Penyesuaian Tunjangan Anggota DPRD, Perlu Konsistensi dengan Kebijakan Pusat
DIAGRAMKOTA.COM – Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menyampaikan pandangan mengenai tunjangan perumahan bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang menurutnya seharusnya dihapus. Ia menilai bahwa pemberian tunjangan tersebut tidak lagi relevan dan justru memberatkan keuangan daerah. Hal ini terlihat dari berbagai daerah seperti Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur, di mana anggota DPRD masih menerima tunjangan rumah dalam jumlah besar meskipun tinggal di kota setempat.
Menurut Trubus, besarnya tunjangan tidak selalu berkorelasi dengan kinerja anggota dewan. Selama ini, tunjangan tidak memiliki dampak signifikan terhadap efisiensi dan efektivitas kerja. Justru, ia menilai banyak anggota dewan hanya mencari balik modal politik, yang menunjukkan biaya demokrasi yang sangat mahal dan pengelolaan anggaran yang kurang transparan.
Kehadiran yang Rendah dan Kurang Serius
Trubus juga memperhatikan rendahnya etos kerja wakil rakyat di parlemen. Banyak anggota DPR hadir dalam rapat hanya untuk formalitas, bahkan seringkali asyik bermain ponsel di ruang sidang. Ia menegaskan bahwa kehadiran yang rendah dan kurang serius dalam membahas substansi masalah menjadi isu utama yang sering dipersoalkan.
Ia menekankan bahwa sumber pendapatan negara hanya berasal dari pajak dan utang. Oleh karena itu, wakil rakyat seharusnya lebih aktif dalam menciptakan gagasan inovatif untuk mencari solusi pembiayaan, bukan sekadar membebani anggaran. Jika hanya mengandalkan kenaikan pajak dan utang, semua orang bisa melakukannya. Pemilu seharusnya menjadi ajang memilih orang-orang berkualitas, kreatif, dan mampu menawarkan terobosan.
Penghematan di Tingkat Pusat
Di tingkat pusat, DPR RI telah lebih dulu melakukan pemangkasan fasilitas, termasuk tunjangan perumahan dan moratorium kunjungan ke luar negeri sebagai respons terhadap 17+8 Tuntutan Rakyat. Dalam keterangan resmi usai konferensi pers di Gedung Parlemen RI, DPR menetapkan total gaji dan tunjangan bersih (THP) anggota sebesar Rp 65,59 juta per bulan. THP tersebut terdiri dari gaji pokok dan tunjangan melekat sebesar Rp 16,77 juta, ditambah tunjangan konstitusional Rp 57,43 juta, sehingga total bruto mencapai Rp 74,21 juta. Setelah dipotong pajak penghasilan sebesar Rp 8,61 juta, anggota DPR menerima THP sebesar Rp 65,59 juta.
Perbedaan Tunjangan di Tingkat Daerah
Berbeda dengan pusat, DPRD masih menikmati tunjangan rumah yang cukup tinggi. Berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 415/2022, pimpinan DPRD DKI menerima tunjangan perumahan sebesar Rp 78,8 juta per bulan, sedangkan anggota menerima Rp 70,4 juta. Di Jawa Barat, Peraturan Gubernur No. 189/2021 mengatur tunjangan perumahan Ketua DPRD sebesar Rp 71 juta, Wakil Ketua Rp 65 juta, dan anggota Rp 62 juta per bulan.
Perlu Keselarasan dengan Standar Internasional
Trubus menilai bahwa pembenahan fasilitas ini harus konsisten hingga ke tingkat daerah. Ia juga menyoroti bahwa THP anggota DPR pusat yang saat ini mencapai Rp 65,59 juta pun masih relatif besar jika dibandingkan dengan standar internasional. Misalnya, di Swedia, gaji anggota parlemen hanya sekitar 1,5 kali lipat dari rata-rata gaji warga. Anggota parlemen di sana digaji sekitar Rp 98 juta per bulan, sedangkan rata-rata gaji masyarakatnya hanya Rp 66 juta. Bandingkan dengan Indonesia, di mana gap antara gaji anggota dewan dan rata-rata penduduk jauh lebih besar.