Pandangan: Aset Rakyat Masuk Pegadaian, Tanda Ekonomi Sedang Terbakar
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Sen, 13 Okt 2025
- comment 0 komentar

Perubahan Ekonomi Rumah Tangga yang Mengkhawatirkan
DIAGRAMKOTA.COM – Di tengah optimisme pemerintah tentang pertumbuhan ekonomi nasional, realitas di lapangan menunjukkan gambaran yang berbeda. Banyak masyarakat mengalami kesulitan keuangan yang tidak terlihat dalam angka statistik resmi. Pegadaian penuh dengan antrean warga yang membawa barang seperti cincin pernikahan, HP, atau alat kerja untuk ditukar dengan uang tunai. Fenomena ini terjadi secara diam-diam, tanpa keributan atau demonstrasi, tetapi menunjukkan bahwa kondisi ekonomi rumah tangga sedang memburuk.
Pegadaian Berubah Menjadi “ATM Darurat” bagi Keluarga Miskin
Dulu, masyarakat yang mengalami tekanan ekonomi biasanya mengunjungi bank, koperasi simpan pinjam, atau BUMDes. Kini, Pegadaian menjadi tempat pertama yang dikunjungi ketika kebutuhan mendesak muncul. Namun, uang hasil gadai bukan lagi digunakan untuk modal usaha, melainkan untuk bertahan hidup sehari-hari. Contohnya, seorang ibu di Kupang menggadaikan cincin pernikahannya hanya untuk membeli beras dan susu bagi anaknya. Driver ojek online juga menaruh HP cadangan ke Pegadaian demi menutup cicilan motor. Petani pun melepas alat semprotan mereka dan menyewa alat baru setiap hari agar bisa tetap bekerja. Ini menunjukkan bahwa keluarga tidak lagi dalam fase membangun, tetapi dalam fase bertahan.
Tabungan Mulai Mengering, Fondasi Ekonomi Rumah Tangga Retak
Tabungan kecil yang selama ini menjadi jaring pengaman bagi keluarga pekerja kini mulai menghilang lebih cepat dari jadwal gajian. Bank daerah mencatat lonjakan penarikan rekening dengan saldo di bawah Rp500.000. Pola ekonomi keluarga kelas bawah telah berubah drastis:
- Dulu: Gaji → Konsumsi → Sisakan sedikit → Tabung
- Sekarang: Gaji → Bayar cicilan → Cairkan tabungan → Gadai barang → Bertahan hidup
Ini adalah tanda awal disintegrasi ketahanan ekonomi rumah tangga. Bukan karena mereka tidak bekerja, tetapi karena penghasilan tidak cukup untuk menutupi apa yang mereka gadaikan.
Lahirnya Kemiskinan Generasi Baru
Ketika tabungan habis dan barang mulai berpindah tangan, intervensi negara seharusnya sudah berbunyi keras. Cincin, ponsel, alat kerja, bahkan sepeda motor — yang selama ini menjadi jaring pengaman ekonomi — pelan-pelan berpindah ke etalase Pegadaian. Jika barang tidak ditebus, aset itu akan dibeli orang lain, dan rakyat kehilangan kesempatan untuk memulihkan daya ekonominya. Kita sedang menuju fase baru: masyarakat bukan lagi hanya miskin uang, tetapi miskin alat untuk bangkit kembali.
Langkah Intervensi yang Harus Dilakukan Pemerintah
Krisis ini tidak bisa dihadapi hanya dengan seminar dan imbauan umum. Diperlukan langkah operasional yang langsung menyentuh kehidupan sehari-hari masyarakat:
Bentuk Tim Tanggap Ekonomi Rumah Tangga di Level Kelurahan
Komposisi: Lurah – RT/RW – Pegadaian – Bank Daerah
Tugas utama: Mendata warga yang sudah menggadai lebih dari dua kali dan yang saldonya di bank terus menipis sebelum gajian. Data ini menjadi detektor kemiskinan dini.Terapkan Mekanisme Tebus Barang Harian
Buat kebijakan penebusan bertahap Rp10.000–Rp20.000 per hari. Pegadaian tetap untung, rakyat masih punya kesempatan menebus aset.Dana Bergulir Ultra-Mikro Tanpa Proposal
Nominal fleksibel: Rp300.000 – Rp700.000
Tanpa proses birokrasi rumit, cukup KTP domisili RT. Dana hanya untuk usaha mikro berputar cepat, bukan konsumsi semata.Program “Pendampingan dari Uang Gadai”
Setiap warga yang menggadai barang harus diarahkan ke Posko Ekonomi Kelurahan. Melalui one-hour coaching, mereka diajarkan cara mengubah uang gadai jadi modal putar dan mengatur pemasukan kecil agar bisa menebus barang kembali.Wajibkan Bank Daerah Melaporkan Rekening Rakyat yang ‘Gundul’
Selama ini bank hanya sibuk mengumumkan kredit. Pemerintah justru butuh laporan saldo mikro yang terus tergerus. Ini adalah sensor dini tekanan ekonomi rumah tangga.
Penutup
Ekonomi rakyat tidak selalu jatuh karena badai besar, resesi, atau krisis global. Kadang ia runtuh karena satu cincin yang digadaikan dan tidak pernah kembali. Dari situ, martabat pelan-pelan memudar, dan negara baru sadar ketika semuanya sudah terlambat. Jika kebijakan hanya mengejar statistik, kita akan kalah oleh realitas yang berjalan di lorong Pegadaian. Namun, jika negara mau menatap antrean itu sebagai alarm, bukan sekadar transaksi, maka masih ada harapan menyelamatkan aset dan martabat rakyat kecil.
Saat ini belum ada komentar