Foto Gajah Bersihkan Sisa Banjir Aceh, Haru Saat Belalainya Angkat Kayu
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Rab, 10 Des 2025
- comment 0 komentar

DIAGRAMKOTA.COM – Empat gajah membersihkan sisa banjir bandang di Pidie, Aceh. Menyentuh saat belalainya mengangkat kayu gelondongan.
Empat gajah di Aceh ini menimbulkan perasaan haru. Mereka turut serta membantu manusia yang menjadi korban banjir bandang.
Empat ekor gajah tangguh dengan nama Abu, Mido, Ajis, dan Noni berpartisipasi dalam membersihkan sisa-sisa kayu serta bahan berat yang terbawa oleh banjir bandang di Aceh.
Gajah-gajah ini terlihat perkasa dalam mengangkat bahan kayu yang menumpuk di Kecamatan Meurah Dua dan Kecamatan Meureudu di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh.
Bukan Gajah Sembarangan
Bertanggung jawab atas pengiriman empat gajah tersebut ke Pidie Jaya adalah Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh.
Monyet-monyet ini berasal dari Pusat Pelatihan Monyet (PPM) Share dan telah dilatih khusus untuk tugas-tugas berat seperti ini.
Kepala KSDA Wilayah Sigli, Hadi Sofyan, mengungkapkan bahwa gajah-gajah jinak ini memiliki pengalaman panjang dalam membantu pembersihan setelah bencana, termasuk saat tsunami Aceh tahun 2004.
Empat ekor gajah yang telah dilatih oleh kami berasal dari PLG (Pusat Latihan Gajah) Share. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, termasuk saat bencana tsunami di Aceh, kehadiran gajah sangat berguna dalam membersihkan puing-puing,” ujar Kepala KSDA Wilayah Sigli, Hadi Sofyan.
Kekuatan dan Kelincahan Gajah
Selain itu, gajah ini juga bisa dimanfaatkan untuk mengirimkan logistik kepada para korban banjir di Pidie Jaya, termasuk mencari korban yang belum ditemukan.
“Kami menargetkan pembersihan di lokasi yang terkena banjir bandang di Kecamatan Meureudu dan Meurah Dua Kabupaten Pidie Jaya. Untuk masa waktu, kami akan bekerja selama tujuh hari di sini, hingga 14 Desember 2025,” ujarnya.
Mereka mampu membuka akses jalan antar desa yang masih terputus serta membersihkan area yang tidak dapat dijangkau oleh alat berat.
Menggunakan kekuatan dan kelincahan mereka, gajah mampu mencapai daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh kendaraan atau manusia, sehingga mempercepat proses evakuasi serta penyaluran bantuan.

Respons mengharukan dari netizen di jejaring sosial
Fungsi gajah dalam penangangan bencana ini mendapatkan perhatian besar dari netizen yang dikumpulkan.
Banyak orang menunjukkan perasaan haru dan apresiasi terhadap bantuan yang diberikan oleh gajah, terutama mengingat lingkungan hidup mereka semakin rentan akibat aktivitas manusia.
Banyak komentar netizen mengungkapkan ironi bahwa manusia sering merusak lingkungan hidup gajah, tetapi ketika terjadi bencana, gajah justru berperan dalam membersihkan rumah orang-orang.
Harapan besar diungkapkan agar gajah Sumatera tetap dilindungi dan dihargai sebagai komponen penting dari ekosistem serta budaya setempat.

“Rumah mereka dihancurkan oleh manusia, kini mereka membantu manusia membersihkan rumah manusia….. semoga gajah sumatera tetap terlindungi…” tulis akun Purbo Sri Indarto.
“Orang yang serakah menganggap gajah sebagai hama bagi mereka, tetapi mereka tidak menyadari bahwa manusia sendiri yang merebut rumah gajah. Ketika terjadi bencana, gajah dengan tulus membantu orang-orang tersebut. Ya Allah, semoga hewan berhati baik ini selalu sehat dan sejahtera. Semoga hak kehidupan dan rumah gajah segera kembali. Aamiin aamiin,” tulis akun Sevviana Luluk.
“Masyaa Allah, jika begini kondisinya, gajah membutuhkan tenaganya, tetapi beberapa waktu lalu mereka diburu, ditembak, dan dibunuh oleh manusia yang tidak memiliki hati nurani. Semoga setelah ini membawa hikmah yang baik bagi kita semua agar lebih menghargai gajah dan hewan lainnya,” tulis akun Yanti Ariyanti.
“Sayang sekali jika gajahnya sampai terluka dan lelah. Apalagi habitat serta jumlahnya mulai langka,” tulis akun Jon F Adi.
“Manusia merusak rumah gajah sementara gajah membantu membersihkan rumah manusia,” tulis akun Taufik.
“Manusia yang serakah, bahkan saat kesulitan masih memanfaatkan jasa gajah. Semoga mereka sadar, jangan menghabiskan hutan mereka, biarkan hidup bebas mencari makan dan menyebar biji-bijian. Karena biji yang dimakan gajah akan keluar bersama kotorannya, sehingga tumbuh tanaman baru yang lebih subur dan cepat dibandingkan manusia yang menanam,” tulis akun Tinae Masadjie.

Bantuan Psikologis Melalui Kehadiran Gajah
Kepala Kepolisian Resor Pidie Jaya, AKBP Ahmad Faisal Pasaribu, menambahkan bahwa kehadiran gajah tidak hanya berfungsi sebagai alat bantu fisik, tetapi juga menjadi sarana pemulihan trauma bagi anak-anak korban banjir.
Kehadiran gajah yang tenang dan ramah dapat menciptakan suasana yang ceria, mengurangi ketegangan, serta berkontribusi dalam memperbaiki kondisi psikologis masyarakat yang terkena dampak bencana.
“Kami membawa gajah ini tidak hanya untuk mengangkat beban berat, tetapi juga untuk kegiatan pemulihan trauma bagi anak-anak yang terkena banjir. Kehadiran gajah mampu menciptakan suasana ceria, mengurangi ketegangan, serta membantu memperbaiki kondisi psikologis mereka,” kata Faisal.
Selanjutnya, Faisal menyebut tindakan ini dilakukan sebagai wujud komitmen Polri dan pihak terkait dalam memberikan layanan yang humanis dan responsif.
Bekerja sama antara Polres Pidie Jaya dan BKSDA Aceh diharapkan mampu mempercepat proses pembersihan.
Di sisi lain, Kasat Reskrim Polres Pidie Jaya, Iptu Fauzi Admaja mengatakan pembersihan dilakukan di Gampong Meunasah Bie, Kecamatan Meurah Dua yang merupakan area paling terparah akibat bencana.
“Empat gajah yang kita bawa bersama BKSDA Aceh hari ini sudah tiba di lokasi. Mereka langsung kita arahkan untuk menarik kayu-kayu besar serta barang berat lainnya yang terbawa banjir,” kata Iptu Fauzi dalam pernyataannya, Senin (8/12/2025).
Hari ke-13, para korban banjir di Pidie Jaya meminta tumpukan kayu di sungai dibersihkan.
Sampai hari ke-13 setelah banjir bandang terjadi di Kabupaten Pidie Jaya, tumpukan kayu sepanjang hampir 1 Km masih belum dibersihkan.
Tumpukan kayu bulat besar dan kecil yang belum dibersihkan berada di Krueng Meureudu, di perbatasan Dayah Husen dengan Pante Gelima, yang menjadi ancaman banjir berulang bagi permukiman warga yang tinggal di sekitar DAS.
Dampak kayu gelondongan yang tersangkut di sungai menyebabkan alur sungai di tempat lain hilang karena tertimbun oleh endapan lumpur.
“Banjir kali ini sangat parah terjadi di kampung kami, banyak hewan ternak mati tertimbun lumpur banjir,” ujar Kepala Gampong Meunasah Raya, Kecamatan Meurah Dua, A Halim Ishak, kepada Serambinews.com, Minggu (7/12/2025).
Ia menyampaikan, dampak banjir yang telah menghancurkan desanya, yang menyebabkan 15 ekor sapi dan 60 ekor kambing milik penduduk mati tertimbun tanah longsor.
Selain itu, terdapat 288 rumah yang mengalami kerusakan dan 179 rumah mengalami kerusakan parah.
Juga terdapat satu SDN, PAUD, kantor keuchik, tiga tempat pengajian serta Dayah Abi Anwar yang mengalami kerusakan akibat dihancurkan oleh banjir lumpur.
Selain itu, banjir di Gampong Mrunasah Raya juga mengubur 15 kendaraan mobil dan 500 unit sepeda motor.
“Banjir meluap dengan cepat hingga mencapai ketinggian 2 meter, sehingga warga gagal membawa barang-barang mereka. Oleh karena itu, warga berusaha menyelamatkan diri dengan naik ke atap bangunan,” jelasnya.
Menurut Halim, saat ini yang perlu dibersihkan adalah kayu bulat sekitar satu kilogram yang menumpuk di jembatan Krueng Meureudue, di wilayah perbatasan antara Gampong Dayah Husen dan Pante Gelima.
Kayu bulat yang terjebak di Krueng Meureudu perlu segera dipindahkan.
Karena, air sungai akan terus meluap ketika hujan turun, karena air tidak dapat mengalir lagi.
Banjir Krueng Meuredue justru akan meluap ke jalan yang kini berfungsi sebagai alur sungai baru.
Kami mengharapkan kepada pemerintah, kayu yang terjebak di jembatan Sungai Meureudue segera dibersihkan.
Karena, jika hujan turun, air sungai akan meluap dan menyerang permukiman warga. Sehingga banjir akan terus terjadi,” katanya.
Disebutkan, di Gampong Meunasah Raya, terdapat dua penduduk yang meninggal dunia.
Seseorang bernama Rosmani (50) mengalami stroke sehingga korban terjebak dalam banjir di dalam rumah.
Kemudian, Akrami (61) meninggal setelah banjir akibat sakit.
“Pada saat ini, para pengungsi membutuhkan MCK, selimut, dan air bersih. Pengungsi juga mulai mengalami gatal-gatal, sementara Dinkes Pidie Pidie Jaya dan Puskesmas Meurah Dua masih terendam lumpur,” tutupnya. ***





Saat ini belum ada komentar