DIAGRAMKOTA.COM – Seorang pengusaha berinisial ROP, Direktur Utama PT PDN yang bergerak di bidang perdagangan berbagai macam barang, terancam hukuman penjara paling lama 6 tahun.
Tersangka ROP didakwa telah sengaja menggunakan Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.
Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Timur II, Agustin Vita Avantin, mengatakan bahwa tersangka ROP telah diserahkan bersama barang bukti (Penyerahan Tahap 2) ke Kejaksaan Negeri Sidoarjo pada 21 Oktober 2024.
“Keberhasilan ini menunjukkan keseriusan kita dalam melaksanakan penegakan hukum perpajakan,” kata Vita dalam keterangan tertulis, yang diterima diagramkota.com, Kamis (24/10/2024).
Penyerahan Tahap 2 dilakukan setelah Berkas Perkara penyidikan tindak pidana perpajakan telah dinyatakan lengkap (P-21). Berdasarkan bukti data detail Faktur Pajak, jenis barang yang diperjual belikan berupa BBM jenis Solar Industri/High Speed Diesel (HSD).
Tersangka ROP dipersangkakan telah melanggar Pasal 39A huruf a, j.o. Pasal 39 ayat (1) huruf d, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Tindak pidana tersangka ROP dilakukan di lokasi usaha PT PDN, terjadi pada kurun waktu Masa Pajak Januari 2012 sampai Desember 2014. Perbuatannya disebut telah menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp 2.567.805.865.
PT PDN terdaftar sebagai Wajib Pajak dan berkewajiban menyampaikan SPT di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sidoarjo Utara, Jawa Timur.
Modus operandi yang dilakukan adalah, PT PDN menggunakan Faktur Pajak masukan yang diterbitkan lawan transaksi yang terindikasi menerbitkan Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.
Atas perbuatannya, tersangka terancam pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahun, serta denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak dan paling banyak 6 kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak dan/atau bukti setoran pajak.
Kantor Wilayah DJP Jawa Timur II berharap agar persidangan dapat segera dilaksanakan dan segera memperoleh putusan hakim yang seadil-adilnya, baik terhadap tersangka ROP maupun untuk hak-hak negara (dalam hal ini DJP).
Penindakan terhadap kasus ROP merupakan wujud pelaksanaan penegakan hukum perpajakan yang diharapkan bisa memberikan efek jera (deterrent effect) bagi tersangka dan Wajib Pajak lainnya agar menghindari perbuatan melawan hukum perpajakan.
“Kesadaran wajib pajak dalam menghitung, menyetor dan melaporkan pajaknya dengan benar, lengkap dan jelas adalah wujud pelaksanaan self assessment system perpajakan yang telah kita sepakati dan faktor utama menuju pajak kuat Indonesia maju” tutur Vita.
Sebagai penutup, semua masyarakat dan wajib pajak diajak untuk mendukung pelaksanaan sistem CORETAX yang akan segera diimplementasi guna menciptakan sistem perpajakan yang pasti, mudah dan transparan. Informasi perpajakan terkini lainnya dapat dilihat di laman www.pajak.go.id.
Dalam kasus ini, penting untuk diingat bahwa tindak pidana perpajakan merupakan pelanggaran serius yang dapat menimbulkan kerugian bagi negara.
Oleh karena itu, penegakan hukum perpajakan harus dilakukan secara tegas dan konsisten untuk mencegah terjadinya praktik-praktik yang tidak semestinya dalam dunia usaha. (dk/akha)