Pakar ITS: Siklon Tropis Bisa Picu Banjir Bandang dan Longsor
- account_circle Shinta ms
- calendar_month 1 jam yang lalu
- comment 0 komentar

DIAGRAMKOTAM.COM- Meningkatnya aktivitas siklon tropis di Samudera Hindia menjadi peringatan serius bagi Indonesia yang setiap tahunnya kerap dilanda bencana banjir dan tanah longsor.
Pakar mitigasi kebencanaan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Dr Amien Widodo MSi, menegaskan bahwa ancaman ini harus dijadikan momentum untuk memperkuat kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana hidrometeorologis.
Menurut Amien, peringatan dini dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebenarnya telah disampaikan jauh sebelum terjadinya Siklon Seniyar yang memicu hujan ekstrem dan berujung pada bencana banjir bandang serta longsor besar di sejumlah wilayah Sumatera.
Bencana tersebut menelan ratusan korban jiwa, ribuan rumah rusak, serta melumpuhkan berbagai fasilitas umum.
“Kejadian ini menjadi bukti bahwa curah hujan ekstrem akibat siklon tropis memiliki keterkaitan langsung dengan meningkatnya risiko banjir bandang dan tanah longsor, terutama di wilayah bertopografi perbukitan dan bergunung,” jelas dosen Departemen Teknik Geofisika ITS itu.
Amien menjelaskan, hujan ekstrem dari Siklon Seniyar berinteraksi dengan kondisi lingkungan yang rentan, seperti kerusakan hutan yang telah berlangsung puluhan tahun serta struktur tanah yang labil.
Kombinasi tersebut menyebabkan daya rusak banjir bandang semakin besar karena membawa lumpur, batu, hingga kayu gelondongan yang menghantam permukiman warga.
Tak hanya Sumatera, ancaman serupa juga mengintai wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, hingga Papua menyusul kemunculan bibit siklon tropis baru di selatan Pulau Jawa.
Kondisi ini berpotensi memicu hujan lebat berkepanjangan yang menjadi pemicu utama banjir dan longsor di berbagai daerah rawan bencana di Indonesia.
Di Jawa Timur sendiri, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) telah memetakan sedikitnya 14 potensi bencana, dengan dominasi bencana hidrometeorologis seperti banjir bandang, tanah longsor, cuaca ekstrem, hingga tsunami.
Daerah rawan longsor dan banjir bandang tersebar di lebih dari 30 kabupaten/kota, termasuk Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Malang, Jember, hingga Banyuwangi.
Amien menegaskan, tingginya potensi bencana ini harus diimbangi dengan penguatan mitigasi berbasis masyarakat agar angka korban dapat ditekan.
Menurut Amien, pengurangan risiko bencana tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah atau tim penyelamat. Pemberdayaan masyarakat justru menjadi faktor paling menentukan dalam menyelamatkan nyawa saat terjadi bencana banjir dan longsor.
Ia mengutip hasil riset pascabencana Gempa Kobe, Jepang, yang menunjukkan bahwa 67 persen korban selamat karena menyelamatkan diri sendiri dan dibantu keluarga, sementara hanya 5 persen yang diselamatkan oleh tim eksternal.
“Semua anggota keluarga, termasuk lansia, balita, dan penyandang disabilitas harus memahami potensi bencana di lingkungan mereka dan tahu apa yang harus dilakukan saat terjadi banjir atau longsor,” tegasnya.
Amien juga mengingatkan bahwa saat terjadi bencana besar, tidak sedikit desa yang terisolasi akibat putusnya akses jalan dan komunikasi. Jika masyarakat sudah dibekali pengetahuan, logistik dasar, dan rencana evakuasi, mereka dapat bertahan hidup tanpa harus sepenuhnya bergantung pada bantuan dari luar.
Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, komunitas lokal, dunia usaha, dan perguruan tinggi dalam membangun ketangguhan masyarakat menghadapi siklon tropis, banjir, dan tanah longsor.
Ketangguhan tidak bisa dibangun secara instan, tetapi melalui edukasi berkelanjutan, simulasi kebencanaan, serta penguatan sistem peringatan dini berbasis komunitas.
“Jika setiap keluarga dan setiap kampung memiliki kesadaran risiko bencana, maka peluang keselamatan bisa mencapai 95 persen,” ungkapnya.
Sebagai institusi pendidikan, ITS menyatakan komitmennya untuk terus mendukung upaya mitigasi bencana melalui riset, inovasi teknologi, serta pengabdian kepada masyarakat.
Langkah ini sejalan dengan target Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan ke-11 tentang kota dan permukiman berkelanjutan serta tujuan ke-13 tentang penanganan perubahan iklim. (sms)
- Penulis: Shinta ms




