DIAGRAMKOTA.COM – Penundaan Rapat Paripurna Penetapan Pimpinan DPRD Jatim definitif periode 2024-2029 yang seharusnya dilaksanakan Senim lalu. Diduga, karena adanya penunjukan Ketua DPRD Jatim mantan narapidana kurupsi.
Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto, kepada media, menegaskan keputusan PKB dengan menunjuk atau mengajukan Musyafak Rouf sebagai Ketua DPRD Jatim tentu sudah mempertimbangkan payung hukum yang berlaku. Meskipun begitu landasan etika, moral dan integritas menjadi acuan utama.
“Tapi situasi saat ini sudah tidak berlaku dan muka tembok bagi mantan koruptor. Sudah hilang rasa malu karena lebih mengutamakan hasrat dan tujuan,” tegas Hari.
Dijelaskan, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan permohonan perkara Nomor 87/PUU-XX/2022 yang diajukan oleh Leonardo Siahaan, yang menyebutkan bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang pernah menjalani pidana dengan ancaman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik yang bersangkutan mantan terpidana sebagaimana diatur dalam norma Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu tersebut tidak sejalan dengan semangat yang ada dalam persyaratan untuk menjadi calon kepala daerah dalam norma Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada.
Menurut Hari, jika secara eksistensi DPRD Jatim lebih mengutamakan nama baik kelembagaan, alangkah baiknya jika DPRD Jatim tidak dipimpin oleh mantan napi koruptor.
“Meskipun sudah menjalani proses hukum, namun tabiat korupsi tidak akan hilang karena menganggap biasa dan tidak punya rasa malu,” tutup Hari. (dk)