Breaking News
light_mode
Trending Tags
Beranda » SERBA-SERBI » Seni Tarawangsa Sumedang: Warisan Budaya yang Hidup di Sunda

Seni Tarawangsa Sumedang: Warisan Budaya yang Hidup di Sunda

  • account_circle Diagram Kota
  • calendar_month Jum, 17 Okt 2025
  • comment 0 komentar

Sejarah dan Makna Seni Tarawangsa

DIAGRAMKOTA.COM – Seni Tarawangsa merupakan salah satu warisan budaya tak benda yang khas dari Jawa Barat, terutama berkembang di Kabupaten Sumedang. Dikenal sebagai kesenian yang penuh makna spiritual dan mistis, Tarawangsa bukan hanya sekadar pertunjukan musik, tetapi juga menjadi ritual penghormatan terhadap leluhur serta ekspresi rasa syukur masyarakat agraris Sunda. Hingga saat ini, Tarawangsa masih dimainkan di berbagai desa di Sumedang, menjadi simbol kuatnya akar tradisi Sunda meskipun menghadapi tantangan modernisasi.

Asal-usul seni ini dipercaya telah ada sejak masa Kerajaan Sunda Galuh, sekitar abad ke-7 hingga ke-8 Masehi. Kata “Tarawangsa” berasal dari dua kata dalam bahasa Sunda kuno: “tarawang” yang berarti langit atau alam gaib, dan “sa” yang berarti satu. Secara filosofis, Tarawangsa mencerminkan hubungan antara manusia dengan alam semesta dan Sang Pencipta.

Dalam catatan lisan masyarakat Sumedang, kesenian ini dulu digunakan dalam upacara adat pasca panen (Ngaruat Bumi) sebagai bentuk syukur kepada Dewi Sri, dewi padi dalam mitologi Sunda. Selain itu, Tarawangsa juga sering dimainkan dalam acara ritual tertentu, karena diyakini mampu menghubungkan dunia nyata dan dunia roh.

Alat Musik dalam Tarawangsa

Kesenian Tarawangsa biasanya dimainkan oleh dua orang seniman, masing-masing menggunakan alat musik yang berbeda:

  • Tarawangsa

    Merupakan alat musik gesek berdawai dua, mirip dengan rebab, tetapi dimainkan tanpa busur. Dawai digesek menggunakan jari tangan kanan, sementara tangan kiri memetik senar lain untuk menghasilkan nada. Bunyi Tarawangsa terdengar lirih, mendayu, dan memiliki karakter mistis.

  • Jentreng

    Adalah alat musik petik berdawai tujuh. Jentreng digunakan untuk mengiringi Tarawangsa dan memperkaya harmoni musik. Kombinasi kedua alat ini menciptakan suasana sakral yang khas, sering disebut sebagai “musik dari dunia lain” oleh masyarakat pendengar.

Selain dua alat utama tersebut, dalam beberapa pagelaran modern, Tarawangsa kadang diiringi alat tambahan seperti kendang, suling bambu, goong, dan rebab untuk memperkaya nuansa musikal.

Makna dan Nilai Filosofis

Seni Tarawangsa memiliki makna mendalam dalam kehidupan masyarakat Sunda, khususnya di Sumedang:

  • Sebagai wujud syukur kepada Tuhan dan alam

    Tarawangsa sering dimainkan pada upacara adat seperti Ngaruat Bumi dan Seren Taun, sebagai bentuk ungkapan terima kasih atas panen yang melimpah.

  • Sebagai sarana kontemplasi spiritual

    Musik Tarawangsa dipercaya dapat membawa pendengarnya ke dalam kondisi trans atau kasaked, sebagai bentuk kedekatan dengan dunia spiritual.

  • Sebagai simbol keseimbangan

    Dua alat musik (Tarawangsa dan Jentreng) melambangkan keseimbangan antara dunia nyata dan dunia gaib, antara laki-laki dan perempuan, serta antara manusia dan alam.

Perkembangan dan Pelestarian di Masa Kini

Di era modern, eksistensi Tarawangsa sempat menurun karena minimnya regenerasi dan pergeseran minat masyarakat terhadap musik tradisional. Namun, beberapa dekade terakhir, kesenian ini mulai bangkit kembali berkat upaya pelestarian dari berbagai pihak.

Beberapa langkah nyata yang telah dilakukan antara lain:

  • Pelestarian oleh komunitas seni di Sumedang, seperti Sanggar Seni Tarawangsa Rancakalong dan Sanggar Cipta Budaya Tarawangsa Sukasari yang aktif menampilkan pertunjukan di acara adat maupun festival budaya.

  • Dukungan pemerintah daerah, melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumedang yang menjadikan Tarawangsa sebagai ikon kesenian daerah.

  • Integrasi dengan dunia pendidikan, di mana beberapa sekolah dan perguruan tinggi di Sumedang mulai memasukkan Tarawangsa ke dalam kurikulum muatan lokal dan kegiatan ekstrakurikuler.

  • Kreasi modernisasi musik, sejumlah seniman muda mencoba menggabungkan Tarawangsa dengan unsur musik kontemporer seperti jazz dan elektronik untuk menjangkau generasi baru tanpa menghilangkan nilai tradisinya.

Seni Tarawangsa Sumedang bukan sekadar pertunjukan musik tradisional, tetapi jejak spiritualitas dan identitas budaya Sunda yang terus hidup di tengah arus globalisasi. Dengan menjaga dan mengembangkan kesenian ini, masyarakat Sumedang tidak hanya melestarikan warisan leluhur, tetapi juga memperkaya khazanah budaya Indonesia yang beragam dan mendalam.

Penulis

Berita Hari ini Terbaru dan Terkini Diagramkota.com

Komentar (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

Rekomendasi Untuk Anda

  • Gandeng Lembaga Pendidikan Polres Kediri Wujudkan Generasi Emas Tanpa Narkoba*

    • calendar_month Kam, 18 Sep 2025
    • account_circle Teguh Priyono
    • visibility 45
    • 0Komentar

    DIAGRAMKOTA.COM – Upaya membangun daya cegah dan tangkal terhadap penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar, Polres Kediri Polda Jatim mengadakan kegiatan sosialisasi bertema “Generasi Emas Produktif Tanpa Narkoba” di SMA Negeri 1 Pare, Kabupaten Kediri, pada Rabu 17 September 2025. Kegiatan ini merupakan bagian dari program Polres Kediri Polda Jatim dalam rangka menciptakan lingkungan sekolah yang […]

  • Pertarungan Final Kejurnas Balap Motor Sportbike Pertamina Mandalika Racing Series 2024

    • calendar_month Sab, 19 Okt 2024
    • account_circle Arie Khauripan
    • visibility 63
    • 0Komentar

    DIAGRAMKOTA.COM – Sebanyak 119 pembalap siap bersaing dalam putaran final Kejurnas Balap Motor Sportbike Pertamina Mandalika Racing Series (MRS) yang akan diadakan pada 19-20 Oktober 2024 di Pertamina Mandalika International Circuit, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Direktur MGPA Utama Priandhi Satria mengatakan, para pembalap dari beragam daerah di Indonesia, mulai dari Riau, Berau, Palu hingga […]

  • Bhabinkamtibmas Sambangi Petani Melon, Dukung Ketahanan Pangan di Desa Kebakalan

    • calendar_month Kam, 24 Apr 2025
    • account_circle Adis
    • visibility 58
    • 0Komentar

    DIAGRAMKOTA.COM – Mendukung program ketahanan pangan, Bhabinkamtibmas Desa Kebakalan Polsek Porong, Aiptu Hariyanto, melaksanakan kegiatan sambang ke lahan pertanian milik warga di Desa Kebakalan, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, pada Kamis (24/4/2025). Kedatangan Aiptu Hariyanto kali ini menyasar aktivitas dua petani lokal, Sudin dan Slamet, yang tengah melakukan penyiraman lahan tanaman melon. Ia memberikan apresiasi atas […]

  • MENGINTIP KETERLIBATAN ANAK PRESIDEN DALAM SKANDAL IUP DI HALMAHERA

    • calendar_month Sen, 5 Agu 2024
    • account_circle Arie Khauripan
    • visibility 30
    • 0Komentar

    Oleh: Saiful Huda Ems DIAGRAMKOTA.COM – Ingatan kita semua tentu masih sangat kuat, manakala Sang Cawapres Gibran Rakabuming Raka ketika itu dalam beberapakali acara Debat Cawapres 2024, selalu melontarkan isu kampanye Hilirisasi Nikel. Bagi banyak orang dari yang awam hingga yang berpengetahuan sekalipun, pastinya takjub sekali dengan kampanye Hilirisasi Nikel yang dilontarkan ke publik semula oleh […]

  • Skema Ponzi dan ciri-ciri investasi bodong

    • calendar_month Kam, 12 Jun 2025
    • account_circle Diagram Kota
    • visibility 76
    • 0Komentar

    DIAGRAMKOTA.COM – Finance & Investment Tentu, ini adalah artikel high-value tentang Skema Ponzi dan ciri-ciri investasi bodong, dengan perkiraan panjang sekitar 900 kata. Membongkar Tabir Janji Palsu: Skema Ponzi dan Ciri-Ciri Investasi Bodong yang Wajib Anda Ketahui Di tengah laju ekonomi yang serba cepat dan informasi yang tak terbatas, godaan untuk meraih kekayaan instan seringkali […]

  • Plt. Bupati Sidoarjo Subandi Disambut dengan Pelukan Hangat Nenek 110 Tahun

    • calendar_month Sel, 2 Jul 2024
    • account_circle Adis
    • visibility 47
    • 0Komentar

    Diagram kota Sidoarjo -Mbah Uci, seorang perempuan berusia 110 tahun, tidak bisa menahan kegembiraannya saat bertemu dengan Plt. Bupati Sidoarjo, H. Subandi SH MKn. Dalam suasana penuh kehangatan, Mbah Uci memeluk dan menciumi H. Subandi layaknya cucunya sendiri.   “Ganteng e-ganteng e,” ujar Mbah Uci sambil memeluk erat H. Subandi. Bahkan, karena gemas, Mbah Uci […]

expand_less
Exit mobile version