Antara Isu Ijazah Palsu Jokowi dan Pemakzulan Wapres Gibran

Selama menjabat hingga tahun 2020, Seo menerima kompensasi sebesar 223 juta won, termasuk gaji dan tunjangan lainnya. Jaksa menilai kompensasi itu sebagai bentuk suap tidak langsung kepada Moon Jae-in, mengingat hubungan eratnya dengan pendiri maskapai, Lee Sang-jik, yang kala itu juga menjabat sebagai Kepala Badan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) serta Startup Korea.

Meskipun Seo tidak didakwa secara langsung, perannya menjadi bukti kunci dalam dakwaan terhadap Moon Jae-in. Jaksa bahkan mencatat bahwa setelah Seo dipekerjakan, Moon menghentikan dukungan finansial kepada keluarga putrinya. Ini dianggap sebagai indikasi bahwa penghasilan Seo telah menggantikan dukungan tersebut—sebuah fakta yang memperkuat dugaan adanya motif korupsi.

Saat ini, Seo memang tidak menghadapi proses hukum, namun keterlibatannya dalam kasus ini memicu pertanyaan serius tentang etika dan integritas dalam penunjukan jabatan, serta implikasinya terhadap reputasi dan kepercayaan publik terhadap institusi negara.

Publik Korea Selatan, yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap isu nepotisme dan korupsi, memandang kasus ini sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan oleh lingkaran dalam presiden. Reaksi keras publik mencerminkan ekspektasi yang tinggi terhadap integritas dan transparansi dalam pemerintahan, serta penolakan terhadap praktik yang dinilai merusak prinsip meritokrasi.

Secara keseluruhan, walau tak didakwa secara hukum, keterlibatan Seo telah merusak reputasinya di mata publik Korea Selatan, yang menilai bahwa posisinya diperoleh bukan karena kompetensi, melainkan karena koneksi keluarga dengan presiden. Ia kini menghilang dari sorotan publik dan tidak lagi diketahui aktif dalam kehidupan sosial atau profesional.

Kasus ini memperlihatkan bagaimana negara seperti Korea Selatan menjaga ketat batas antara kekuasaan publik dan kepentingan pribadi, termasuk ketika yang terlibat adalah anggota keluarga pemimpin negara.

Perbandingan ini menunjukkan pentingnya budaya politik dan kekuatan masyarakat sipil. Di satu sisi, kita melihat politik keluarga dibungkus dengan mekanisme demokrasi. Di sisi lain, kita menyaksikan integritas dan transparansi ditegakkan, bahkan terhadap orang terdekat presiden.

Pertanyaannya: ke arah mana Indonesia akan melangkah?

Dari Ijazah Palsu sampai Pemakzulan

Usai KPU menetapkan kemenangan Prabowo–Gibran pada 20 Maret 2024, sebagian elite politik menyatakan isu politik dinasti telah usai, dengan dalih kotak suara memberi jawaban final. Namun, sorotan terhadap politik dinasti yang melekat pada Jokowi tetap mengemuka, karena publik masih menuntut tanggung jawab moral atas arah Indonesia pasca-pemerintahannya.

Meski legalitasnya ditegaskan lembaga resmi negara, aspek moral dan etika tetap disorot. Kalangan akademisi, mahasiswa, dan masyarakat sipil menilai keterlibatan Gibran dalam kontestasi nasional sarat rekayasa struktural dan konsentrasi kekuasaan di lingkaran keluarga presiden.