DIAGRAMKOTA.COM – Pada hari Senin, 12 Agustus 2024, persidangan gugatan harta gono gini antara Kombes Pol Harri Sindu Nugroho, SH, MH, MM, dan Dr. Yoan Nursari Simanjuntak, SH, MHum, di Pengadilan Negeri Surabaya mencapai tahap kesimpulan.
Kuasa hukum penggugat, Petrus Loyani, menyatakan adanya perbedaan pendapat mengenai Pasal 145 ayat 2 tentang saksi keluarga. Petrus mengutip komentar R. Tresna dalam buku Pemeriksaan Dimuka Pengadilan Negeri Atau H.I.R yang diterbitkan oleh Pradnja Paramita, Jakarta, tahun 1972.
Ia juga menyebutkan penjelasan dari Prof. R. Subekti, S.H, yang menyatakan bahwa saksi keluarga dapat memberikan kesaksian dalam perkara-perkara tertentu, termasuk kedudukan keperdataan, nafkah anak, dan persetujuan perburuhan, yang secara hukum tidak bisa dihindari.
Petrus Loyani kuasa hukum dari Kantor Advokat Boutros & Co itu juga membantah dalil tergugat yang menyatakan dalil penggugat dianggap obscur libel (tidak jelas).
Menurut Petrus dalil tergugat dalam eksepsinya yang mengatakan gugatan Penggugat prematur merupakan dalil yang tidak berdasar hukum.
“Karena tidak ada satupun pasal dalam peraturan perundang-undangan perkawinan yang secara tersurat mengharuskan gugatan harta bersama terlebih dahulu harus didasarkan putusan perceraian yang telah berkekuatan hukum tetap,” jelasnya.
Ia mengacu pada Pasal 18 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menyatakan perceraian terjadi saat dinyatakan di depan sidang pengadilan.
Putusan cerai antara penggugat dan tergugat di Pengadilan Negeri Surabaya dengan nomor perkara 818/Pdt.G/2023/PN. Sby, telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya dalam perkara nomor 314/PDT/2024/PT. Sby pada 29 Mei 2024, menurut Petrus, menunjukkan bahwa gugatan penggugat tidak prematur.
Petrus menyebutkan bahwa tergugat sendiri telah mengakui dalam surat jawabannya bahwa satu unit apartemen di Gunawangsa MERR, Surabaya, memang dibeli selama masa perkawinan.
Menurut Petrus bahwa tergugat tidak memiliki bukti sah yang mendukung klaim bahwa rumah di Perumahan YKP Penjaringan Sari, Kota Surabaya, sebagai harta bawaan.
“Rumah tersebut baru lunas pada 2017, dengan angsuran yang dibayar secara patungan oleh penggugat dan tergugat. Selain itu, rumah tersebut telah direnovasi secara total dengan biaya dari penggugat,” jelas Petrus.
Disisi lain, Petrus juga menyanggah terkait tuduhan tak memberi nafkah, hal itu dibuktikan dengan adanya rumah dan apartemen, dua unit mobil mewah, termasuk juga biaya renovasi rumah, kontribusi belanja dan pembayaran tagihan listrik setiap bulannya.
Petrus menilai tergugat beritikad buruk terbukti dari ketidakhadiran dalam mediasi dan penolakan untuk menanggapi resume perkara dari pihak penggugat. Hal ini, menurutnya, menunjukkan tergugat berusaha mengaburkan hukum dan menghindari penyelesaian yang adil.
Petrus juga mengungkapkan bahwa sebelumnya mereka telah mencoba menawarkan penyelesaian secara keluarga, dua kali sebelum mengambil tindakan hukum, tetapi tergugat tidak merespons surat-surat tersebut.
Hal tersebut dibuktikan dari surat nomor: 54/Boutros & Co/VIII/23 tanggal 07 Agustus 2023 dan nomor: 055/Boutrous & Co/11/2024 tanggal 15 Februari 2024. Petrus mengkritik perilaku tergugat sebagai tidak etis dan beritikad buruk karena tidak merespons surat-surat tersebut. (dk/akha)