Diagram Kota Surabaya – Dalam era pasca pandemi COVID-19, banyak perusahaan berambisi untuk memajukan bisnis mereka dan mencapai tingkat pertumbuhan dan keuntungan yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Direktur Akademi Hukum & Bisnis Indonesia (AHBI) Petrus Loyani mengatakan, untuk mencapai tujuan ini, mereka seringkali membutuhkan permodalan tambahan dan memanfaatkan sistem perbankan dengan cara meminjam uang dari bank.
“Sudut pandang bank dalam memberikan kredit kepada perusahaan atau pengusaha didasarkan pada dua kriteria utama, yaitu visibilitas dan jaminan. Visibilitas mengacu pada sejauh mana perusahaan atau bisnis tersebut terlihat jelas dan dapat dinilai dari berbagai aspek,” kata Petrus dikutip dari video youtube, Kamis (22/2/2024).
Bank lanjut Petrus, akan mengevaluasi manajemen bisnis, sumber daya manusia, strategi keuangan, dan faktor-faktor lainnya secara komprehensif untuk menentukan apakah perusahaan tersebut layak mendapatkan kredit.
Menurutnya, selain visibilitas, bank juga mempertimbangkan apakah perusahaan atau pengusaha memiliki jaminan yang dapat dijadikan sebagai jaminan jika kredit tersebut tidak dapat dilunasi. Jaminan ini dapat berupa aset yang dapat dijual untuk membayar kembali kredit jika terjadi kegagalan pembayaran.
“Pentingnya visibilitas dan jaminan dalam mendapatkan kredit bank tidak dapat diabaikan. Bank perlu memastikan bahwa perusahaan atau pengusaha memiliki potensi untuk mengembangkan bisnis mereka dengan baik dan memiliki kemampuan untuk melunasi kredit yang diberikan,” jelasnya.
Dengan mempertimbangkan visibilitas dan jaminan, bank dapat meminimalkan risiko kredit yang mungkin terjadi. Dalam kesimpulan, perusahaan atau pengusaha yang ingin mendapatkan kredit dari bank harus memperhatikan visibilitas dan jaminan.
Mereka perlu memastikan bahwa bisnis mereka terlihat jelas dan dapat dinilai dari berbagai aspek, serta memiliki jaminan yang dapat dijadikan sebagai jaminan jika terjadi kegagalan pembayaran.
“Dengan memenuhi kriteria ini, mereka dapat meningkatkan peluang mereka untuk mendapatkan kredit yang mereka butuhkan untuk memajukan bisnis mereka,” kata Petrus yang juga sebagai Ketua Umum Perkumpulan Pengacara Pajak Indonesia (PERJAKIN) ini.
Petrus menambahkan, dalam dunia perbankan, seringkali terjadi perselisihan antara nasabah dan lembaga keuangan terkait masalah kredit. Perselisihan ini bahkan sering kali berakhir di pengadilan, dengan nasabah seringkali kalah dalam kasus tersebut.
“Salah satu alasan utama mengapa nasabah seringkali kalah adalah karena mereka tidak didampingi oleh pengacara yang memiliki pemahaman yang mendalam tentang bisnis perbankan,” kata Petrus.
Pengacara umum atau advokat umum seringkali tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang analisis keuangan, analisis bisnis, dan pasar yang menjadi kriteria penting bagi bank dalam meninjau kredit.
Mereka juga seringkali tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang negosiasi dengan pendekatan keuangan, akuntansi, dan aspek bisnis lainnya yang menjadi pertimbangan bank.
Menurut Petrus, ketidakmampuan pengacara umum atau advokat umum dalam memahami detail bisnis perbankan seringkali membuat nasabah debitur kesulitan dalam menghadapi bank.
“Akibatnya, banyak nasabah yang kalah dalam perselisihan dengan bank, yang berujung pada penyitaan jaminan dan perlakuan yang tidak adil terhadap nasabah,” jelasnya.
Sebagaimana diketahui, dalam kasus-kasus seperti ini, bank dapat dengan mudah mengambil alih jaminan dan menjualnya tanpa melalui prosedur hukum yang panjang. Hal ini dapat terjadi karena nasabah tidak didampingi oleh pengacara yang memiliki pemahaman yang mendalam tentang bisnis perbankan dan prosedur hukum yang terkait.
“Sebagai contoh, seorang nasabah pernah mendapatkan fasilitas kredit dengan tiga jenis fasilitas kredit yang berbeda. Namun, karena tidak didampingi oleh pengacara yang kompeten dalam bisnis perbankan, nasabah tersebut mengalami banyak kelemahan dalam perjanjian kreditnya,” jelasnya.
Dalam kasus-kasus seperti ini, sangat penting bagi nasabah untuk mendapatkan bantuan hukum yang kompeten. Pengacara yang memiliki pemahaman yang mendalam tentang bisnis perbankan dapat membantu nasabah dalam memahami perjanjian kredit, melakukan analisis keuangan dan bisnis yang diperlukan, serta melakukan negosiasi dengan bank.
Dengan didampingi oleh pengacara yang kompeten, nasabah memiliki peluang yang lebih baik untuk menghadapi bank dan memperoleh hasil yang lebih adil dalam perselisihan kredit.
“Selain itu, pengacara yang kompeten juga dapat membantu nasabah dalam melindungi hak-hak mereka dan mencegah perlakuan yang tidak adil dari pihak bank,” tandasnya.
Dalam kesimpulan, mendapatkan bantuan hukum yang kompeten sangat penting bagi nasabah yang menghadapi perselisihan kredit dengan bank.
Pengacara yang memiliki pemahaman yang mendalam tentang bisnis perbankan dapat membantu nasabah dalam memahami perjanjian kredit, melakukan analisis keuangan dan bisnis yang diperlukan, serta melakukan negosiasi dengan bank.
“Dengan didampingi oleh pengacara yang kompeten, nasabah memiliki peluang yang lebih baik untuk memperoleh hasil yang adil dalam perselisihan kredit”, kata Petrus yang juga seorang Praktisi Perpajakan dan Praktisi Hukum Perpajakan juga Lawyer yang biasa menjalani persidangan di Pengadilan Pajak.
Dalam era pengusaha modern, penggunaan dana perbankan menjadi hal yang umum. Namun, penting bagi nasabah debitur untuk tetap menjadi nasabah yang cerdas dan bijak dalam menghadapi bank.
“Sebagai Direktur Akademi Hukum & Bisnis Indonesia, salah satu tugas saya adalah menyelenggarakan pendidikan khusus bagi pengacara perbankan. Dalam kelas ini, saya menunjukkan kepada mereka bagaimana bisnis bank beroperasi dan kompleksitas serta komplikasinya,” kata Petrus Loyani.
Pendekatan terhadap kredit adalah salah satu aspek yang kompleks dalam hubungan antara bank dan nasabah debitur. Di satu sisi, saya mengajarkan pengacara-pengacara ini tentang jurus-jurus yang dapat digunakan oleh nasabah debitur dalam menghadapi bank.
Dengan pengetahuan ini, mereka dapat berargumentasi dan mengelaborasi kasus dengan baik, sehingga meningkatkan peluang kemenangan kliennya.
Namun, di sisi lain, penting bagi pengacara perbankan untuk memahami implikasi dari perjanjian kredit secara objektif dan adil. Tujuan bukan hanya untuk menyerang atau mengalahkan perbankan, tetapi juga untuk memastikan bahwa nasabah debitur mendapatkan perlakuan yang adil dan seimbang.
“Oleh karena itu, saya juga mengajarkan mereka untuk memahami perjanjian kredit dengan cara yang fair dan objektif. Pesan moral yang ingin saya sampaikan adalah bahwa pengusaha harus memanfaatkan dana perbankan dengan bijak,” pesan Petrus.
Namun, mereka juga harus tetap menjadi nasabah debitur yang cerdas dan bijak. Dengan pengetahuan dan pendampingan yang diberikan oleh pengacara perbankan yang terlatih, nasabah debitur dapat memastikan bahwa posisinya di depan bank setara dan seimbang.
Dalam dunia bisnis yang kompetitif ini, penting bagi pengusaha untuk memiliki pengetahuan hukum dan bisnis yang memadai.
Dengan demikian, mereka dapat menghadapi tantangan dan risiko yang mungkin timbul dalam hubungan dengan bank. Pendidikan hukum dan bisnis menjadi kunci untuk mencapai kesuksesan dalam mengelola hubungan dengan bank dan memastikan keberlanjutan bisnis mereka.
Dalam kesimpulan, penting bagi nasabah debitur untuk memiliki pengetahuan hukum dan bisnis yang memadai dalam menghadapi bank.
Pendidikan khusus bagi pengacara perbankan dapat membekali mereka dengan jurus-jurus dan pengetahuan yang diperlukan untuk mendampingi nasabah debitur secara profesional.
“Dengan demikian, hubungan antara bank dan nasabah debitur dapat menjadi lebih seimbang dan adil,” pungkasnya. (akha)