Menu MBG Basi dan Berulat, DPRD Bangkalan Kritik Ahli Gizi Tidak Kompeten
- account_circle Diagram Kota
- calendar_month Kam, 25 Sep 2025
- comment 0 komentar

Kritik terhadap Penyelenggaraan Program Makan Bergizi Gratis di Bangkalan
DIAGRAMKOTA.COM – Kasus makanan yang tidak layak konsumsi dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, kembali menjadi perhatian publik. Beberapa siswa dilaporkan mengalami keracunan setelah mengonsumsi menu MBG yang berisi bahan makanan basi dan terkontaminasi ulat serta belatung. Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran terhadap kualitas pengelolaan program tersebut.
Menurut anggota DPRD Bangkalan, Rokib, kasus ini menunjukkan adanya kelemahan dalam pengawasan dan penerapan standar gizi yang benar. Ia menyoroti pentingnya peran ahli gizi yang bertugas di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Menurutnya, para ahli gizi seharusnya memiliki latar belakang pendidikan yang memadai dan pengalaman dalam pengolahan makanan sesuai kebutuhan gizi anak-anak.
“Ahli gizi yang ditugaskan harus benar-benar sarjana gizi yang mumpuni, jangan sampai ada yang abal-abal,” tegas Rokib. Ia menilai bahwa kesalahan dalam pengolahan makanan bisa saja terjadi jika petugas tidak memahami prosedur operasional yang telah ditetapkan oleh Badan Gizi Nasional (BGN).
Selain itu, Rokib juga menyampaikan bahwa meskipun persentase kelalaian dalam penyelenggaraan MBG di Bangkalan relatif kecil, pengawasan tetap perlu diperketat untuk mencegah terulangnya kejadian serupa. Ia khawatir adanya sabotase atau kesalahan teknis yang bisa merugikan siswa.
Peran Ahli Gizi dalam Pengelolaan Menu MBG
Pihak DPRD menekankan bahwa ahli gizi tidak hanya bertugas sebagai penentu menu makanan, tetapi juga sebagai pengawas dalam proses produksi dan distribusi. Dalam hal ini, pemilihan tenaga ahli gizi yang kompeten menjadi kunci keberhasilan program MBG.
Rokib menyarankan agar pemerintah daerah lebih selektif dalam menunjuk tenaga ahli gizi. Selain latar belakang pendidikan, kemampuan dalam mengelola dapur SPPG dan memastikan higienitas makanan juga perlu dipertimbangkan.
“Jika ahli gizi memiliki pengalaman yang baik, maka risiko makanan yang tidak layak konsumsi bisa diminimalisir,” tambahnya.
Tantangan dalam Implementasi Program MBG
Meski program MBG dianggap sebagai upaya pemerintah dalam memberikan akses makanan bergizi bagi siswa, implementasinya masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah masalah logistik dan pengawasan.
Beberapa kasus sebelumnya menunjukkan bahwa makanan yang disajikan sering kali tidak sesuai dengan harapan. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya koordinasi antara pihak pengelola, ahli gizi, dan petugas pengawas.
Selain itu, kondisi dapur SPPG juga menjadi faktor penting. Jika infrastruktur dan alat memasak tidak memadai, maka kualitas makanan akan sulit dipertahankan.
Solusi untuk Meningkatkan Kualitas MBG
Untuk meningkatkan kualitas program MBG, beberapa langkah dapat diambil. Pertama, pemerintah daerah perlu melakukan evaluasi terhadap semua SPPG yang ada. Pemeriksaan berkala terhadap bahan makanan, proses pengolahan, dan kebersihan dapur sangat diperlukan.
Kedua, pelatihan bagi ahli gizi dan petugas SPPG perlu rutin dilakukan. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang standar higienitas dan kebutuhan gizi anak.
Selain itu, masyarakat juga diharapkan lebih aktif dalam mengawasi program MBG. Laporan dari siswa, orang tua, atau guru bisa menjadi indikator awal adanya masalah dalam penyelenggaraan program.
Kesimpulan
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) memiliki potensi besar dalam meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup siswa. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada kualitas pengelolaan dan pengawasan. Kasus makanan basi dan berulat di Bangkalan menunjukkan bahwa masih ada celah yang perlu diperbaiki.
Dengan perbaikan sistem pengawasan, peningkatan kualitas ahli gizi, dan partisipasi aktif dari masyarakat, program MBG dapat berjalan lebih efektif dan aman.
Saat ini belum ada komentar