Diagram Kota Probolinggo – Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS) mengumumkan penutupan total kawasan wisata Gunung Bromo di Jawa Timur pada periode 21-24 Juni 2024.
Penutupan ini dilakukan untuk mendukung pelaksanaan ritual Yadnya Kasada, pemulihan ekosistem, dan pembersihan kawasan.
Hal tersebut disamapaikan Kepala Bagian Tata Usaha Balai Besar TNBTS Septi Eka Wardhani di Kota Malang, Jawa Timur kepada wartawam pada Senin, (17/6/2024).
“Kawasan taman nasional ditutup pada 21 Juni pukul 00.00 WIB, hingga 24 Juni 2024 pukul 24.00 WIB. Penutupan ini berdasarkan Surat Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Probolinggo,” jelas Septi.
Pada tanggal 21-22 Juni, kawasan hanya terbuka bagi masyarakat yang akan mengikuti ritual Yadnya Kasada dengan identitas sesuai surat edaran PHDI.
Sementara pada tanggal 23-24 Juni, kawasan hanya dibuka untuk masyarakat dan petugas yang berkepentingan dalam melakukan pembersihan kawasan. Pembersihan ini merupakan bagian dari upaya menjaga kelestarian alam Gunung Bromo.
“Masyarakat, pengunjung, pelaku jasa wisata dan pihak terkait untuk memperhatikan informasi tersebut dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab,” tambah Septi.
Penutupan akses wisata Gunung Bromo dilakukan dari berbagai pintu masuk, yaitu Cemorolawang (Kabupaten Probolinggo), Dingklik (Kabupaten Pasuruan), dari arah Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang, ditutup di wilayah Jemplang, Kabupaten Malang.
Gunung Bromo merupakan salah satu destinasi wisata unggulan di wilayah Jawa Timur. Pada 2023, jumlah kunjungan ke taman nasional yang memiliki predikat terindah ketiga di dunia tersebut mencapai 368.507 wisatawan.
Jumlah tersebut, terbagi dari 355.297 wisatawan nusantara dan sebanyak 13.210 orang merupakan wisatawan mancanegara. Kunjungan itu, juga memberikan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) senilai Rp14.70 miliar.
Penutupan Gunung Bromo untuk ritual Yadnya Kasada dan pemulihan ekosistem menunjukkan pentingnya menjaga keseimbangan antara pariwisata dan kelestarian alam.
Juga menunjukkan bahwa budaya dan tradisi lokal dapat diintegrasikan dengan upaya pelestarian lingkungan. (dk/agus)