DIAGRAMKOTA.COM – Sebanyak 144 penyakit non spesialistik tidak dapat dilayani oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) dan hanya bisa dilayani dengan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).
FKTP yang dimaksud yaitu puskesmas, klinik pratama, praktik dokter umum, praktik dokter gigi dan rumah sakit kelas D.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi D DPRD Surabaya Dr. Michael Leksodimulyo, MBA, M.Kes, mendesak agar BPJS melakukan evaluasi ulang, terkait kebijakan tersebut.
Menurutnya dari 144 daftar penyakit yang dirilis, terdapat penyakit Demam Dengue (DD) dan Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), serta Disentri Basiler dan Disentri Amuba yang ia sorot.
Ia menjelaskan jika virus Dengue dapat mengakibatkan dua kondisi, yaitu Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue (DBD). Bedanya, demam berdarah dengue dapat menyebabkan gejala yang berat, sedangkan demam dengue biasanya hanya menimbulkan gejala ringan.
Menurutnya orang dengan gejala demam dengue jika di faskes pertama biasanya hanya di kasih paracetamol, dan dianjurkan banyak minum.
“Nah, kalau tidak ditangani dengan betul itu bisa jadi DHF yang akan menyebabkan kematian. Oleh sebab itu, saya menghimbau betul-betul menghimbau kepada BPJS untuk bisa menurunkan persyaratan itu,” kata Dr. Michael, Kamis(23/1/2025).
Selain itu, ia juga mendapatkan laporan terkait persyaratan BPJS, soal penanganan pasien demam tinggi yang tercover.
“Ada laporan dari masyarakat, pasien dengan suhu 37,5 – 38 derajat celcius yang sudah kejang, tidak diterima di UGD karena persyaratan BPJS baru memungkinkan penanganan pada suhu 40 derajat celsius. Ini sangat berisiko dan bisa menyebabkan kematian,” ungkapnya.
Dr. Michael pun mendesak BPJS agar meninjau ulang kebijakan tersebut, dan menurunkan batas suhu demam yang dapat diterima di UGD.
“Kami himbau BPJS menurunkan batas suhu tersebut, agar angka kematian dapat ditekan,” tegasnya.
Melihat kebijakan itu, politisi dari PSI ini juga meminta Dinas Kesehatan (Dinkes) melalui puskesmas, agar tetap siaga dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini mengingat puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).
“Disinilah yang saya inginkan agar Puskesmas itu menajamkan dirinya, mempersiapkan dirinya bisa membuat jadwal jaga 24 jam untuk masyarakat Surabaya sebagai konsekuensi dari penolakan rujukan tadi,” tutupnya.