Jusuf Kalla Marah, Tanah PT Hadji Kalla Disita, Menteri ATR Minta Penjelasan ke PN Makassar
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Jum, 7 Nov 2025
- comment 0 komentar

DIAGRAMKOTA.COM – Wakil Presiden (Wapres) ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) marah karena lahan seluas 16,4 hektar milik PT Hadji Kalla di Makassar disengketakan. Ia menyatakan bahwa tanah di Jalan Metro Tanjung Bunga tersebut dibeli secara sah sejak 35 tahun lalu. Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) langsung mengambil tindakan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi.
Dilaporkan oleh Fajar, pada Rabu (5/11) JK langsung mengunjungi lokasi lahan tersebut. Ia tidak menerima adanya eksekusi yang dilakukan pengadilan atas tanah milik perusahaannya. Menurutnya, selama beberapa dekade tidak pernah ada masalah terkait lahan tersebut. Bahkan, ia juga tidak memiliki hubungan dengan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) yang berada di bawah Lippo Group.
“Saya sendiri yang membeli dan tidak pernah mengalami masalah. Kami tidak memiliki hubungan hukum dengan GMTD, tidak. Karena yang diajukan tuntutan adalah Manyombalang. Itu penjual ikan, bagaimana bisa seorang penjual ikan memiliki lahan sebesar ini. Jadi, itu adalah kebohongan yang dibuat-buat. Jangan main-main di sini, di Makassar ini,” ujar JK menegaskan.
Menurut JK, tindakan yang terjadi di lahan miliknya hampir sama dengan perampokan. Karena dia memiliki dokumen resmi dan sertifikat. Ia juga melihat kemungkinan adanya mafia tanah yang terlibat dalam masalah ini. Jika dibiarkan, ia khawatir masyarakat Makassar lain akan mengalami hal yang sama. Mengingat, seorang JK yang pernah menjabat wapres saja bisa dimainkan.
“Jika begitu, nanti seluruh kota akan dijadikan seperti ini, aksi pencurian semacam ini. Jika Hadji Kalla saja bersikap santai, apalagi yang lain,” tambahnya.
Mengenai masalah tersebut, Menteri ATR sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid menyampaikan bahwa permasalahan muncul akibat adanya eksekusi pengadilan yang melibatkan GMTD dengan pihak lain. Namun, eksekusi tersebut dinilai tidak sesuai dengan prosedur yang semestinya. Eksekusi dilakukan tanpa melalui proses konstatering.
“Eksekusi ini terjadi karena perselisihan antara GMTD dengan pihak lain, tetapi proses eksekusi belum melalui tahapan konstatering. Salah satu langkah penting dalam konstatering adalah pengukuran ulang agar sesuai dengan keputusan pengadilan,” kata Nusron pada Kamis (6/11).
Sebagai tanggapan terhadap isu tersebut, Kementerian ATR/BPN telah mengirimkan surat kepada Pengadilan Negeri Makassar untuk mempertanyakan kelayakan pelaksanaan eksekusi. Dalam surat tersebut, Nusron menekankan bahwa pengadilan perlu melaksanakan seluruh prosedur secara lebih transparan dan sesuai ketentuan. Mengingat belum adanya konstatering yang dilakukan sebelum eksekusi.
“Kami telah mengirimkan surat ke Pengadilan Negeri Makassar untuk menanyakan proses eksekusi ini. Tanpa melalui proses konstatering, eksekusi ini mencakup dua isu hukum yang belum selesai terkait tanah tersebut,” katanya.
Nusron juga menjelaskan dua isu hukum terkait tanah yang sedang diperebutkan. Pertama, gugatan yang diajukan oleh Mulyono melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kedua, status Hak Guna Bangunan (HGB) yang tercatat atas nama PT Hadji Kalla yang perlu mendapat perhatian dalam setiap proses pelaksanaan hukum. ***

Saat ini belum ada komentar