Sri Mulyani Dorong Pemda Optimalkan Penerimaan Pajak Daerah Yang Terukur

EKONOMI1277 Dilihat

Diagram Kota Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan pentingnya optimalisasi penerimaan pajak daerah. Hal itu disampaikan dalam Rapat Bersama Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Jakarta. Ia menyarankan agar pemerintah daerah (pemda) melakukan pungutan pajak daerah yang terukur agar tidak membebani rakyat.

Sri Mulyani juga menekankan pentingnya peningkatan layanan administratif untuk menurunkan compliance cost. Hal ini diyakini dapat mendorong optimalisasi penerimaan pajak daerah.

Menurutnya, pemerintah pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah membangun infrastruktur regulasi melalui penerbitan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Regulasi ini diharapkan dapat mendorong pemda mengoptimalkan penerimaan pajak daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

“Untuk collecting more, fokus kepada pajak dan retribusi daerah, bagaimana pungutan pajak daerah harus terukur tarif harus disesuaikan secara terukur,” ungkap Sri Mulyani, dikutip ahbi.co.id, Jumat (14/6/2024).

“Penguatan sinergi antara pusat dan daerah serta pelaksanaan opsen untuk pajak kendaraan bermotor, opsen BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor), serta opsen pajak MBLB (Mineral Bukan Logam dan Batuan). Ini penting karena yang disebut sharing revenue dengan daerah, aspirasinya semakin kuat untuk spending better,” sambungnya.

Berdasarkan pada Pasal 81 UU HKPD, opsen atas 3 jenis pajak daerah tersebut, meliputi yaitu;

Pertama, pajak kendaraan bermotor adalah opsen yang dipungut oleh kabupaten/kota atas pokok pajak kendaraan bermotor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Saat ini tarif pajak kendaraan bermotor ditetapkan maksimal sebesar 1,2 persen dari sebelumnya sebesar 2 persen. Selain itu, pajak kendaraan bermotor untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya juga diturunkan dari yang awalnya paling tinggi 10 persen menjadi maksimal 6 persen

Kedua, opsen BBNKB adalah pungutan yang dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok BBNKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setelah ketentuan penurunan tarif ini pemda dapat mengenakan opsen atau tambahan yang ditetapkan sebesar 66 persen dari pajak terutang, baik untuk pajak kendaraan bermotor maupun BBNKB.

Ketiga, opsen MBLB yang dikenakan oleh provinsi atas pokok pajak MBLB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tarif yang ditetapkan adalah sebesar 25 persen dari pajak terutang.

Pada kesempatan berbeda, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Luky Alfirman juga menegaskan bahwa UU HKPD memperkenalkan skema opsen untuk memberikan kepastian penerimaan kepada pemerintah kabupaten/kota, namun dengan tidak menambah beban Wajib Pajak.

“Perubahan kebijakan pajak daerah dan retribusi dalam UU HKPD yang diarahkan untuk mendukung peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) sekaligus menjaga akses masyarakat atas layanan dasar wajib serta kemudahan berusaha,” tambah Luky.

Peningkatan penerimaan pajak daerah merupakan langkah penting dalam membangun kesejahteraan masyarakat. Dengan optimalisasi penerimaan pajak daerah yang terukur dan layanan administratif yang efisien, diharapkan pemda dapat meningkatkan kualitas layanan publik dan pembangunan daerah. (dk/ria)

Share and Enjoy !

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *