Pemilik 1 Ha Tanah di Labuan Bajo Gugat Johanis van Naput dan Kawan-Kawan
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Sen, 8 Des 2025
- comment 0 komentar

DIAGRAMKOTA.COM – Daftar tuntutan warga setempat pemilik lahan di Kerangan, Kelurahan Labuan Bajo, terhadap Santosa Kadiman asal Jakarta serta anak-anak Nikolaus Naput dari Ruteng, Ramang Ishaka, dan Muhamad Syair (yang dikenal sebagai keturunan pejabat adat) terus berlanjut ke Pengadilan Negeri (PN) Labuan Bajo.
Sengketa ini muncul setelah acaragroundbreaking TheHotel St. Regis Labuan Bajo yang dibangun oleh Santoso Kadiman pada bulan April 2022, ditempatkan di atas tanah milik warga Karangan, Labuan Bajo, dan saat ini masih dalam persengketaan. Sejak saat itu, pemilik lahan mengambil langkah hukum untuk menentangnya.
“Setelah perkara perdata 11 hektare yang terkait dengan ahli waris Ibrahim Hanta memperoleh kekuatan hukum tetap (inkrah), di mana klaim hak atas 40 hektare dinyatakan tidak terbukti, kini delapan pemilik lahan lainnya mengajukan gugatan sejak April 2025. Terdapat perkara dengan nomor 32, 33, 41, dan 44/2025. Pekan lalu, gugatan intervensi dari klien kami, Kusyani, pemilik 1 hektare, masuk terhadap perkara perdata nomor 53/2025,” kata Dr (c) Indra Triantoro, salah satu kuasa hukum penggugat dari Sukawinaya-88 Law Firm & Partners, Minggu (7/12/2025).
Kusyani, salah seorang pemilik lahan, mengakui bangunan pondok dan pagar yang dibuat di atas tanahnya dirobohkan secara paksa pada April 2025 oleh pihak yang diduga terkait dengan Santosa Kadiman.
“Mereka membawa preman dan oknum dari TNI. Padahal pondok tersebut dibangun dari hasil sumbangan para anggota masjid,” kata Kusyani dengan penuh emosi.
Menurutnya, Santosa Kadiman diduga menjadi pihak yang terlibat dalam peristiwa tersebut serta melakukan pemasangan pagar seng dan spanduk yang menyatakan klaim kepemilikan tanah atas nama ahli waris Nikolaus Naput–Beatrix Seran.
“Saya mendengar, dokumen tanah yang mereka gunakan telah dibatalkan oleh pejabat adat pada tahun 1998 karena tumpang tindih dengan tanah warga dan sebagian tanah pemerintah,” katanya.
Kusyani menegaskan bahwa ia akan tetap menjaga tanah yang menurutnya diperoleh melalui tanah adat tahun 1992.
“Saya siap mengorbankan nyawa untuk hak milik saya. Saya hanya takut kepada Tuhan,” tegasnya.
Hal lain yang diperhatikan Kusyani adalah adanya perkara nomor 53/2025 di mana pihak anak-anak Nikolaus Naput menggugat Ramang Ishaka dan Muhamad Syair terkait pembatalan tanah adat pada tahun 1998.
“Mereka menganggap Ramang dan Syair masih memiliki kekuasaan sebagai pejabat adat dan harus memberikan ganti rugi. Padahal keduanya bukan pewaris jabatan adat, hanya ahli waris biasa,” katanya.
Oleh karena itu, Kusyani mengajukan intervensi dalam perkara tersebut dengan nama tergugat yaitu Johanis Van Naput dan turut serta mengajak beberapa pihak lainnya sebagai tergugat.
Dalam pernyataannya, Kusyani menyebut Santosa Kadiman sebagai tersangka mafia tanah terkait transaksi pengadaan lahan seluas 40 hektar yang sempat diajukan dalam perkara Ibrahim Hanta.
Ia menganggap temuan Satgas Mafia Tanah Kejagung tahun 2024 sebagai dasar bagi warga untuk semakin percaya diri dalam memperjuangkan hak mereka.
“Walaupun dokumen mereka dinilai tidak sesuai dengan lokasi dan tidak memiliki bukti asli yang lengkap, mereka tetap berada di tanah orang lain,” katanya.
Tuntutan Baru Direncanakan Sampai Tahun 2031
Selain gugatan yang sedang berlangsung, tiga pemilik lahan lainnya rencananya akan mengajukan perkara baru pada tahun 2026, 2029, dan 2031. Klaim mereka menargetkan penerbitan sertifikat atas tanah yang menurut mereka tidak pernah dijual oleh leluhur mereka.
“Tanah kami tiba-tiba diberi sertifikat. Kami siap berkorban jiwa untuk menjaga tanah leluhur,” ujar seorang pemilik lahan yang tidak ingin namanya disebutkan.
Di sisi lain, kuasa hukum lainnya, Jon Kadis, S.H., mengonfirmasi bahwa sampai saat ini telah ada lima pemilik lahan yang mengajukan tuntutan terkait total luas lahan sekitar 4,1 hektar.
“Kemudian akan datang lagi hingga total lahan yang diperebutkan mencapai sekitar 16 hektar,” kata Jon.
Ia menambahkan, para pemilik lahan semakin percaya diri dalam memperjuangkan hak mereka setelah mengetahui dugaan ketidaksesuaian dokumen dengan klaim pihak lawan.
“Pemilik lahan ini memang berani bangkit dan tidak pernah mundur saat ini. Karena mereka sudah mengetahui, bahwa jelas terbukti di Kejaksaan Agung bahwa Santosa Kadiman dan Nikolaus Naput, semuanya tidak memiliki dokumen tanah yang sah, tidak ada aslinya, dokumen tanah berada di lokasi yang salah, dokumen tanah tidak menyebutkan luasnya, dll,” tutup Jon.
Sampai berita ini dirilis, pihak Santosa Kadiman, keluarga Nikolaus Naput, atau pihak tergugat lainnya belum memberikan pernyataan resmi mengenai kasus ini.***





Saat ini belum ada komentar