Pandangan Hukum Fiqih terhadap Metode Pemingsanan dalam Penyembelihan Hewan

Berita, NASIONAL787 Dilihat

DIAGRAMKOTA.COM – Penyembelihan hewan merupakan kegiatan yang harus dilakukan. Namun, seringkali terdapat hewan yang mengamuk dan sulit pada saat untuk disembelih. Hal ini dapat menimbulkan luka pada manusia.

Dan yang menjadi perhatian di media sosial, adalah satu metode yang digunakan untuk mempercepat proses penyembelihan adalah pemingsanan atau stunning.

Namun, perlu dipertimbangkan apakah metode ini sesuai dengan pandangan hukum fiqih. Pemingsanan adalah metode yang digunakan untuk mempercepat proses penyembelihan hewan dengan cara mematikannya sementara.

Metode ini juga digunakan dalam industri besar perdagangan hewan. Dalam pandangan hukum fiqih, hewan yang disembelih harus disembelih dengan cara yang paling manusiawi dan tidak menimbulkan penderitaan.

Baca Juga :  HTM Paling Murah, Direksi PDTS KBS Sambat Di Komisi B DPRD Surabaya

Dikutip dalam artikel NU Online berjudul “Hukum Stunning atau Pemingsanan Hewan Sebelum Disembelih,” dijelaskan bahwa stunning adalah menghilangkan kesadaran hewan yang disembelih sehingga tidak melakukan perlawanan.

Metode ini di antaranya dilakukan dengan cara mekanik, listrik, atau kimiawi. Metode mekanik dilakukan dengan misalnya melakukan pukulan tertentu pada lokasi yang menyebabkan hewan melemah dan hilang kesadaran.

Metode listrik, semisal dengan menempatkan elektroda dengan voltase tertentu, yang membuat hewan tak sadarkan diri. Dan metode kimiawi, misal dengan penggunaan kamar gas.

Bagaimana tindakan stunning ini dari sudut pandang fiqih? Metode pemingsanan atau stunning ini termasuk dalam kategori penyembelihan modern.

“Syekh Wahbah az-Zuhaily dalam al-Fiqhul Islam wa Adillatuhu menyebutkan bahwa tidak ada halangan untuk memperlemah gerakan hewan tanpa penyiksaan.”

Baca Juga :  Hasil Rekapitulasi Pilkada 2024 Sidoarjo: Subandi dan Khofifah Dominasi Perolehan Suara

Terkait dengan metode ini, MUI (Majelis Ulama Indonesia) dalam fatwa nomor 12 tahun 2009 menyebutkan bahwa stunning diperbolehkan. Berikut beberapa ketentuan yakni:

Stunning hanya menyebabkan hewan pingsan sementara dan lemah, tidak menyebabkan kematian atau cedera permanen. Stunning bertujuan mempermudah penyembelihan.

Tindakan penyembelihan pada hewan yang dipingsankan tetap menggunakan prinsip memotong khulqum (tenggorokan), mari’  (kerongkongan), serta pembuluh darah leher.

Pemingsanan tidak dengan bertujuan menyiksa dengan segera melakukan penyembelihan. Alat yang digunakan hendaknya tidak digunakan bersamaan dengan hewan non-halal, semata demi menjaga kesucian.

Teknis perlakuannya mesti mendapat rekomendasi dan dipantau oleh ahli, sehingga syarat di atas terpenuhi, alat yang digunakan aman bagi penyembelih, hewan tetap aman dikonsumsi, serta dalam konteks industri, kualitasnya terjaga.

Baca Juga :  DPRD Surabaya Gelar Pansus Bersama DLH Bahas Payung Hukum Pelaksanaan Raperda RPPLH

“Ketentuan di atas mesti tanpa mengabaikan hewan yang disembelih adalah hewan yang halal, serta pelakunya terampil dan tahu tata cara penyembelihan yang sah sesuai fiqih,” jelas Muhammad Iqbal Syauqi, penulis artikel tersebut dikutip diagramkota.com dari NU Online, Jumat, (27/9/2024).

Umat Muslim harus memastikan bahwa metode penyembelihan yang digunakan memenuhi standar kebersihan dan tidak menimbulkan penderitaan pada hewan.

Dengan demikian, proses penyembelihan hewan kurban dapat dilakukan dengan cara yang paling manusiawi dan sesuai dengan hukum fiqih. (dk/akha)

Share and Enjoy !

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *