Warga Surabaya Keluhkan Pajak Kendaraan Tak Turun Meski Nilai Jual Anjlok
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Jum, 3 Okt 2025
- comment 0 komentar

Anggota Komisi B DPRD Surabaya Budi Leksono.
DIAGRAMKOTA.COM – Sejumlah warga Surabaya menyuarakan keresahan mereka kepada Komisi B DPRD Surabaya terkait beban pajak kendaraan bermotor (PKB) yang dinilai tidak sebanding dengan nilai jual kendaraan bermotor (NJKB) maupun harga pasar riil. Mereka menilai kebijakan saat ini tidak adil karena tidak memperhitungkan kondisi aktual kendaraan.
“Mobil saya sudah berusia lebih dari 10 tahun, harga pasarnya jelas turun jauh, tapi pajaknya terasa tidak pernah berkurang signifikan,” keluh salah seorang warga saat menyampaikan aspirasi dalam pertemuan dengan anggota dewan, Kamis (2/10/2025).
Dasar Pengenaan Pajak Dinilai Tidak Realistis
Berdasarkan aturan, PKB dihitung menggunakan NJKB yang ditetapkan pemerintah daerah maupun pusat. Namun, NJKB tersebut adalah angka standar hasil survei harga pasar umum, bukan mencerminkan kondisi tiap kendaraan.
Akibatnya, banyak terjadi selisih besar antara nilai pajak dan harga riil kendaraan di lapangan. Faktor depresiasi kendaraan juga tak tercermin dalam perhitungan pajak. Kendaraan tua atau yang pernah rusak berat tetap dikenakan tarif tinggi.
“Harusnya ada koreksi khusus untuk kendaraan bekas yang nilainya sudah jatuh. Kalau tidak, pajak jadi tidak proporsional,” ungkap warga lainnya.
Pajak Progresif Jadi Beban Tambahan
Selain nilai NJKB, warga juga mengeluhkan adanya opsen dan pajak progresif. Pemilik lebih dari satu kendaraan harus menanggung tarif berlipat, meski nilai kendaraan tambahan tidak sebanding dengan pajak yang dipungut.
“Kebijakan progresif katanya untuk menekan kepemilikan kendaraan berlebih, tapi prakteknya justru membebani masyarakat menengah,” ujar salah satu warga.
DPRD Desak Pemerintah Lebih Transparan
Menanggapi keluhan ini, anggota Komisi B DPRD Surabaya, Budi Leksono, menegaskan perlunya evaluasi mendalam terkait dasar pengenaan pajak kendaraan.
“Banyak warga mempertanyakan mengapa pajak tidak menyesuaikan NJKB terkini dan harga pasar riil. NJKB sering kali telat diperbarui. Pemerintah provinsi sebagai pengelola pajak kendaraan harus menjawab ini secara terbuka,” tegasnya.
Politisi PDIP yang akrab disapa Buleks ini, juga menyoroti tambahan beban administrasi seperti SWDKLLJ, biaya penerbitan STNK, hingga plat nomor. Jika dihitung bersamaan, jumlah total kewajiban pajak dan biaya tambahan terasa memberatkan masyarakat.
“DPRD akan mendorong adanya perbaikan regulasi agar pajak lebih rasional dan adil. Pajak tidak boleh sekadar jadi alat pungutan, tapi harus seimbang dengan kemampuan warga,” katanya.
Tuntutan Kebijakan yang Lebih Adil
Menurut Buleks, persepsi publik bahwa “pajak kendaraan tidak pernah turun” perlu dijawab dengan kebijakan konkret. Jika tidak, masyarakat akan terus merasa dirugikan.
“Pajak kendaraan harus seimbang dengan nilai kendaraan dan kondisi ekonomi masyarakat. Kalau tidak ada pembenahan, wajar bila warga menganggap pajak ini seperti pemerasan,” pungkasnya. [@]