsekuensi hukum dan anggaran yang berpotensi menyandera pemenuhan kebutuhan rakyat,” paparnya.
Ia juga menyebut perseteruan antara eksekutif dan legislatif sudah menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap kedua lembaga.
Pandangan ini diamini oleh Koordinator GNB, Hariyadi Siregar. Ia bahkan mewanti-wanti agar konflik ini tidak sampai memicu keterlibatan Aparat Penegak Hukum (APH). “Sudah cukup, jangan sampai ada pimpinan daerah, birokrat, atau legislator yang tersandung masalah hukum hanya karena konflik ini,” katanya.
Menanggapi kritik yang dilontarkan, Ketua DPRD Sidoarjo Abdillah Nasih menyampaikan klarifikasi bahwa penolakan LPJ tidak bisa diartikan macam-macam. Menurutnya, langkah itu murni bagian dari pelaksanaan fungsi kontrol dan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan.
“Pertama-tama, kami tetap memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada semua elemen masyarakat. Ini menandakan bahwa kehidupan demokrasi di Sidoarjo berjalan baik. Kami di DPRD juga menerima semua masukan, baik yang pro maupun kontra, sebagai dinamika yang wajar,” ujar Abdillah.
Ia menambahkan, yang terpenting adalah bagaimana semua pihak menyikapi perbedaan dengan bijak, sesuai dengan peran dan porsi masing-masing.
“Keputusan menolak LPJ APBD 2024 merupakan bagian dari fungsi pengawasan. Jangan sampai ini disalahartikan. Kalau DPRD tidak melakukan pengawasan ketat, kita khawatir program-program pemerintah bisa keluar dari jalur,” ujarnya.
Abdillah menegaskan bahwa DPRD ingin memastikan seluruh program eksekutif dan OPD berjalan on the track, tepat sasaran, dan akuntabel. “Ini bukan soal suka atau tidak suka, tapi tanggung jawab institusional DPRD terhadap publik,” tambahnya.
Sementara itu, anggota DPRD dari Fraksi Golkar, Wahyu Lumaksono, menyatakan bahwa keputusan fraksinya sudah melalui pertimbangan matang. Ia menegaskan bahwa Golkar tidak mungkin mengambil langkah yang akan merugikan rakyat.
“Kalau kami sampai merugikan masyarakat, saya yakin masyarakat tak akan percaya lagi pada Golkar,” ujarnya tegas.
Namun di sisi lain, aktivis GNB menyayangkan minimnya kesiapan DPRD dalam menerima aspirasi masyarakat. Slamet Budiono menilai audiensi terasa tidak maksimal karena hanya dihadiri oleh Ketua DPRD dan seorang legislator baru.
“Pendapat yang disampaikan pun hanya berdasarkan keyakinan pribadi, berbeda dengan pihak eksekutif yang biasanya menyampaikan dengan data dan perangkat aturan,” kritiknya.(Dk/Ais)