DIAGRAMKOTA.COM – Forum RW Simolawang yang terdiri dari sejumlah Ketua RW dari Kelurahan Simolawang, Kecamatan Simokerto, menyampaikan keluhan ke DPRD Surabaya terkait Surat Edaran Sekretaris Daerah Kota Surabaya tertanggal 31 Mei 2024. Mereka menilai kebijakan yang membatasi maksimal tiga Kepala Keluarga (KK) dalam satu alamat rumah itu diskriminatif dan menyulitkan warga ekonomi lemah.
Aspirasi ini diterima langsung oleh Anggota Komisi A DPRD Surabaya, Azhar Kahfi.
“Hari ini kami menerima aduan dari beberapa RW di Simolawang. Mereka merasa surat edaran tentang pembatasan KK dalam satu rumah justru menimbulkan masalah baru di lapangan. Maka kami arahkan agar dibuat surat resmi ke pimpinan dewan, dan nanti akan kami teruskan ke komisi terkait untuk ditindaklanjuti,” terang Sekretaris Fraksi Partai Gerindra ini, Senin, (28/7/2025).
Kahfi menjelaskan, warga mengeluhkan bahwa petugas kelurahan menjalankan surat edaran itu secara kaku, tanpa dasar hukum yang kuat, sehingga menyulitkan pelayanan kependudukan.
“Surat edaran ini dijalankan seolah wajib, padahal dasar hukumnya tidak sekuat peraturan daerah. Ketika muncul masalah baru, petugas tidak bisa menjawab secara jelas karena edaran itu sifatnya hanya imbauan, bukan regulasi resmi,” jelasnya.
Menurutnya, warga dari kalangan ekonomi bawah justru menjadi kelompok yang paling terdampak. Banyak yang akhirnya tidak bisa mendapatkan hak untuk memecah KK karena terbentur syarat teknis yang tidak sesuai realitas lapangan.
“Warga di Surabaya tidak semuanya mampu. Kalau dibatasi maksimal tiga KK per rumah dan harus ada ruang 3×3 meter per orang, itu jelas menyulitkan warga kecil. Kita tidak bisa saklek seperti itu,” tegasnya.
Kahfi memastikan DPRD akan segera menjadwalkan rapat kerja atau hearing dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil), Bagian Hukum, serta pihak terkait lainnya untuk mengevaluasi dampak surat edaran tersebut.
RW Simolawang: “SE Ini Diskriminatif, Warga Kecil yang Paling Tersiksa”
Ketua RW 5 Kelurahan Simolawang, Sutrisno, hadir mewakili forum RW se-kelurahan Simolawang. Ia menilai Surat Edaran tertanggal 31 Mei 2024 itu sangat memberatkan masyarakat bawah dan bertolak belakang dengan prinsip keadilan sosial.
“Kita minta surat edaran ini dicabut. Aturan pembatasan maksimal tiga KK dalam satu rumah dan syarat ukuran 3×3 meter per orang itu sangat menyiksa warga kecil. Rumahnya kecil, anaknya banyak, hak untuk punya KK jadi terhambat,” kata Sutrisno.
Ia juga menjelaskan bahwa surat penolakan terhadap SE ini sudah pernah dikirimkan sejak 29 Juli 2024, namun tidak mendapat tindak lanjut karena saat itu sedang masa transisi anggota dewan.
“Sudah setahun lalu kami bersurat ke Wali Kota dan DPRD, tapi belum ada jawaban. Makanya hari ini kami lanjutkan lagi perjuangan itu. Harapannya, surat edaran ini benar-benar dicabut, karena sudah tidak sesuai dengan realita sosial warga,” ucapnya.
Menurutnya, warga berhak memiliki KK sendiri sesuai Undang-Undang, dan aturan pembatasan ini justru membatasi hak konstitusional tersebut.
“Yang bisa memenuhi aturan itu ya orang-orang mampu. Kami yang miskin ini jadi tidak bisa pecah KK. Ini jelas bentuk ketimpangan. Harapan kami, DPRD bisa memperjuangkan suara warga kecil,” pungkasnya.
Forum RW berharap, hearing dengan instansi terkait bisa digelar awal Agustus agar bisa segera ada solusi konkret yang pro-rakyat.