DIAGRAMKOTA.COM – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken aturan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024. Yaitu tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Dalam aturan ini, salah satu poin mengatur penyediaan alat kontrasepsi untuk pelajar dan remaja. Adapun penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja ini merupakan bagian upaya kesehatan sistem reproduksi sesuai siklus hidup.
Pasal 100 menyebutkan upaya kesehatan reproduksi dilakukan melalui upaya kesehatan sistem reproduksi sesuai siklus hidup. Selain itu pelayanan pengaturan kehamilan, pelayanan kesehatan reproduksi dengan bantuan, dan upaya kesehatan seksual.
Tentu kebijakan ini menuai kontroversi dari berbagai pihak. Salah satunya Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Evi Rinata ST MKeb.
Evi Rinata ST MKeb turut memberikan tanggapannya. Menurut dosen prodi Kebidanan itu, hal ini tentu sudah memicu terjadinya polemik di masyarakat bahkan sejak PP tersebut diluncurkan.
“Problem kesehatan, terutama kesehatan reproduksi sudah yang sangat kompleks. Ini ditambah dengan persoalan penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja,” ujar Evi dikutip dari Umsida.ac.id, Kamis (8/8/2024).
Menurut Evi, harusnya pelayanan kesehatan yang diberikan pada siswa, penekanannya pada edukasi kesehatan reproduksi, bukan pada penyediaan alat kontrasepsi. Ada beberapa aspek pelayanan kesehatan yang bisa diberikan untuk remaja.
Diantaranya seperti sistem, fungsi, dan proses reproduksi, menjaga kesehatan reproduksi, perilaku seksual berisiko dan akibatnya, keluarga berencana, melindungi diri dan mampu menolak hubungan seksual dan pemilihan media hiburan sesuai usia anak.
“Menurut saya, penyediaan alat kontrasepsi ini yang perlu untuk ditinjau kembali. Kebijakan dapat menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat, terlalu banyak celah penyalahgunaan nantinya di lapangan,” ujarnya.
Evi juga menegaskan bahwa setelah dilakukan tinjauan ulang PP ini, maka perlu dilakukan pengawasan implementasinya secara ketat.
Dosen lulusan S2 Kebidanan Universitas Brawijaya itu berpendapat bahwa pemerintah harus bisa mengevaluasi dan mengawasi jalannya PP ini.
Karena Indonesia sangat luas dengan berbagai problematika kesehatan, terlebih pada masalah kesehatan reproduksi pada remaja itu sendiri.
“Menurut saya, penanganan masalah kesehatan reproduksi remaja selama ini belum terlalu maksimal. Apalagi ditambah dengan poin terkait penyediaan alat kontrasepsi ini,” ucap pengurus Asosiasi Institusi Pendidikan Kebidanan Muhammadiyah Aisyiyah itu. (dk/akha)