Aib Penegakan Hukum: Penundaan Eksekusi Silfester, Bukti Nyata Abuse of Power dan Pengawasan yang Mati Suri
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Sen, 13 Okt 2025
- comment 0 komentar

Kritik terhadap Proses Eksekusi Putusan Pengadilan
DIAGRAMKOTA.COM – Kasus yang menimpa Silfester Matutina, terdakwa dalam perkara pencemaran nama baik Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla, kini berada di titik nadir yang sangat mengkhawatirkan. Proses eksekusi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang seharusnya dilakukan secara tegas dan jelas justru menunjukkan ketidakjelasan yang sistematis.
Direktur Eksekutif Democratic Judicial Reform (DE JURE), Bhatara Ibnu Reza, menyatakan bahwa Kejaksaan tidak serius dalam menjalankan tugasnya dalam kasus ini. Ia menyoroti adanya sejumlah dalih serta saling lempar tanggung jawab antara pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dengan Kejaksaan Agung. Hal ini menciptakan tanda tanya besar terkait independensi dan kredibilitas lembaga peradilan.
Seharusnya, eksekusi putusan hukuman 1,5 tahun untuk Silfester Matutina dilakukan langsung setelah vonis dikeluarkan pada 2019. Namun, kejaksaan menunda eksekusi dengan alasan pandemi Covid-19. Di sisi lain, terpidana justru menantang kejaksaan untuk segera mengeksekusinya dan sempat melakukan perlawanan dengan mengajukan upaya hukum luar biasa, yaitu peninjauan kembali. Meskipun permohonannya ditolak oleh pengadilan, situasi ini memperkuat dugaan bahwa proses hukum tidak berjalan sesuai harapan.
Kejaksaan bahkan meminta bantuan dari penasihat hukum terpidana untuk menghadirkan kliennya kepada jaksa eksekutor. Ini menimbulkan pertanyaan publik tentang apakah korps Adhyaksa melakukan praktik tebang pilih dalam penegakan hukum. Fakta bahwa terpidana masih bebas muncul di berbagai media massa juga bertentangan dengan dalih bahwa ia sulit ditemukan.
Di sisi lain, Komisi Kejaksaan RI sebagai pengawas eksternal gagal menjalankan tugasnya dengan baik. Lembaga ini seolah diam saja saat kejaksaan mengulur-ulur pelaksanaan eksekusi. Sejak kasus ini kembali menjadi sorotan, Komisi Kejaksaan hanya memberikan dorongan tanpa tindakan nyata.
Bhatara menilai bahwa kasus ini membuktikan bahwa keluasan kewenangan melalui peraturan perundang-undangan tidak selalu menjamin penegakan hukum yang efektif. Kejaksaan sendiri tampak memiliki hasrat untuk memperluas kewenangannya melalui RUU KUHAP dan RUU Perubahan Kedua UU Kejaksaan. Namun, hal ini disebabkan karena kurangnya check and balance antara penggunaan kewenangan dan pengawasan kewenangan khususnya oleh institusi pengawas eksternal.
Sejauh ini, tidak ada perubahan signifikan yang terlihat dalam rencana perubahan peraturan perundang-undangan untuk memperkuat kewenangan pengawasan. Situasi ini meningkatkan kerentanan terhadap penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan penegakan hukum dan keadilan.
Bhatara mendesak Kejaksaan RI untuk secepatnya melakukan eksekusi terhadap terpidana Silfester Matutina. Ia juga menuntut Komisi Kejaksaan RI agar lebih aktif dalam mengawasi kinerja dan perilaku jaksa secara serius. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan dapat memperbaiki kredibilitas lembaga peradilan dan memastikan keadilan bagi seluruh warga negara.
Saat ini belum ada komentar