Wakil Ketua Umum KADIN: Pemerintah Perlu Mempertimbangkan Kenaikan Tarif PPN 12 Persen

PERISTIWA1391 Dilihat

Diagram Kota Jakarta – Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang, menekankan pentingnya pemerintah mempertimbangkan kenaikan 12% tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) secara matang.

Keputusan ini harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti kondisi ekonomi global, geopolitik, cuaca El Niño, dan kontribusi konsumsi domestik. Pemerintah juga perlu mengantisipasi dampak kenaikan tarif PPN sebagai hambatan dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen.

Sarman juga mengatakan, kalau dari pelaku usaha memang sangat berharap terhadap pemerintah ke depan supaya bisa matang betul mempertimbangkan rencana kenaikan PPN. Sekalipun ini sudah menjadi amanat undang-undang, tapi perlu suatu evaluasi dan melihat realitas kondisi ekonomi global.

Menurutnya, daya beli masyarakat juga belum stabil, masih tertekan. Karena perekonomian kita ditopang oleh sekitar 60 persen dari konsumsi rumah tangga, sehingga kalau ada kenaikan PPN 12 persen, otomatis nanti barang-barang produksi itu akan menyesuaikan.

Baca Juga :  Klenteng Tri Dharma Teng Swie Bio Gelar Ritual Memandikan Rupang, Termasuk Rupang Tertua Warisan Leluhur

“Dipastikan bahan baku naik, biaya operasional naik, otomatis nilai penjualan ke masyarakat naik. Kalau itu terjadi, daya beli masyarakat semakin tertekan,” ungkap Sarman kepada media di Kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Rabu (22/5/2023).

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), produk domestik bruto (PDB) Indonesia tumbuh 5,05 persen sepanjang 2023. Komponen pertumbuhan tertinggi terjadi pada pengeluaran konsumsi rumah tangga (PK-RT) sebesar 4,82 persen dengan kontribusinya mencapai 53,18 persen terhadap pertumbuhan PDB nasional.

Disusul komponen tertinggi lainnya, seperti pembentukan modal tetap bruto (PMTB) sebesar 4,40 persen dengan kontribusi 29,33 persen. Dengan demikian, daya beli masyarakat yang tertekan otomatis akan berimplikasi pada kinerja pertumbuhan ekonomi nasional.

Baca Juga :  Kompetisi Basket SMP Kr Elia, Cetak Generasi Penuh Sportivitas

“Saat ini pemerintah dan pelaku industri saja sudah bekerja keras untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5 persen,” terang Sarman.

Di sisi lain, menurut laporan Prospek Ekonomi Global (GEP) yang diterbitkan oleh Bank Dunia pada Januari 2024, ekonomi global hanya bertumbuh sebesar 2,6 persen pada tahun 2023 dan diproyeksi semakin menurun menjadi 2,4 persen di tahun ini.

“Maka, perlu dikaji lebih dalam (kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen). Apalagi target pertumbuhan ekonomi dipatok 8 persen. Target pertumbuhan ekonomi 8 persen justru harus dibarengi dengan kebijakan-kebijakan yang mampu mendorong konsumsi rumah tangga semakin naik,” lanjutnya.

Selain PPN, bahkan kini bergulir wacana adanya pajak bahan pokok atau sembako. Jangan sampai terjadi, karena stabilisasi harga barang-barang pokok kita belum pasti, daya beli masyarakat pun semakin tertekan. Akhirnya, ini akan semakin memberatkan laju pertumbuhan konsumsi.

Baca Juga :  Paguyuban RT/RW Surabaya Siapkan Program 2025 Berbasis Gotong Royong

Dengan demikian, ia mendorong agar pemerintah lebih kreatif dalam menggali berbagai sumber pajak baru yang belum optimal, seperti mengerek penerimaan pajak digital. Penggalian potensi penerimaan pajak seyogianya koheren dengan pertumbuhan industri tersebut.

“Kalau kita lihat, ketika ada hari belanja on-line nasional (Harbolnas), dalam 1 malam saja transaksinya triliunan. Coba dicek, apakah penerimaan pajak sudah selaras dengan transaksi tersebut,” ungkap Sarman

Dengan demikian, Pemerintah perlu melakukan evaluasi yang matang sebelum menetapkan keputusan mengenai kenaikan tarif PPN, mempertimbangkan realitas kondisi ekonomi global serta dampaknya terhadap daya beli masyarakat. (dk/ria)

Share and Enjoy !

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *