Turki Jadi Tuan Rumah COP31 Tahun Depan
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Kam, 20 Nov 2025
- comment 0 komentar

DIAGRAMKOTA.COM — Turki telah ditetapkan sebagai tuan rumah Konferensi Perubahan Iklim PBB tahun depan atauCOP31. Pemilihan ini mengakhiri persaingan dengan Australia yang juga mengajukan diri sebagai penyelenggara pertemuan tahunan tersebut.
Mengutip Bloomberg, Sekretaris Pemerintah Jerman untuk Masalah Iklim, Jochen Flasbarth, mengatakan bahwa telah tercapai kesepakatan untuk menentukan kota Antalya di Turki sebagai tempat penyelenggaraan COP31 pada 2026.
Meskipun keputusan ini belum mendapatkan persetujuan resmi, Flasbarth menegaskan bahwa tidak ada penolakan dari negara-negara di dalam kelompok wilayah yang bersangkutan.
“Sesuatu yang luar biasa bahwa dua negara dari belahan bumi yang sangat berbeda namun termasuk dalam kelompok yang sama mampu mencapai kesepakatan. Saya melihat banyak dukungan dan tidak ada penolakan,” katanya, dilansir dariBloomberg.
Berdasarkan kesepakatan yang diumumkan pada malam Rabu (19/11/2025), Turki akan mengambil alih kepemimpinan COP dalam penyelenggaraan acara, sedangkan Australia akan memimpin proses negosiasi.
Menteri Perubahan Iklim dan Energi Australia, Chris Bowen, mengonfirmasi hal tersebut, sesuai dengan laporan sebelumnya dari Bloomberg. Pertemuan para pemimpin dunia yang biasanya menjadi pembuka acara COP juga akan diadakan di Turki.
Di sisi lain, sebuah negara kepulauan Pasifik yang belum diungkapkan akan menjadi tuan rumah pertemuan prakonferensi yang bertujuan memperoleh komitmen pendanaan untuk meningkatkan ketahanan wilayah terhadap pengaruh perubahan iklim, kata Bowen.
Kompromi ini menjadi solusi yang tidak biasa dalam persaingan antara Australia dan Turki untuk menjadi tuan rumah sekaligus memimpin proses negosiasi. Posisi ini sering kali menarik perhatian dan biasanya menarik minat para pemimpin dunia, puluhan ribu delegasi, serta potensi pendapatan dari sektor pariwisata. Flasbarth mengakui bahwa pembagian peran seperti ini sempat menimbulkan pertanyaan karena sifatnya yang “inovatif”.
Namun, keputusan ini tak dapat dipungkiri menimbulkan kekecewaan tidak hanya bagi Australia, tetapi juga bagi pihak yang berharap pada penyelenggaraan “Island COP”, yaitu sebuah COP yang dipimpin oleh negara kepulauan.
Kepemimpinan negara kepulauan diharapkan tampil untuk mendorong agenda yang lebih ambisius terkait peralihan dari bahan bakar fosil serta peningkatan pendanaan bagi negara-negara paling rentan akibat krisis iklim.
Dengan Turki sebagai tuan rumah, COP tetap akan diselenggarakan di kawasan Timur Tengah, setelah sebelumnya diadakan di Mesir, Uni Emirat Arab, dan Azerbaijan dalam beberapa tahun terakhir.
Meskipun konferensi iklim yang diadakan di tepi hutan hujan Brasil tahun ini cenderung mendukung aktivisme lingkungan dan komunitas adat, para pengkritik menganggap ruang tersebut mungkin terbatas selama kepemimpinan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang dianggap semakin otoriter.
Pemerintahan Erdogan saat ini menonjolkan posisi Turki sebagai jembatan antara ekonomi yang maju dan negara-negara berkembang, sebuah citra yang sesuai dengan ketegangan antara negara kaya dan negara berkembang terkait pendanaan tindakan iklim.
Isu pendanaan iklim telah menjadi fokus utama dalam pembicaraan selama beberapa tahun terakhir. Turki sendiri memiliki targetnetral karbonpada tahun 2053 dan saat ini sedang menyiapkan rangkaian tujuan iklim nasional yang baru.
Australia sebelumnya berupaya menjadi tuan rumah COP 2026 untuk memperbaiki citranya sebagai negara yang lambat dalam mengambil kebijakan iklim. Pemerintahan Perdana Menteri Anthony Albanese telah menyetujui target pengurangan emisi pertama yang bersifat wajib secara hukum sesaat setelah menjabat. Target terbaru yang diumumkan pada bulan September bertujuan mengurangi emisi hingga 70% dibandingkan tingkat tahun 2005 pada tahun 2035.
Selanjutnya, peran Australia sebagai pemimpin negosiasi COP akan memberikan negara tersebut wewenang untuk mengendalikan arah pembicaraan, menunjuk tim kepemimpinan negosiasi, serta menyusun draf teks keputusan.
“Yang kami upayakan adalah solusi yang sesuai untuk Australia, Pasifik, dan proses multilateral itu sendiri,” ujar Bowen, menegaskan bahwa pendekatan kompromi ini memenuhi tujuan tersebut.
Jika kelompok negara yang terlibat tidak mampu mencapai kesepakatan, meskipun hanya satu negara menentang, maka konferensi bisa secara otomatis dialihkan ke Jerman.
“Itu berarti 12 bulan tanpa kepemimpinan, tanpa presiden COP, dan tanpa rencana. Tindakan ini justru dianggap tidak bertanggung jawab dalam situasi multilateral yang penuh tantangan ini,” tambah Bowen.
Baik Albanese maupun Erdogan tidak hadir dalam pertemuan para pemimpin dunia di Brasil awal bulan ini sebagai bagian dari persiapan menuju COP30.
Kepemimpinan COP bergantian di antara lima kelompok wilayah. Australia dan Turki sama-sama termasuk dalam kelompok Western European and Other States dalam Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim.
PBB sebelumnya mengharapkan blok tersebut menyetujui satu calon tuan rumah sebelum Juni tahun ini. Albanese dan Erdogan saling bertukar surat, namun belum mencapai kesepakatan. Australia bahkan telah mengajukan kota Adelaide sebagai calon tuan rumah.
Di sisi lain, kelompok negosiator Afrika telah mendukung Ethiopia sebagai kandidat tuan rumah COP pada tahun 2027, dan keputusan resmi diperkirakan akan diumumkan akhir pekan ini. ***





Saat ini belum ada komentar