Eko Patrio Masih Menjabat Sekretaris Jenderal PAN Meski Dinonaktifkan dari DPR
DIAGRAMKOTA.COM – Eko Patrio, seorang politisi yang dikenal sebagai anggota Partai Amanat Nasional (PAN), telah dinonaktifkan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) setelah tindakannya berjoget saat sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memicu kemarahan publik. Tindakan tersebut dinilai tidak memiliki empati terhadap kondisi masyarakat yang sedang mengalami kesulitan.
Meskipun tidak lagi aktif sebagai anggota dewan, Eko Patrio masih memegang jabatan penting di partai. Ia tetap menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) PAN. Pernyataan ini disampaikan oleh Wakil Ketua Umum PAN, Eddy Soeparno, dalam kunjungan kerjanya ke kota Palembang. Ia menjelaskan bahwa Eko hanya dinonaktifkan sebagai wakil rakyat, namun di partai tetap diberikan kepercayaan sesuai hasil Kongres PAN 2024 lalu.
“Kan hanya di DPR dinonaktifkan,” ujarnya. Eddy juga menyampaikan bahwa pihaknya menghormati ruang demokrasi yang ada dan menekankan bahwa pemerintah tidak anti kritik. Ia menilai aspirasi masyarakat tetap akan diperjuangkan selama berada dalam koridor hukum.
Sejumlah partai politik lainnya juga mengambil langkah serupa dengan menonaktifkan kadernya dari Fraksi DPR akibat pernyataan dan tindakan kontroversial yang memicu amarah publik. Partai Nasdem menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, sementara Golkar menonaktifkan Adies Kadir.
Kondisi Terkini Eko Patrio dan Uya Kuya
Putri Zulkifli Hasan, Ketua Fraksi PAN DPR RI, memberikan penjelasan mengenai kondisi terkini dua kader PAN yang tengah menjadi sorotan, yaitu Eko Patrio dan Uya Kuya. Menurut Putri, meskipun keduanya sedang menghadapi masa sulit usai dinonaktifkan dari jabatan sebagai anggota DPR, kondisi kesehatan mereka tetap baik dan terjaga.
Ia menjelaskan bahwa saat ini Eko Patrio dan Uya Kuya lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga untuk menenangkan diri dari hiruk-pikuk pemberitaan. “Alhamdulillah sehat, banyak berkumpul dengan keluarga untuk menenangkan diri,” katanya.
Lebih jauh, Putri juga menjelaskan aktivitas keseharian Uya Kuya. “Yang saya tahu Mas Uya sedang merawat ibu dan mertuanya serta mencari kucing-kucingnya yang hilang,” ungkapnya. Ini menunjukkan sisi humanis dari sosok Uya yang tetap memprioritaskan keluarga dan hal-hal kecil dalam hidupnya.
Keputusan penonaktifan Eko Patrio dan Uya Kuya dari keanggotaan DPR dilakukan demi menjaga marwah partai sekaligus menghormati keputusan pimpinan yang menilai ada hal-hal yang perlu ditegakkan secara disiplin. Selain itu, Fraksi PAN juga telah mengajukan usulan agar keduanya tidak lagi memperoleh tunjangan, gaji, maupun fasilitas lain yang melekat pada jabatan anggota DPR.
Penjarahan Rumah dan Respons Politisi Lain
Beberapa politisi yang dinonaktifkan juga mengalami penjarahan rumah. Eko Patrio mengungkapkan kerinduan terhadap salah satu kucing miliknya, River, yang diduga menjadi sasaran penjarahan massa beberapa waktu lalu. Dalam unggahan di Instagram, ia membagikan video momen kucing miliknya itu dijarah sama halnya dengan hewan peliharaan Uya Kuya.
Berbeda dengan Eko Patrio dan Uya Kuya, politisi sekaligus pengusaha Ahmad Sahroni mengambil langkah tegas dengan melaporkan kasus penjarahan rumahnya ke pihak kepolisian. Ia menegaskan bahwa insiden ini tidak bisa dibiarkan begitu saja karena sudah masuk ranah hukum, apalagi beberapa barang mewah senilai miliaran rupiah ikut raib.
Sementara itu, Nafa Urbach mengalami situasi yang berbeda. Rumah yang dijarahnya merupakan rumah kontrakan. Saat kejadian, Nafa Urbach dan Zack Lee, mantan suaminya, tidak berada di rumah. Kejadian ini menunjukkan bahwa situasi penjarahan tidak selalu mudah diprediksi.
Kesimpulan
Meskipun Eko Patrio dan Uya Kuya masih sehat serta mendapat dukungan keluarga, konsekuensi politik dari tindakan mereka harus tetap dijalankan sesuai aturan yang berlaku. Keputusan penonaktifan ini menunjukkan tanggung jawab moral partai terhadap rakyat. Sementara itu, para politisi lain seperti Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach juga menghadapi tantangan berbeda akibat insiden penjarahan. (*)