Pedagang Kritik Komisi B DPRD Surabaya, Regulasi Tanpa Dialog Dinilai Cederai Representasi Rakyat
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Ming, 23 Nov 2025
- comment 0 komentar

DIAGRAMKOTA.COM — Komisi B DPRD Surabaya tuai sorotan tajam, terkait rencana penerapan pembatasan jam operasional Pasar Buah Tanjungsari sebagaimana tercantum dalam Perda 1/2023 memantik penolakan keras dari pedagang. Mereka menilai aturan tersebut tidak hanya memberatkan aktivitas distribusi buah, tetapi juga memperlihatkan lemahnya proses legislasi di DPRD Surabaya—khususnya Komisi B yang dianggap tidak melibatkan pihak terdampak sejak awal penyusunan regulasi.
Ketua Asosiasi Pedagang Buah Surabaya, Umbar Rifa’i, mengungkapkan bahwa pedagang sama sekali tidak diberi ruang untuk menyampaikan pandangan selama pembahasan berlangsung. Baik hearing, forum dengar pendapat, maupun undangan resmi dari Komisi B disebut tidak pernah diterima, meski pedagang adalah pihak yang paling merasakan dampaknya.
“Kami tidak pernah diajak bicara. Perda yang membatasi jam ini muncul begitu saja tanpa melibatkan pedagang. Lalu kepentingan siapa yang sebenarnya didengar?” tegas Umbar saat dikonfirmasi, Minggu (23/11/2025).
Menurut Umbar, sikap DPRD—khususnya Komisi B yang membidangi urusan perekonomian—menunjukkan abainya fungsi representasi sekaligus lemahnya pengawasan terhadap regulasi yang menyentuh aktivitas ekonomi rakyat. Pedagang merasa diposisikan sebagai objek kebijakan, bukan mitra dalam proses penyusunan aturan.
“Komisi B itu wakil rakyat. Tapi ketika aturan dibuat, suara rakyat yang mereka wakili justru tidak masuk sama sekali,” kritiknya.
Buah Cepat Rusak, Pembatasan Jam Dinilai Tidak Realistis
Ia menjelaskan, buah memiliki karakter masa simpan yang sangat pendek. Jenis buah tertentu seperti duku, naga, hingga rambutan hanya bertahan satu malam setelah tiba dari sentra produksi. Karena itulah aktivitas bongkar muat dan distribusi ke pedagang kecil hingga pasar tradisional lain hampir selalu berlangsung malam hingga dini hari.




