Diagram Kota Surabaya – Membangun negara yang kuat di atas dasar kebhinekaan tidak perkara mudah. Hal ini diakui oleh Prof. Dr. Satya Arinanto, Guru Besar Bidang Studi Hukum Tata Negara Universitas Indonesia.
Prof. Dr. Satya Arinanto yang juga sebagai Staf Wakil Presiden RI, menyampaikan dalam sebuah dialog kebangsaan di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran, Sleman, DI Yogyakarta pada hari Minggu 24 Maret 2024 lalu.
Menurut Prof. Satya, masalah kemajemukan menjadi salah satu tantangan utama di era globalisasi saat ini. Ia membandingkan Indonesia yang diakui sebagai negara dengan keragaman budaya dan biologi tertinggi di dunia, dengan Jepang yang lebih homogen.
Membangun di atas dasar masyarakat yang heterogen tentu akan berbeda dengan membangun di atas dasar masyarakat yang homogen.
Prof. Satya mengungkapkan bahwa salah satu tantangan dalam membangun kebhinekaan di Indonesia adalah munculnya tuntutan untuk mengadopsi norma-norma global yang kadang melupakan nilai-nilai lokal.
Globalisasi membawa dampak positif, seperti kemajuan teknologi dan perluasan pasar, namun juga berpotensi merusak kebinekaan.
Sebagai contoh, munculnya media sosial dan arus informasi yang tak terbatas dapat memunculkan konflik dan perpecahan di masyarakat yang sebelumnya harmonis.
Dalam konteks ini, Prof. Satya berpendapat bahwa penting bagi negara untuk melakukan intervensi dalam mengatur komunikasi publik dan memberikan pendidikan yang berkualitas tentang kebhinekaan.
Menurutnya, pendidikan menjadi kunci dalam mengembangkan sikap menghargai perbedaan, toleransi, dan keadilan sosial. Melalui pendidikan yang inklusif, anak-anak diajarkan untuk saling menghargai, bekerja sama, dan memahami keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia.
Selain peran negara, Prof. Satya juga menekankan pentingnya peran tokoh agama dalam menjaga kebhinekaan di Indonesia.
Mereka dapat berperan sebagai pengajar yang memberikan pemahaman yang benar tentang agama, sekaligus sebagai pemersatu bangsa yang mampu menciptakan dialog antaragama yang harmonis.
Prof. Satya mencontohkan Indonesia sebagai salah satu negara yang berhasil menjaga kerukunan antaragama, seperti yang terlihat dalam hubungan yang baik antara umat Islam dan Kristen.
Namun demikian, tantangan terbesar dalam menjaga kebhinekaan tetap ada di tangan kita sebagai individu. Prof. Satya menekankan bahwa setiap individu harus melakukan introspeksi diri dan mengembangkan sikap terbuka terhadap perbedaan.
Ia menekankan bahwa diskriminasi, prasangka, dan sentimen negatif hanya akan memperburuk kondisi kebhinekaan di Indonesia.
Dalam penutup, Prof. Satya menegaskan bahwa kebhinekaan bukanlah beban, tetapi keberuntungan bagi Indonesia. Keberagaman adalah sumber kekayaan yang perlu dijaga dan diperkuat.
Dalam era globalisasi yang memperkuat arus informasi dan pengaruh luar, menjaga kebhinekaan di Indonesia menjadi tantangan yang tak boleh dianggap sepele.
Diperlukan kerja sama dari semua pihak, baik negara, tokoh agama, maupun individu, untuk menjaga kebhinekaan agar Indonesia terus menjadi negara yang adil, bermartabat, dan sejahtera. (dk/akha)