KDKMP Syariah: Pilar Ekonomi Umat Berbasis Zakat dan Wakaf

Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP) dan Peran KDKMP Syariah dalam Pemberdayaan Ekonomi

DIAGRAMKOTA.COM – Sejak lama, koperasi dianggap sebagai pilar utama ekonomi kerakyatan di Indonesia. Semangat gotong royong yang mendasarinya membuat koperasi tidak hanya menjadi wadah usaha, tetapi juga simbol kebersamaan dan solidaritas antar sesama. Di tengah upaya pemerintah dalam mendorong program besar berupa Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP), koperasi kini memasuki babak baru yang menjanjikan. Dalam waktu singkat, sebanyak 81.500 koperasi telah berdiri, sebuah pencapaian yang mencatatkan sejarah dalam pembangunan desa.

KDKMP Berbasis Syariah

Di antara ribuan koperasi tersebut, terdapat model khusus yang dikembangkan oleh Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), yaitu KDKMP Syariah. Model ini dirancang untuk sesuai dengan kondisi dan kultur masyarakat Indonesia, serta memenuhi aspirasi berbagai komunitas dan daerah, termasuk Provinsi Aceh yang ingin mengimplementasikan sistem syariah dalam koperasi. Penerapan sistem syariah membawa manfaat signifikan, seperti hadirnya Unit Pengumpul Zakat (UPZ) dan nazir wakaf yang dapat meningkatkan inklusivitas dan memberikan manfaat bagi masyarakat kurang mampu.

Meski jumlahnya masih terbatas, sekitar 6.304 unit atau belum mencapai sepuluh persen dari total KDKMP, KDKMP Syariah menawarkan harapan besar. Koperasi ini bukan sekadar lembaga usaha yang bergerak tanpa bunga, tetapi juga pusat pemberdayaan umat yang menggabungkan bisnis modern dan filantropi Islam. Melalui pengelolaan zakat, infak, dan wakaf secara bersama-sama, KDKMP Syariah membuka jalan baru bagi desa untuk mengurangi kemiskinan dan menciptakan kemandirian ekonomi.

Potensi Zakat dan Wakaf di Indonesia

Indonesia memiliki potensi zakat dan wakaf yang sangat besar. Berdasarkan riset, potensi zakat nasional bisa mencapai lebih dari Rp 327 triliun per tahun, sementara potensi wakaf uang diperkirakan mencapai Rp 181 triliun. Sayangnya, realisasi penghimpunan masih jauh dari angka tersebut. Di banyak tempat, zakat hanya digunakan untuk penyaluran konsumtif, sedangkan wakaf sering kali dalam bentuk tanah yang tidak produktif. KDKMP Syariah hadir untuk mengubah pola ini dengan menyediakan unit pengumpul zakat dan pengelola wakaf di tingkat desa, sehingga dana umat dapat langsung terhubung dengan kegiatan ekonomi produktif.

Bayangkan sebuah desa yang memiliki koperasi Syariah yang tidak hanya mengelola toko sembako dengan harga terjangkau, tetapi juga memiliki unit simpan pinjam tanpa bunga, klinik kesehatan murah, gudang penyimpanan hasil panen, serta pengumpulan zakat yang disalurkan sebagai modal usaha ultra-mikro. Dana wakaf uang yang terkumpul bisa digunakan untuk membiayai usaha koperasi, seperti minimarket desa atau penggilingan padi. Hasil usaha tersebut kemudian digunakan untuk pendidikan anak yatim, subsidi kesehatan, dan program pemberdayaan masyarakat.

Fungsi Ganda KDKMP Syariah

KDKMP Syariah memiliki fungsi ganda sebagai motor ekonomi sekaligus jaring pengaman sosial desa. Melalui integrasi ini, koperasi tidak hanya membantu masyarakat keluar dari kemiskinan sesaat, tetapi juga membangun jalan menuju kemandirian. Zakat yang selama ini dianggap sebagai bantuan konsumtif kini diubah menjadi zakat produktif. Wakaf yang identik dengan tanah makam atau masjid kini dikembangkan sebagai wakaf uang untuk membiayai usaha produktif. Infaq digunakan untuk pelatihan keterampilan dan peningkatan kapasitas masyarakat. Dengan demikian, KDKMP Syariah tidak hanya memberi ikan, tetapi juga memberi kail dan kolam agar masyarakat bisa hidup mandiri.

Tantangan yang Menghadang

Namun, perjalanan KDKMP Syariah tidaklah mulus. Ada tantangan besar yang harus dihadapi. Pertama, kualitas SDM yang memahami prinsip-prinsip Syariah masih terbatas. Jumlah Dewan Pengawas Syariah belum sebanding dengan kebutuhan ribuan koperasi yang harus diawasi. Risiko penyalahgunaan dana juga tinggi, karena zakat dan wakaf adalah dana sosial yang rawan jika tidak dikelola secara transparan. Tanpa sistem digital yang terbuka, penyelewengan bisa merusak kepercayaan publik. Selain itu, politik praktis di tingkat desa sering kali mengganggu pengelolaan koperasi. Ketika pengurus diisi oleh tokoh politik lokal, keputusan sering kali sarat kepentingan pribadi.

Budaya konsumtif masyarakat juga menjadi tantangan tersendiri. Banyak warga yang masih menganggap zakat sebatas bantuan habis pakai. Mereka belum terbiasa melihat zakat sebagai sarana pemberdayaan. Oleh karena itu, diperlukan edukasi terus-menerus agar masyarakat memahami bahwa dana sosial umat bisa dikelola secara strategis dan berkelanjutan.

Langkah Strategis untuk Meningkatkan Kinerja

Untuk menjawab tantangan tersebut, beberapa langkah strategis perlu dilakukan. Pertama, digitalisasi pengelolaan koperasi menjadi kunci penting. Dengan sistem pencatatan penghimpunan dan penyaluran dana secara real-time melalui aplikasi, setiap anggota bisa memantau transparansi keuangan koperasi. Pendampingan profesional dari tenaga ahli ekonomi syariah juga mutlak dibutuhkan, setidaknya di tingkat kota/kabupaten, agar koperasi tidak salah arah dalam mengelola dana umat. Kolaborasi erat dengan lembaga resmi seperti BAZNAS, Badan Wakaf Indonesia, dan Lembaga Zakat/Wakaf yang bergerak pada level nasional, provinsi, kota/kabupaten dapat memperkuat legitimasi sekaligus meningkatkan kepercayaan publik. Sosialisasi kepada masyarakat desa/kelurahan dengan bantuan alim ulama juga sangat penting.

Selain itu, KDKMP Syariah perlu menyesuaikan diri dengan potensi lokal desa. Di Aceh Tengah, misalnya, koperasi syariah dapat mengelola wakaf kebun kopi yang hasilnya bisa menopang kegiatan ekonomi. Di pesisir Sulawesi, fokus dapat diarahkan pada perikanan atau budidaya rumput laut. Di daerah pertanian, koperasi bisa mengelola penggilingan padi berbasis wakaf produktif. Dengan pola berbasis potensi lokal ini, koperasi akan lebih berkelanjutan dibandingkan model seragam yang dipaksakan di semua desa.

Potensi Jangka Panjang KDKMP Syariah

Jika semua langkah tersebut dapat dijalankan, potensi KDKMP Syariah dalam jangka panjang sungguh luar biasa. Apabila setiap desa memiliki koperasi Syariah yang mampu mengelola zakat dan wakaf secara produktif, dana umat akan berputar di desa, membiayai usaha kecil, membuka lapangan kerja, menyediakan layanan sosial, dan memperkuat pendidikan masyarakat. Desa tidak lagi bergantung pada rentenir atau bantuan sesaat dari pemerintah, melainkan berdiri di atas kemandirian ekonomi yang kokoh.

Lebih jauh, model ini berpeluang menjadi inspirasi global. Dunia Islam bisa belajar dari Indonesia tentang bagaimana koperasi, zakat, dan wakaf bisa dipadukan dalam skala nasional untuk memberdayakan jutaan keluarga miskin. Keberhasilan KDKMP Syariah akan membuktikan bahwa ekonomi Syariah tidak hanya konsep ideal, melainkan solusi nyata untuk menghadirkan keadilan sosial.

Menyejahterakan Masyarakat

Pada akhirnya, keberhasilan KDKMP Syariah tidak akan diukur dari seberapa banyak koperasi yang terbentuk, melainkan dari sejauh mana ia mampu mengubah wajah desa. Ukurannya adalah ketika masyarakat desa bisa keluar dari kemiskinan, pemberdayaan menjadi proses dan tujuan, memperoleh akses usaha tanpa jeratan rentenir, dan membangun kehidupan yang lebih bermartabat. Jika tantangan tata kelola, keterbatasan SDM, dan godaan politik dapat diatasi, KDKMP Syariah akan tumbuh menjadi pilar ekonomi umat yang berkeadilan dan berkelanjutan, menjawab cita-cita bangsa sekaligus amanah Syariah untuk membawa maslahat.

Kekuatan Indonesia tidak bertumpu pada segelintir kapital besar, melainkan pada jutaan umat yang bergerak bersama melalui koperasi. Dengan KDKMP Syariah, gotong royong ekonomi rakyat menemukan napas baru yang menyatukan semangat kebangsaan dan nilai-nilai Islam dalam satu wadah yang menyejahterakan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *