DIAGRAMKOTA.COM – Polri telah mengamankan beberapa pelaku pembubaran paksa acara diskusi Silaturahmi Kebangsaan Diaspora Bersama Tokoh dan Aktivis Nasional yang digelar Forum Tanah Air (FTA) di Kemang, Jakarta Selatan.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko pada Minggu (29/9/2024).
Brigjen Pol. Trunoyudo mengimbau seluruh masyarakat untuk menjaga situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
Ia juga mengajak seluruh pihak untuk menciptakan alam demokrasi yang lebih baik dengan menghargai kebebasan berpendapat yang dilindungi oleh konstitusi.
Adapun dalam diskusi itu hadir sejumlah tokoh seperti Refly Harun, Marwan Batubara, Said Didu, M. Din Syamsuddin, Rizal Fadhilah, Sunarko. Kemudian Tata Kesantra dan Ida N Kusdianti selaku Ketua dan Sekretaris Jenderal Forum Tanah Air.
Sebelumnya, kepolisian telah mengidentifikasi 10 orang sebagai pelaku perusakan di acara diskusi tersebut yang terindikasi melakukan tindak pidana baik itu pengrusakan maupun penganiayaan.
Acara diskusi diaspora yang dihadiri oleh sejumlah tokoh dan aktivis nasional membahas tentang isu kebangsaan dan kenegaraan. Beberapa tokoh yang diundang sebagai narasumber, di antaranya pakar hukum tata negara Refly Harun, Din Syamsuddin, Rizal Fadhilah, dan Soenarko.
Acara diskusi yang berlangsung pada Sabtu pagi berujung ricuh setelah sekelompok orang melakukan pembubaran paksa dengan merusak panggung, menyobek backdrop, dan mengancam peserta yang hadir.
Kronologi versi polisi: Wakapolda Metro Jaya Brigjen Djati Wiyoto menjelaskan saat kelompok FTA menggelar diskusi di dalam hotel, ada aksi unjuk rasa di depan hotel.
Ia menyebut sebanyak 30 orang yang melakukan unjuk rasa menuntut agar diskusi yang berlangsung di dalam hotel dibubarkan. Aksi unjuk rasa itulah yang kemudian diamankan oleh Polsek Mampang.
“Terjadi desak-desakan, saling dorong-mendorong. Mereka akan masuk ke dalam gedung. Jadi, sempat benturan juga dengan petugas kami yang melaksanakan kegiatan pengamanan pada saat itu,” ujar Djati.
Karena massa aksi terus mencoba masuk, polisi kemudian bernegosiasi dengan penanggung jawab aksi unjuk rasa dan agenda diskusi. Hasil negosiasi mencapai kesepakatan kegiatan diskusi di dalam hotel dipercepat.
Namun, pada saat yang bersamaan, dari pintu belakang hotel tiba-tiba ada 10-15 orang dari massa aksi yang berbeda mencoba merangsek masuk ke ruang diskusi. Sementara itu, kata Djati, polisi masih fokus melakukan pengamanan di bagian depan hotel.
Ia mengatakan petugas keamanan hotel sempat mencoba mencegah massa aksi tersebut masuk ke dalam gedung. Hanya saja dengan jumlah yang tidak seimbang, petugas keamanan itu justru menjadi korban pemukulan.
Massa aksi yang berhasil masuk kemudian langsung ke area diskusi untuk merusak dan mencabut baliho yang ada di dalam. Setelah kejadian itu, petugas di depan baru menuju ke gedung belakang yang jaraknya sekitar 100 meter.
“Pada saat itu baru selesai kegiatan massa itu yang melakukan pencabutan dan perusakan dan pembubaran itu keluar. Itu kronologi kejadiannya,” jelasnya.
Polisi menangkap lima orang pelaku dan dua di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka. Kelima orang itu masing-masing berinisial FEK, GW, JJ, LW, dan MDM.
Berdasarkan perannya, Djati menyebut tersangka FEK (38) bertugas sebagai koordinator lapangan aksi perusakan diskusi FTA. Sementara tersangka GW (22) merupakan orang yang masuk ke dalam ruangan seminar dan melakukan aksi perusakan.
Selanjutnya JJ berperan membubarkan dan mencabut baliho-baliho yang berada di ruangan diskusi. Kemudian, pelaku LW dan MDM berperan ikut melakukan perusakan dan membubarkan acara yang ada di dalam.
“Lima orang ini sudah kami tangkap dan kami akan mencari pelaku lain yang terlibat aksi perusakan, penganiayaan ini,” kata Djati.
Kejadian ini menunjukkan pentingnya menjaga toleransi dan menghargai perbedaan pendapat dalam kehidupan berdemokrasi.
Pembubaran paksa acara diskusi merupakan tindakan yang tidak terpuji dan dapat mengganggu keharmonisan masyarakat. Semoga pihak berwenang dapat menindak tegas para pelaku dan mencegah kejadian serupa terulang di masa depan. (dk/ria)