“Cuci Baju Rp399 Juta Setahun? Mungkin Cuci Dosa Sekalian”: MP3 Nilai Laundry Rumdis Ketua DPRD Surabaya Tidak Masuk Akal
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month 12 jam yang lalu
- comment 0 komentar

DIAGRAMKOTA.COM – Ketua Masyarakat Peduli Pelayanan Publik (MP3) Kota Surabaya, M. Annis Saumiyanto, menyebut ada hal “lucu tapi menyedihkan” dalam dokumen Anggaran DPRD Kota Surabaya Tahun 2025.
Bukan karena salah ketik. Bukan juga karena koma yang bergeser. Tapi karena biaya laundry rumah dinas Ketua DPRD Surabaya yang mencapai Rp 399.910.600 per tahun — atau hampir Rp 1,1 juta per hari hanya untuk mencuci baju, sprei, dan mungkin… rasa malu.
“Kalau baju yang dicuci bisa bersih sampai dosa ikut hilang, mungkin masih masuk akal. Tapi kalau cuma kain dan handuk, ini bukan kebersihan — ini pemborosan yang sudah kelewatan,” sindir Annis tajam melalui sambungan telepon kepada Diagramkota.com
Hitung-Hitungan Ironi
MP3 mencoba berhitung sederhana:
Rp 399 juta dibagi 12 bulan = Rp 33 juta per bulan. Artinya, tiap bulan anggaran laundry rumah dinas Ketua DPRD setara gaji satu lurah dan dua staf kelurahan selama sebulan.
“Dengan uang segitu, warga pinggiran bisa bangun MCK umum. Tapi tampaknya, yang lebih diprioritaskan adalah mencuci baju pejabat daripada mencuci wajah pemerintahan,” ucap Annis yang juga Dewan Pakar PB FMI Pusat ini.
Ia menambahkan, jika rumah dinas dihuni 10 orang, maka biaya laundry per orang per hari mencapai Rp 100-200 ribu.
“Rakyat kecil yang nyuci manual pakai ember cukup Rp 50 ribu sebulan. Sementara DPRD cuci pakaiannya pakai uang rakyat Rp 1 juta sehari. Ini bukan ironi, ini satire hidup,” lanjutnya.
Transparansi yang Transparan… Tapi Gelap
Dalam dokumen APBD, pos anggaran tersebut hanya tertulis “Biaya Laundry Rumah Negara Pimpinan DPRD” tanpa penjelasan rinci. Tidak diketahui berapa biaya jasa, bahan, transportasi, atau siapa penyedia jasanya.
“Kalau rakyat disuruh hemat, kenapa pejabat justru main kotor di anggaran bersih-bersih?” tanya Annis.
“Ini kayak beli nasi bungkus tapi bungkusnya doang yang mahal.”
MP3 menilai praktik seperti ini adalah bentuk pengaburan transparansi, yang kerap jadi pintu masuk moral hazard anggaran publik.
Standar Biaya? Entah di Mana
Menurut MP3, tidak ada penjelasan apakah angka Rp 399 juta itu mengacu pada Standar Biaya Pemerintah (PermenPAN-RB) atau hanya berdasar “feeling pejabat”.
“Kalau ini standar, berarti kita perlu revisi Kamus Besar Bahasa Indonesia: kata ‘efisien’ tampaknya sudah kehilangan makna,” ucap Annis.
Prinsip Good Governance, Cuma Slogan di Dinding
Annis menyebut, empat prinsip pengelolaan keuangan negara—efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas—tampak hanya hidup di spanduk dan baliho.
“Dalam praktiknya, yang efisien hanyalah cara menyembunyikan pemborosan,” tegasnya.
MP3 mengingatkan bahwa alokasi seperti ini berpotensi melanggar sejumlah regulasi, antara lain:
- UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara,
- UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara,
- PP No. 45/2013 tentang Pelaksanaan APBN, dan
- UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Kalau ini dibiarkan, kita sedang membiayai gaya hidup, bukan pelayanan publik,” tambahnya.
Lebih dari Sekadar Baju Kotor
Bagi MP3, inti masalah bukan hanya nominalnya, tapi mentalitas pejabat publik.
“Mereka merasa uang rakyat bisa digunakan seolah uang pribadi. Padahal uang itu hasil keringat rakyat yang mungkin bahkan tak punya mesin cuci di rumahnya,” kata Annis.
Ia menegaskan, setiap rupiah harus bisa dipertanggungjawabkan, terutama ketika yang dicuci bukan hanya pakaian, tapi juga kepercayaan publik.
Seruan untuk Audit dan Klarifikasi Terbuka
MP3 mendesak BPK dan Inspektorat Kota Surabaya untuk melakukan audit investigatif terhadap alokasi anggaran tersebut.
“Kami tidak anti-fasilitas, tapi jangan jadikan fasilitas sebagai alasan untuk foya-foya dengan uang publik,” tegas Annis.
“Kalau anggarannya wajar, buka ke publik. Tapi kalau tidak wajar, tanggung jawab itu tidak bisa dicuci begitu saja.”
‘Laundry Rumdis Ketua DPRD Surabaya’ Lucu, Tapi Menyedihkan
Annis menutup dengan kalimat yang menggambarkan ironi politik lokal hari ini:
“Anggaran Rp399 juta untuk laundry mungkin akan membuat pakaian pejabat makin wangi. Tapi citra DPRD justru makin bau. Yang kotor bukan bajunya, tapi cara berpikirnya.” [@]