Jaka Jatim Desak Audit Dana Mengendap Pemprov Jatim 6,2T: “Jangan-Jangan Sudah Jadi Bancaan!”
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month 9 jam yang lalu
- comment 0 komentar

DIAGRAMKOTA.COM – Koordinator Jaringan Kawal Jawa Timur (Jaka Jatim), Musfiq, melontarkan kritik keras terhadap Pemerintah Provinsi Jawa Timur atas temuan pengendapan dana sebesar Rp6,2 triliun pada tahun anggaran 2025 sebagaimana diungkap oleh Menteri Keuangan Purbaya. Ia menilai praktik tersebut sebagai bentuk ketidakseriusan Pemprov Jatim dalam menjalankan APBD dan berpotensi menyimpan masalah serius di balik pengelolaan keuangan daerah.
“Saya agak miris ya melihatnya. Pemprov Jawa Timur telah melakukan tindakan pengendapan uang sebesar Rp6,2 triliun di tahun 2025. Ini menunjukkan bahwa Pemprov tidak serius menjalankan APBD untuk membangun Provinsi Jawa Timur dari semua sektor belanja daerah,” ujar Musfiq dalam keterangannya di Surabaya, Selasa (28/10/2025).
Musfiq mempertanyakan bentuk penempatan dana tersebut, apakah dalam bentuk giro atau deposito. Jika dalam bentuk deposito, ia menilai hal itu membuka ruang kecurigaan mengenai ke mana hasil bunga dan bonus perbankan disalurkan.
“Kalau bentuknya deposito, ini perlu dipertanyakan karena ketika ada pengendapan uang melalui program deposito pasti ada bunga dan bonus yang diberikan pihak perbankan terhadap pemerintah. Yang jelas, bunga dan bonus ini masuk ke kas daerah atau tidak? Atau memang masuk ke kantong pribadi pejabat?” tegasnya.
Lebih lanjut, Musfiq menegaskan bahwa tanggung jawab penuh terhadap praktik pengendapan dana tersebut ada pada kepala daerah, selaku pemegang kekuasaan dalam pengelolaan APBD. Ia meminta agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak tinggal diam dan segera menindaklanjuti rekomendasi dari Menteri Keuangan.
“Yang bertanggung jawab semua ini adalah kepala daerah, selaku pemegang kekuasaan dalam hal APBD. Badan Pemeriksa Keuangan jangan diam. Apa yang sudah direkomendasikan oleh Menteri Keuangan Pak Purbaya, semua anggaran yang di deposito atau giro itu wajib hukumnya diaudit,” tegasnya lagi.
Menurut Musfiq, ada indikasi bahwa pengendapan dana ini bukanlah hal kebetulan, melainkan direncanakan sejak awal. Ia bahkan menuding praktik tersebut berpotensi menjadi “bancaan” pejabat tertentu.
“Jangan-jangan bunga dan bonusnya hanya menjadi bancaan. Saya kira Pemprov Jawa Timur sudah dari awal merencanakan bahwa ada anggaran sekian triliun yang dijadikan bancaan. Dan ini harus menjadi atensi aparat penegak hukum,” ujarnya.
Musfiq menyatakan, Jaka Jatim mendesak Pemprov Jatim untuk membuka secara transparan asal-usul, mekanisme, dan tujuan dari pengendapan dana Rp6,2 triliun tersebut. Ia menilai praktik itu berdampak langsung terhadap lambatnya pembangunan dan terhambatnya sirkulasi ekonomi daerah.
“Dampak dari deposito ini adalah menghambat pembangunan maupun perekonomian yang sudah ada di platform pembelanjaan APBD. Nah, ini yang perlu ditransparankan kepada publik,” tegas Musfiq.
Ia juga menyoroti potensi keterlibatan pejabat tinggi Pemprov, mulai dari kepala OPD, Sekretaris Daerah, hingga pengelola keuangan daerah seperti BPKAD dan TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah).
“Pasti banyak yang terlibat. Karena nggak mungkin keuangan ini diendapkan tanpa ada koordinasi dengan semua pihak, terutama eksekutif. Keterlibatan Sekretaris Daerah, Gubernur, BPKAD, selaku pengelola keuangan pasti mengetahui jalur tersebut. Terutama SIGDA selaku TAPD,” ujarnya menegaskan.
Sebagai penutup, Musfiq memperingatkan bahwa praktik seperti ini dapat menjadi “bom waktu” integritas bagi Pemprov Jawa Timur, jika tidak segera dilakukan audit menyeluruh dan transparansi publik.
“Ini akan menjadi hal yang tidak beres untuk Pemprov Jawa Timur. Kami di Jaka Jatim akan terus mengawal agar Rp6,2 triliun uang rakyat itu tidak diselewengkan,” tutupnya. (dk/nw)
