Kementerian Keuangan Memprediksi Defisit APBN 2024 Meningkat

EKONOMI861 Dilihat

Diagram Kota Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka memproyeksikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 akan meningkat menjadi Rp 609,7 triliun atau 2,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Proyeksi ini meningkat dari estimasi awal sebesar Rp 522,8 triliun atau 2,29% dari PDB. Ini berarti defisit APBN 2024 meningkat sekitar Rp 86,9 triliun dari PDB.

Dalam Laporan Realisasi Semester I dan Proyeksi Semester II Pelaksanaan APBN 2024 yang disampaikan di Gedung DPR, menurut Sri Mulyani Indrawati, defisit APBN 2024 disebabkan oleh kenaikan belanja negara yang lebih cepat dari pertumbuhan pendapatan negara.

Outlook pendapatan negara hingga akhir tahun 2024 mencapai Rp 2.802,5 triliun, sementara belanja negara Rp 3.412,2 triliun.

“Dengan pendapatan dan belanja negara ini, kami memproyeksikan APBN 2024 akan ditutup dengan defisit total sebesar Rp 609,7 triliun dari keseimbangan primer Rp 110,8 triliun. Ini berarti terjadi kenaikan defisit sebesar 2,7% dari PDB,” katanya dikutip diagramkota.com, Rabu (10/7/2024).

Peningkatan defisit APBN 2024 menimbulkan kekhawatiran bagi pemerintah, karena dapat menyebabkan peningkatan utang negara dan potensi menurunkan rating kredit negara.

Namun, Kemenkeu telah mengatakan bahwa mereka akan mengambil langkah-langkah untuk mengelola defisit dan memastikan stabilitas keuangan negara.

Sri Mulyani membeberkan, penyebab kenaikan defisit karena hasil kombinasi dari pendapatan negara yang mengalami kontraksi pada komponen penerimaan pajak, bea cukai, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Penerimaan pajak diprediksi tidak mencapai target atau sebesar Rp 1,921,9 triliun (96,6 persen), begitu pula kinerja bea cukai yang diestimasi Rp 296,5 (92,4 persen).

Tak tercapainya target penerimaan pajak dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas yang sangat tajam, seperti harga crude palm oil (CPO), batu bara, dan beberapa harga komoditas lainnya.

Sedangkan faktor penurunan penerimaan bea dan cukai, meliputi downtrading ke golongan rokok yang lebih murah, upaya pengawasan dan penindakan rokok ilegal, serta harga komoditas CPO dan relaksasi ekspor mineral.

Sementara, meskipun PNBP diproyeksi mampu mencapai Rp 549,1 triliun atau 111,6 persen dari target, namun capaian itu mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 10,4 persen.

Penurunan tersebut disebabkan oleh fluktuasi harga minyak dunia dan lifting migas, serta moderasi harga mineral dan batu bara (minerba).

Di sisi lain, kata Sri Mulyani mengatakan belanja negara juga mengalami positive growth hingga 9,3 persen (outlook realisasi Rp 3.412,2 triliun/102,6 persen dari target).

“Kami memperkirakan bahwa pembiayaan anggaran untuk membiayai tambahan defisit Rp 609,7 triliun, akan dibiayai dari penggunaan SAL (Saldo Anggaran Lebih) sebesar Rp 100 triliun,” sambung Sri Mulyani.

Namun penerbitan SBN (Surat Berharga Negara) tetap lebih rendah yaitu Rp 214,6 triliun meskipun defisit naik, penerbitan SBN-nya tidak naik, justru lebih rendah.

“Jadi, pada tahun 2022 dan 2023 kami mampu mengumpulkan SAL cukup besar, dipakai untuk situasi sekarang, yakni saat suku bunga tinggi dan rupiah mengalami tekanan,” jelas Sri Mulyani. (dk/ria)

Share and Enjoy !

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *