Masa Depan Tarif PPN di Indonesia: Apakah Prabowo – Gibran Akan Menetapkan 12%?

Diagram Kota SurabayaDalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa langkah untuk meningkatkan pendapatan negara melalui kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pada tahun 2021.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) menetapkan kenaikan tarif PPN menjadi 12% paling lambat pada awal tahun 2025.

Namun, rencana ini telah menimbulkan perdebatan di kalangan pengamat dan pelaku industri, dengan beberapa orang yang menganggap bahwa kenaikan tarif ini berpotensi menyebabkan inflasi umum.

Thomas Djiwandono, anggota tim keuangan Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka mengatakan bahwa rencana kenaikan tarif PPN masih dalam tahap koordinasi dan pengkajian.

“Semua akan kita koordinasikan seperti apa yang saya katakan,” kata Thomas di sela-sela Konferensi Pers Kondisi Fundamental Ekonomi Terkini dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, dikutip diagramkota.com, Kamis (27/62024).

Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan kembali bahwa penetapan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen merupakan kewenangan pemerintahan berikutnya.

“Mengenai PPN saya sudah sampaikan, sekali lagi saya menyerahkan kepada pemerintahan baru untuk memutuskannya,” ungkap Sri Mulyani.

Sementara itu, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyarankan agar pemerintahan baru membatalkan rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada awal tahun 2025. Menurutnya, kenaikan tarif PPN sangat tinggi, yaitu sebesar 20 persen dibandingkan sebelum UU HPP terbit (10 persen).

“Tarif PPN 12 persen itu kalau diakumulasi dalam 4 tahun terakhir sebenarnya naiknya 20 persen, bukan 2 persen. Dari 10 persen, ke 11 persen, kemudian ke 12 persen, total ya 20 persen naiknya. Ini kenaikan tarif PPN yang sangat tinggi, bahkan dibanding akumulasi inflasi,” jelasnya.

Di sisi lain, efek kenaikan PPN menjadi 12 persen diproyeksi berimplikasi pada inflasi umum, berbagai barang akan mengalami kenaikan harga. Celios Lembaga riset yang bergerak dibidang makro ekonomi memprediksi, inflasi 2025 dapat mencapai 4,5 – 5,2 persen.

“Kelas menengah sudah dihantam kenaikan harga pangan terutama beras, suku bunga tinggi, sulitnya cari pekerjaan, masih ditambah penyesuaian tarif PPN 12 persen,”terang Bhima Yudhistira.

Bhima Yudhistira merasa khawatir belanja masyarakat bisa turun, penjualan produk sekunder, seperti elektronik, kendaraan bermotor, sampai kosmetik/skincare bisa melambat.

“Sasaran PPN ini kelas menengah, padahal 35 persen konsumsi rumah tangga nasional bergantung dari konsumsi kelas menengah. Pemerintah harus memikirkan kembali rencana kenaikan ini, karena akan mengancam pertumbuhan ekonomi yang disumbang dari konsumsi rumah tangga,” ujarnya.

Ia menyoroti strategi pemerintah dalam merumuskan kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak. Pemerintah terus berupaya mengoptimalkan penerimaan pajak dari kenaikan tarif PPN, padahal penerimaan PPN dalam negeri mengalami tren penurunan sebesar 25,8 persen pada periode Januari – Maret 2024.

Bhima Yudhistira menegakan begitu tarif PPN jadi 11 persen, justru anjlok penerimaan negara. Apalagi jadi 12 persen, bakal semakin turun. Belum efek ke penerimaan pajak lainnya juga bisa terganggu.

Maka, sebaiknya rencana penyesuaian tarif PPN dibatalkan. Kalau mau dorong rasio pajak, perluas objek pajaknya, bukan utak – atik tarif. Menaikkan tarif pajak itu sama dengan berburu di kebun binatang alias cara paling tidak kreatif,” tandas Bhima.

Ia menyarankan agar pemerintah membuka pembahasan pajak kekayaan (wealth tax), pajak anomali keuntungan komoditas (windfall profit tax), dan penerapan pajak karbon.

“Pilihan kebijakan ini dapat menjadi alternatif dibatalkannya kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen,” kata Bhima Yudhistira.

Meskipun beberapa orang percaya bahwa kenaikan tarif PPN diperlukan untuk meningkatkan pendapatan negara, yang lain berpendapat bahwa hal itu dapat menyebabkan inflasi dan membuat barang dan jasa lebih mahal bagi konsumen.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mengevaluasi dampak potensial dari kenaikan tarif dan mempertimbangkan alternatif yang mungkin lebih efektif dalam mencapai tujuan mereka tanpa menimbulkan dampak negatif pada ekonomi

Pada akhirnya, keputusan tentang apakah tarif PPN akan dinaikkan menjadi 12% akan tergantung pada berbagai faktor, termasuk kondisi ekonomi saat itu dan prioritas pemerintah. (dk/akha)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *