Presiden Prabowo Siap Tanggung Utang Kereta Cepat, Langkah Politik Berani dan Bertanggung Jawab
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month 3 jam yang lalu
- comment 0 komentar

DIAGRAMKOTA.COM – Pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyatakan siap menanggung utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) dianggap sebagai tindakan politik yang menggabungkan tanggung jawab negara dengan upaya menjaga kelancaran pemerintahan. Sejumlah analis menilai, sikap ini menunjukkan komitmen Prabowo untuk menuntaskan kebijakan yang telah diwariskan oleh era Joko Widodo tanpa memicu konflik politik baru.
Kepala Eksekutif Indonesia Political Opinion, Dedy Kurnia Syah, menganggap pernyataan Presiden Prabowo Subianto terkait kemampuan membayar utang proyek Whoosh memiliki dua makna, yaitu pengakuan atas tanggung jawab negara dan tanda adanya masalah dalam proses pengadaannya.
Menurut Dedy, isu utang proyek tersebut tidak dapat dipisahkan dari tanggung jawab pemerintahan yang sekarang. Meskipun proyek tersebut dimulai pada masa pemerintahan Joko Widodo, Prabowo sebagai presiden tidak bisa menghindari kewajiban untuk menyelesaikan masalah yang diwariskan.
“Kemampuan membayar utang tidak berkaitan dengan hubungan Prabowo dan Jokowi karena kenyataannya tidak bisa menghindari masalah tersebut,” katanya, Selasa 4 November 2025.
Menurutnya, kebijakan terkait utang Whoosh ini hanya tentang komitmen awal karena masyarakat sudah sering mendengar pada masa Jokowi bahwa utang tidak dibayar dengan uang negara. “Menteri Keuangan Purbaya telah menyatakan hal itu, itulah alasan Prabowo membuat pernyataan, hanya untuk memberikan kepastian jika ada yang bertanggung jawab,” katanya.
Dedy menganggap pernyataan Prabowo yang menyatakan siap menanggung tanggung jawab pembayaran utang mencerminkan adanya kesadaran politik untuk menyelesaikan kebijakan pemerintah sebelumnya. Namun, di sisi lain, pernyataan tersebut juga secara tidak langsung mengonfirmasi bahwa proyek tersebut memiliki beberapa masalah dalam proses pengadaannya.
“Pernyataan Prabowo justru menegaskan adanya masalah dalam proses pembelian kereta cepat karena seharusnya presiden tidak perlu mengeluarkan pernyataan terkait utang karena memang menjadi kewajibannya,” ujar Dedy.
Ia menilai, langkah Prabowo lebih berupa peneguhan komitmen moral daripada pengumuman kebijakan baru. Dedy menyatakan bahwa sikap Prabowo bisa diartikan sebagai upaya mengurangi ketidakpuasan masyarakat sekaligus memperkuat citra pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab. “Sisi lain Prabowo menunjukkan komitmennya, itu saja,” katanya.
Politik elektoral
Ahli politik dari Analytics Indonesia, Denny Syah Putra, menganggap pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyatakan siap menjamin pembayaran utang proyek Kereta Whoosh mencerminkan dua hal sekaligus, yaitu keterpaksaan akibat kondisi sistemik dan upaya menjaga hubungan politik yang berkelanjutan dengan pemerintahan sebelumnya.
Menurut Denny, posisi Prabowo saat ini membuatnya tidak memiliki banyak pilihan selain menerima dampak dari kebijakan masa lalu. Kebijakan publik seperti proyek kereta cepat melibatkan berbagai aspek yang saling terkait, termasuk tanggung jawab keuangan negara dan hubungan diplomatik.
“Karena kebijakan publik sudah diambil pada masa yang bukan milik Pak Prabowo, jadi dia terpaksa menerima,” kata Denny.
Ia menambahkan, faktor hubungan dengan Tiongkok menjadi salah satu pertimbangan utama yang menyebabkan Prabowo perlu menunjukkan sikap bertanggung jawab. “Jika kita tidak membayar, maka akan berisiko bagi Pak Prabowo. Jadi memang harus diselesaikan,” ujarnya.
Selain itu, secara pribadi, Prabowo dianggap cenderung menghindari perselisihan dan berusaha menjaga hubungan yang baik dengan berbagai pihak, termasuk mantan Presiden Joko Widodo serta Megawati Soekarnoputri.
“Pak Prabowo tampaknya tidak menyukai keributan. Cenderung dia mencari jalan tengah sebagai solusi. Jadi, mengenai selaras atau tidak dengan Pak Jokowi, dia lebih berusaha memuaskan semua pihak,” kata Denny.
Ia menilai, strategi tersebut dapat menjadi tantangan tersendiri di masa depan karena tidak semua kepentingan politik dapat diakomodasi. Terlebih lagi, proyek Whoosh memang belum sepenuhnya matang saat diumumkan pada masa pemerintahan sebelumnya.
Ia mengira, sebagian keputusan diambil dengan mempertimbangkan faktor politik dan elektoral, bukan hanya aspek teknokratis. “Mungkin pada saat itu perhitungannya belum 100% selesai, tetapi karena ingin mendapatkan dampak elektoral, maka dipercepat. Padahal, biayanya besar dan belum tentu sebanding dengan efektivitasnya,” katanya.
Untung rugi
Seperti yang diketahui, Presiden Prabowo Subianto memastikan pemerintah akan menanggung seluruh beban utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh. Ia menyatakan telah mengkaji permasalahan tersebut secara menyeluruh dan yakin bahwa masalah keuangan yang menimpa proyek tersebut dapat diselesaikan tanpa mengganggu keuangan negara.
Di sela peresmian Stasiun Tanah Abang Baru di Jakarta, Selasa 4 November 2025, Prabowo mengimbau masyarakat tidak perlu khawatir terhadap isu utang besar yang melibatkan proyek transportasi tersebut. Ia menegaskan bahwa pemerintah memiliki kemampuan dan komitmen untuk memenuhi kewajiban pembayaran kepada pihak yang memberikan pinjaman.
“Tidak perlu khawatir mengenai Whoosh. Saya sudah mempelajari semuanya, tidak ada masalah. Indonesia adalah negara besar, kita memiliki tanggung jawab, dan saya sebagai presiden akan mengambil alih tanggung jawab tersebut,” kata Prabowo.
Ia menyatakan, pemerintah akan menyalurkan sekitar Rp 1,2 triliun setiap tahun untuk melunasi utang proyek tersebut. Dana pembayaran, menurutnya, berasal dari penghematan anggaran negara serta hasil pemberantasan tindak korupsi. “Uangnya ada. Uang yang dulu dikorupsi kini kita amankan, kita gunakan untuk rakyat, termasuk untuk membayar utang Whoosh,” ujar Prabowo.
Prabowo menegaskan, masyarakat sebaiknya tidak melihat proyek Whoosh hanya dari segi keuntungan dan kerugian. Sebab, proyek transportasi umum memiliki makna strategis karena memberikan manfaat sosial dan ekonomi yang luas, seperti mempercepat pergerakan penduduk dan mengurangi kemacetan.
“Yang utama, manfaatnya terasa. Mengurangi pencemaran, mempercepat perjalanan, serta memberikan kenyamanan bagi masyarakat,” katanya.
Prabowo juga memperingatkan agar isu utang Whoosh tidak dimanfaatkan sebagai alat politik. Ia menganggap, terdapat pihak-pihak yang berusaha menciptakan ketidakstabilan di kalangan masyarakat dengan memperbesar-besarkan isu tersebut. “Jangan ikut menari di gendang orang lain. Mungkin ada yang sengaja ingin membuat rakyat khawatir, padahal tidak ada masalah,” katanya.
Prabowo menganggap proyek kereta cepat sebagai bukti nyata kerja sama strategis antara Indonesia dan Tiongkok dalam bidang transportasi teknologi. Ia menilai penting untuk memastikan kelanjutan proyek ini sebagai simbol kemitraan dan kemajuan bangsa.
“Ini adalah simbol kerja sama kita dengan Tiongkok. Jadi, saya ambil alih tanggung jawab sepenuhnya. Kita mampu, dan kita kuat,” ujarnya.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya secara tegas menolak penggunaan anggaran pendapatan dan belanja negara untuk pembayaran utang Whoosh.
Menurut Purbaya, tanggung jawab pembayaran seharusnya berada pada BPI Danantara Indonesia, mengingat lembaga tersebut kini menerima seluruh dividen dari perusahaan milik negara (BUMN). Ia menyatakan, Kementerian Keuangan tidak lagi menerima dividen BUMN sebagai penerimaan negara sejak tahun ini karena seluruhnya telah dialihkan ke Danantara.
Kebijakan tersebut menyebabkan pemerintah kehilangan peluang pendapatan negara non pajak (PNBP) sekitar Rp 80 triliun. Akibatnya, pencapaian PNBP pada tahun 2025 diperkirakan hanya mencapai Rp 477,2 triliun atau 92,9% dari target APBN yang ditetapkan sebesar Rp 513,6 triliun.
Purbaya mengatakan telah menyampaikan usulan terkait utang kereta cepat yang tidak ditanggung oleh APBN kepada Chief Executive Officer (CEO) BPI Danantara, Rosan Roeslani.
“Sudah saya sampaikan. Karena Danantara menerima dividen dari BUMN hampir Rp 90 triliun. Itu cukup untuk menutupi pembayaran tahunan sekitar Rp 2 triliun terkait utang kereta cepat. Saya yakin, dana yang ada di sana setiap tahun akan semakin besar,” kata Purbaya.
Proyek Whoosh awalnya diperkirakan membutuhkan dana sebesar 6,02 miliar dolar AS. Namun selama pelaksanaannya terjadi pembengkakan anggaran hingga mencapai 7,22 miliar dolar. Dari total biaya tersebut, sekitar 75% didanai melalui pinjaman dari China Development Bank senilai 5,415 miliar dolar. Dengan bunga utang pokok sebesar 2% per tahun dan bunga tambahan untuk pembengkakan biaya sebesar 3,4% per tahun, PT Kereta Cepat Indonesia China harus membayar bunga sebesar 120,9 juta dolar setiap tahunnya.Muhammad Ashari, Satrio Widianto)***

Saat ini belum ada komentar