May Day 2025: Harapan dan Perjuangan Buruh di Era Prabowo

FORUM OPINI410 Dilihat

*Oleh: Agung Hari (Buruh Kehidupan)

DIAGRAMKOTA.COM – Hari Buruh Internasional, atau May Day, diperingati setiap tanggal 1 Mei sebagai simbol perjuangan kelas pekerja untuk memperoleh hak-hak ekonomi, sosial, dan politik. Di Indonesia, peringatan ini memiliki sejarah panjang yang mencerminkan dinamika perjuangan buruh di tengah perubahan politik dan ekonomi. Artikel ini akan mengulas sejarah Hari Buruh dengan kondisi buruh saat ini, serta korelasi dengan kebijakan pemerintahan Indonesia pada tahun 2025 di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

Sejarah Hari Buruh: Dari Haymarket hingga Indonesia

1. Awal Mula Hari Buruh Internasional

Sejarah Hari Buruh atau yang dikenal May Day berakar pada revolusi industri abad ke-19 di Eropa Barat dan Amerika Serikat, ketika kapitalisme industri menyebabkan eksploitasi pekerja dengan jam kerja panjang (10-16 jam per hari), upah rendah, dan kondisi kerja yang buruk. Pada 1 Mei 1886, sekitar 350.000 buruh di Amerika Serikat, yang dipimpin oleh Federasi Buruh Amerika, melakukan mogok kerja massal untuk menuntut jam kerja 8 jam sehari. Aksi ini berpuncak pada Kerusuhan Haymarket di Chicago pada 4 Mei 1886, ketika sebuah bom meledak, menyebabkan kematian polisi dan demonstran. Peristiwa ini menjadi titik balik perjuangan buruh global.

Pada Juli 1889, Kongres Sosialis Internasional di Paris menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional atau May Day untuk memperingati perjuangan di Haymarket dan menuntut jam kerja 8 jam secara global. Resolusi ini diadopsi oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) melalui Konvensi Nomor 1 (1919) dan Konvensi Nomor 47 (1935), yang menetapkan standar 8 jam kerja sehari atau 40 jam seminggu. Saat ini, Hari Buruh diperingati sebagai hari libur resmi di setidaknya 66 negara.

2. Hari Buruh di Indonesia

Di Indonesia, jejak perjuangan buruh muncul pada masa kolonial Hindia Belanda. Pada 1 Mei 1918, Serikat Buruh Kung Tang Hwee di Semarang menggelar peringatan Hari Buruh pertama, yang juga menjadi peringatan pertama di Asia. Aksi ini terinspirasi oleh tulisan Adolf Baars, seorang sosialis Belanda, yang mengkritik eksploitasi buruh di perkebunan dengan upah rendah dan sewa tanah murah. Pada 1921, HOS Tjokroaminoto dan Soekarno dari Sarekat Islam juga menggelar aksi serupa. Namun, sejak 1926, peringatan Hari Buruh dilarang oleh pemerintah kolonial karena dianggap subversif, terutama setelah pemberontakan Partai Komunis Indonesia gagal.

Pascakemerdekaan, May Day atau Hari Buruh kembali diperingati pada 1 Mei 1946 di bawah Kabinet Sjahrir, yang mendukung perayaan ini sebagai simbol solidaritas pekerja. Pada 1948, Presiden Soekarno mengesahkan UU Nomor 12 Tahun 1948, yang menetapkan 1 Mei sebagai hari libur di mana buruh dibebaskan dari kewajiban kerja. UU ini juga mengatur perlindungan anak dan hak pekerja perempuan. Namun, pada masa Orde Baru (1966-1998), peringatan Hari Buruh atau May Day dilarang karena dihubungkan dengan ideologi komunis pasca-Gestapu 1965. Pemerintah Soeharto bahkan mengganti istilah “buruh” dengan “karyawan” dan menganggap aksi May Day sebagai aktivitas subversif.

Setelah Reformasi 1998, Hari Buruh atau May Day kembali diperingati secara terbuka. Presiden BJ Habibie meratifikasi Konvensi ILO Nomor 81 tentang kebebasan berserikat buruh, membuka ruang bagi aksi buruh. Puncaknya, pada 29 Juli 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional melalui Keppres Nomor 24 Tahun 2013, efektif sejak 2014. Kebijakan ini disambut antusias oleh buruh sebagai pengakuan atas kontribusi mereka dalam pembangunan nasional.

Posisi Buruh di Indonesia Saat Ini (2025)

Pada 2025, buruh Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan struktural, meskipun ada kemajuan dalam pengakuan hak-hak pekerja. Berikut adalah gambaran posisi buruh saat ini:

Kesejahteraan dan Upah

Upah minimum di Indonesia bervariasi antar daerah, tetapi sering kali dianggap belum memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup layak, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta. Pada 2024, upah minimum provinsi (UMP) Jakarta adalah sekitar Rp5,06 juta per bulan, tetapi inflasi dan kenaikan biaya hidup terus menggerus daya beli buruh.

Tuntutan buruh pada May Day atau Hari Buruh 2024 mencakup kenaikan upah, penghapusan sistem alih daya (outsourcing), dan jaminan Tunjangan Hari Raya (THR) yang tepat waktu. Isu ini kemungkinan masih relevan pada 2025, terutama di sektor industri, perkebunan, dan jasa.

Kondisi Kerja

Banyak buruh, terutama di sektor informal dan migran, bekerja tanpa jaminan kesehatan, keselamatan kerja, atau kontrak yang jelas. Pekerja migran Indonesia, seperti yang disuarakan oleh Aliansi Buruh Migran, sering menghadapi eksploitasi di luar negeri, termasuk upah rendah dan kondisi kerja yang tidak manusiawi.

Sistem alih daya masih menjadi masalah besar karena mengurangi kepastian kerja dan manfaat seperti cuti hamil, cuti haid, atau jaminan pensiun.

Kebebasan Berserikat

Kebebasan berserikat buruh telah meningkat sejak Reformasi, tetapi serikat buruh sering menghadapi tekanan dari pengusaha atau pemerintah daerah. Aksi demonstrasi pada Hari Buruh, seperti long march dan orasi, tetap menjadi cara utama buruh menyuarakan aspirasi, meskipun kadang berujung pada ketegangan dengan aparat keamanan.

Peran Buruh dalam Ekonomi

Buruh tetap menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia, terutama di sektor manufaktur, pertanian, dan jasa. Kontribusi mereka terhadap PDB signifikan, tetapi ketimpangan sosial antara pekerja dan pemilik modal masih menjadi isu utama. Hari Buruh atau May Day 2025 diharapkan menjadi momen refleksi untuk mendorong keadilan sosial.

Korelasi dengan Pemerintahan Prabowo Subianto (2025)

Pada Oktober 2024, Prabowo Subianto dilantik sebagai Presiden ke-8 Republik Indonesia. Pemerintahan ini memiliki implikasi signifikan terhadap posisi buruh, terutama melalui kebijakan ketenagakerjaan dan pendekatan terhadap gerakan buruh. Berikut adalah analisis korelasi:

Kebijakan Ketenagakerjaan

Pemerintahan Prabowo mewarisi UU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang disahkan pada 2020 di bawah Presiden Joko Widodo. UU ini menuai kontroversi karena dianggap melemahkan perlindungan buruh, seperti mempermudah alih daya, mengurangi hak pesangon, dan memperpanjang masa kontrak kerja. Pada Hari Buruh  May Day 2024, buruh menuntut pencabutan UU ini, dan tekanan serupa kemungkinan berlanjut pada 2025.

Prabowo telah menjanjikan fokus pada kesejahteraan rakyat, termasuk pekerja, melalui program seperti makan siang gratis dan peningkatan lapangan kerja. Namun, belum ada kebijakan konkret pada awal 2025 yang secara spesifik menangani isu upah layak atau penghapusan alih daya.

Pendekatan terhadap Hari Buruh

Pada Hari Buruh atau May Day 2025, Prabowo dijadwalkan menghadiri perayaan May Day di Monas, Jakarta, sebuah langkah bersejarah karena menjadi kali pertama dalam lebih dari enam dekade seorang presiden hadir langsung. Kehadiran ini dianggap sebagai pengakuan simbolis atas peran buruh dan potensi perubahan dalam kebijakan ketenagakerjaan. Namun, buruh tetap skeptis, menuntut tindakan nyata seperti revisi UU Cipta Kerja dan peningkatan upah.

Siti Rahayu, koordinator Aliansi Buruh Migran, menegaskan bahwa libur May Day atau Hari Buruh hanyalah “satu titik” dalam perjuangan panjang menuju keadilan pekerja, mencerminkan ekspektasi tinggi terhadap pemerintahan Prabowo untuk menghasilkan kebijakan pro-buruh.

Tantangan Politik dan Ekonomi

Pemerintahan Prabowo menghadapi tantangan ekonomi global, termasuk proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang hanya 2,8% pada 2025 menurut IMF. Hal ini dapat memengaruhi kemampuan pemerintah untuk memenuhi tuntutan buruh, seperti kenaikan upah atau jaminan sosial, di tengah tekanan inflasi dan biaya hidup.

Secara politik, Prabowo harus menyeimbangkan kepentingan buruh dengan pengusaha dan investor, yang sering kali mendukung fleksibilitas tenaga kerja seperti yang diatur dalam UU Cipta Kerja. Pendekatan populis Prabowo dapat mendorong kebijakan yang lebih inklusif, tetapi tekanan dari elit ekonomi kemungkinan akan membatasi ruang geraknya.

Kesimpulan

Hari Buruh 1 Mei adalah pengingat akan perjuangan panjang kelas pekerja, dari Kerusuhan Haymarket 1886 hingga aksi buruh di Indonesia sejak 1918. Di Indonesia, peringatan ini telah berkembang dari masa penindasan kolonial, pengakuan di era kemerdekaan, pelarangan di Orde Baru, hingga pengakuan resmi sebagai hari libur nasional sejak 2013. Pada 2025, buruh Indonesia masih menghadapi tantangan seperti upah rendah, alih daya, dan kondisi kerja yang tidak memadai, meskipun kebebasan berserikat telah meningkat.

Pemerintahan Prabowo Subianto menunjukkan sinyal positif melalui kehadiran presiden di peringatan Hari Buruh 2025, tetapi tantangan besar tetap ada, terutama dalam merevisi kebijakan yang dianggap merugikan buruh seperti UU Cipta Kerja. Untuk memenuhi aspirasi buruh, pemerintah perlu mengambil langkah konkret seperti menaikkan upah minimum, memperkuat jaminan sosial, dan melindungi pekerja migran. Hari Buruh 2025 bukan hanya momen refleksi, tetapi juga panggilan untuk aksi nyata menuju keadilan sosial dan kesejahteraan pekerja Indonesia. (*)

Share and Enjoy !