Krisis Ekonomi Global Tekan Industri di Sidoarjo, PHK Jadi Jalan Terakhir

DIAGRAMKOTA.COM – Dampak dari ketegangan ekonomi antara negara-negara besar dunia, khususnya perang dagang Amerika dan China, mulai terasa signifikan bagi para pelaku usaha di Indonesia. Industri lokal, termasuk yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sidoarjo, harus berjibaku menjaga keberlangsungan operasional di tengah tekanan pasar global.

Ketua Apindo Sidoarjo, Sukiyanto, mengungkapkan bahwa para pelaku usaha kini dituntut untuk melakukan berbagai strategi adaptif, mulai dari efisiensi operasional hingga langkah sulit berupa pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan.

“Akibat perang dagang, ekspor menjadi sangat sulit, terutama bagi industri padat karya. Ini memaksa perusahaan melakukan penyesuaian ekstrem seperti pengurangan jam kerja, meniadakan lembur, hingga perampingan tenaga kerja,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Senin sore (19/5/2025).

Dari ratusan anggota Apindo di Sidoarjo, sekitar 5 sampai 10 persen telah melakukan PHK selama tahun berjalan. Meski lebih rendah dibanding tahun lalu yang sempat mencapai 15 persen, tren ini diperkirakan akan kembali meningkat seiring adopsi teknologi mesin dalam proses produksi.

Menurut Sukiyanto, pergeseran ke teknologi otomatisasi menjadi langkah logis yang ditempuh banyak pabrik demi menekan biaya produksi.

“Kalau pakai tenaga manusia bisa habis Rp100 juta untuk 20 orang, sementara mesin bisa tekan jadi Rp50 juta. Ini alasan utama perusahaan beralih ke mesin” jelasnya.

Sektor yang paling terpukul adalah perusahaan eksportir ke Amerika Serikat, yang kini menghadapi lonjakan tarif dan ketidakpastian pasar. Di sisi lain, pasar domestik juga makin berat karena banjir produk impor, terutama dari China, yang menawarkan harga lebih murah.

“Industri dalam negeri menghadapi dua tekanan sekaligus: ekspor yang tersendat dan pasar lokal yang dibanjiri barang murah. Kombinasi ini membuat perusahaan terjepit, dan PHK kadang tak bisa dihindari,” tambah Sukiyanto.

Fenomena lain yang terlihat, lanjut dia, adalah berkurangnya keramaian di sekitar pabrik saat jam pulang kerja. “Kalau dulu macet karena buruh banyak, sekarang sudah sepi. Itu tandanya, pekerja digantikan mesin. Kita bisa lihat dari situ perubahan struktur tenaga kerja terjadi nyata,” tegasnya.

Ia mencontohkan sejumlah pabrik besar di Sidoarjo seperti Interbath, Avian, hingga Java, yang diduga telah menerapkan sistem otomatisasi dalam produksinya. Menurutnya, keputusan beralih ke mesin sepenuhnya berada di tangan masing-masing perusahaan.

Meski demikian, Sukiyanto mengingatkan bahwa perkembangan teknologi dan efisiensi tidak bisa dihindari. Yang bisa dilakukan kini adalah mempersiapkan diri.

“Perusahaan harus terbuka dengan karyawan, beri edukasi soal tantangan yang akan datang. Karena cepat atau lambat, badai PHK bisa datang kapan saja. Maka yang penting, semua pihak harus siaga,” pungkasnya. (Dk/di)