Puluhan Tahun Tak Diakui, Warga Pemegang Surat Ijo Serukan Keadilan ke Presiden
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Sen, 10 Nov 2025
- comment 0 komentar

DIAGRAMKOTA.COM – Ratusan warga Kota Surabaya kembali menyuarakan aspirasi mereka terkait konflik agraria berkepanjangan atas tanah berstatus Surat Ijo.
Bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan, 10 November 2025, massa yang tergabung dalam Aliansi Aksi 10 November 2025 Wadul Presiden Prabowo menggelar aksi damai di halaman Monumen Tugu Pahlawan.
Dengan mengenakan ikat kepala merah putih dan membawa spanduk bertuliskan “Tanah
Rakyat Bukan Aset Pemkot” serta “Wadul Presiden Prabowo: Tolong Selesaikan Surat Ijo”, warga menuntut kejelasan status hukum lahan yang telah mereka tempati puluhan tahun. Bagi mereka, perjuangan mempertahankan tanah ini merupakan bagian dari semangat kepahlawanan masa kini.
Aksi dimulai dengan upacara peringatan Hari Pahlawan. Para peserta berdiri rapi menyanyikan lagu Indonesia Raya tiga stanza, mendengarkan kisah perjuangan para sesepuh, dan menundukkan kepala untuk doa bersama.
Suasana haru menyelimuti acara ketika warga meletakkan karangan bunga di depan tugu sebagai bentuk penghormatan kepada para pejuang bangsa.
Menurut Satryo Kendro, Koordinator Aksi, perjuangan warga pemegang Surat Ijo telah berlangsung lama, namun hingga kini belum mendapat kepastian hukum yang adil.
Sudah puluhan tahun kami tinggal di tanah itu, membayar retribusi, tapi hak kami tak pernah diakui. Pemerintah kota terus mengklaim tanah rakyat sebagai aset daerah tanpa menelusuri sejarah dan asal-usulnya,” ujarnya.
Satryo, yang akrab disapa Tyok, juga menilai bahwa praktik domein verklaring yang masih digunakan oleh Pemerintah Kota Surabaya sejak masa Wali Kota Sunarto hingga Eri Cahyadi merupakan bentuk penyimpangan terhadap prinsip keadilan agraria.
Kami ingin Presiden Prabowo tahu, banyak tanah yang diklaim sebagai aset pemkot sebenarnya merupakan tanah negara atau tanah peninggalan kolonial yang kini ditempati rakyat,” tegasnya.
Gubernur Jawa Timur dengan pengawalan aparat kepolisian. Sepanjang perjalanan, mereka meneriakkan yel-yel perjuangan dan menyerukan keadilan agraria untuk warga kecil.
Di kantor gubernur, perwakilan massa diterima oleh staf pemerintah provinsi dan menyampaikan permintaan agar Gubernur Jawa Timur bersedia memfasilitasi pertemuan langsung dengan Presiden RI Prabowo Subianto.
Sekitar tengah hari, rombongan melanjutkan perjalanan ke Kantor Wali Kota Surabaya untuk mendesak agar pemerintah kota segera menetapkan Surat Keputusan Hak Pengelolaan Lahan (SKHPL) sebagai dasar hukum resmi pengaturan tanah di Surabaya.
Koordinator lapangan Yudie Prasetyo menambahkan, perjuangan ini tidak dimaksudkan untuk menentang pemerintah, melainkan menuntut keadilan yang telah lama diabaikan.
Kami tidak menolak aturan, kami hanya menuntut pengakuan. Sudah saatnya negara hadir dan berpihak kepada rakyat kecil yang hidupnya bergantung di tanah itu,” ujarnya.
Aksi ini diikuti sekitar 500 peserta dari berbagai komunitas dan organisasi warga, termasuk P2TSIS (Perkumpulan Penghuni Tanah Surat Ijo Surabaya),
KPSIS (Komunitas Pejuang Surat Ijo Surabaya), FASIS, KLPS, AMPS, FPPI, Lasboyo, ARPG, dan sejumlah elemen serikat buruh serta forum solidaritas masyarakat Surabaya.
Aksi berlangsung tertib dan damai hingga sore hari, diwarnai orasi, doa bersama, dan pembacaan pernyataan sikap yang menegaskan komitmen warga untuk terus memperjuangkan hak mereka secara konstitusional.
Menutup aksi, Satryo Kendro menyerukan agar Presiden Prabowo Subianto menurunkan tim khusus penyelesaian konflik agraria di Surabaya, dengan prinsip keadilan, transparansi, dan keberpihakan kepada rakyat.
Kami datang bukan untuk melawan, tapi untuk mengingatkan. Rakyat kecil juga punya hak untuk hidup tenang di tanahnya sendiri,” pungkasnya. (Dk/nins)
